ⓢⓔⓑⓔⓛⓐⓢ
Jaemin memandang kotak putih yang cukup besar di depannya. Kotak itu penuh dengan berbagai macam barang. Tangannya terulur untuk mengambil sesuatu dari dalamnya. Itu adalah beberapa gelang yang sengaja diikatnya menjadi satu.
Semua itu adalah gelang pemberian Mark. Jeno pasti juga memiliki gelang yang sama dengan Jaemin, tapi sekarang entah kemana gelang-gelang milik Jeno.
Mark selalu membawakan gelang untuk mereka setiap kali dirinya pergi ke Kanada.
---
Mark memasang senyuman lebar sambil menunjukkan tiga gelang merah terbuat dari tali yang dibelinya di Kanada.
"Ih gelang lagi. Hyung itu udah seringgg banget ngasih kita gelang," ujar Jeno sembari mengangkat tangan kirinya yang penuh dengan gelang pemberian Mark.
Jaemin mempoutkan bibirnya. "Iya nih. Uang hyung kan banyak, masa tiap ke sana beli gelang mulu," celetuk Jaemin.
"Ohhh kalian udah bosen gelang ya. Duh tau gitu kemarin aku beliin sepatu aja. Kalian ga bilang sih mau beli apa. Maaf ya hehe."
Jaemin dan Jeno saling memandang. Dengan kompak keduanya mencubiti pipi Mark dengan gemas.
"DASAR GA PEKA!"
"Aduh sakit! Mommy tolonggg!"
---
Jaemin tersenyum mengingat kejadian saat ketiganya masih duduk di bangku SD.
Tangannya terulur kembali untuk mengambil sebuah boneka beruang kecil.
Boneka itu diberikan oleh saat dirinya tidak bisa tidur di acara perkemahan awal masuk SMP dulu. Boneka itu milik Mark saat masih kecil.
Jaemin mengembalikan gelang dan boneka tersebut ke dalam kotaknya. Kemudian menutup kotak itu.
"Apa yang ada di dalem kotak ini emang penuh kenangan..." gumamnya.
"Tapi aku ga bisa terus-terusan nyimpen semua ini."
Perlahan setetes air mata keluar begitu saja. Jaemin cepat-cepat mengusapnya dengan lengan bajunya. Ia tidak mau terlalu larut dalam kesedihan, itu tidak baik untuk bayinya.
Setelah beberapa saat terdiam memandangi kotak tersebut, akhirnya Jaemin mengambil kotak itu dengan mantap. Membawanya keluar dari rumah dengan langkah lesu.
Kotak itu memang cukup besar, tapi tidak berat. Sehingga tidak terlalu membebani Jaemin.
Sesekali tangannya mengelus perut besarnya dengan lembut ketika bayinya menendang. Jaemin tersenyum. Bayinya sangat aktif, itu berarti bayinya sehat kan?
"Na Jaemin?"
Jaemin membeku ketika seseorang memanggilnya. Ia sangat mengenali suara itu.
"M-Mark hyung..."
---
Keduanya sekarang berada di cafe, duduk di bagian paling pojok, tepat di sebelah jendela. Dengan sebuah kotak putih yang ditaruh di meja.
Mark dan Jaemin hanya terdiam. Setelah semua kejadian itu, mereka jadi semakin canggung.
"Aku mau ngembaliin semua ini ke hyung," ujar Jaemin memecah keheningan. Tangannya mendorong perlahan kotak tersebut agar berada tepat di depan Mark.
Mark yang tadinya hanya menunduk sekarang beralih menatap kotak tersebut.
"Apa ini?" tanyanya bingung.
Mark pun membuka tutup kotak tersebut. Dirinya kembali terdiam untuk beberapa saat.
Semua yang diberikannya kepada Jaemin, ada di dalam kotak tersebut.
"Lo... mau ngembaliin semua yang gue kasih ini?" tanyanya lagi.
Jaemin mengangguk. "Iya hyung. Tapi sebenernya itu ga semuanya," jawab Jaemin.
Mark jadi semakin bingung.
"Ada satu pemberian hyung yang akan tetap aku simpan dan aku jaga selamanya." Tangannya turun untuk mengelus perutnya. Jaemin kembali terdiam cukup lama.
"Bayi ini... hyung ngasih tanggung jawab ini ke aku. Aku janji akan manjaga dan merawat dia dengan baik. Walaupun tanpa sosok ayah dalam hidupnya."
Jaemin menatap Mark dalam, air matanya sudah membanjiri pipinya sedari tadi.
Mark hanya terdiam, tidak tau harus berkata apa. Matanya terfokus pada perut Jaemin. Perut itu memang sudah sangat besar, tapi Jaemin bisa menutupinya dengan baju kebesaran yang digunakannya.
"Jadi lo bener-bener mau mertahanin itu." Mark terdiam untuk beberapa saat.
"Lo tau kan apa yang jadi impian gue dari dulu?" Kini matanya balik menatap Jaemin.
Jaemin menunduk dan mengangguk lemah. Jelas dirinya tau apa yang menjadi impian Mark. Mark selalu mengatakan hal itu saat mereka masih kecil.
"Yah gue akan kuliah di Amerika, Tinggal menetapa di sana dan jadi warga negara Amerika. Lo tau apa artinya?"
Jaemin kembali mengangguk dengan air mata yang masih terus mengalir.
"Gue ga akan kembali ke Korea. Dan... ga akan pernah jadi ayah dari anak itu Jae," ujar Mark dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.
"Gue akan berangkat ke Amerika bulan depan."
Jaemin menatap Mark dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Jadi perjuangannya akan berakhir begitu saja?
Walaupun hatinya sangat sakit, tapi Jaemin tetap mencoba untuk tersenyum. Jadi impian Mark sebentar lagi akan Tercapai?
"S-selamat hyung," ujar Jaemin dengan mata yang masih sangat basah.
"Thanks," jawab Mark.
"Anak itu... tolong jaga dia, rawat dia dengan baik," lanjut Mark.
Jaemin tertegun. Ada sedikit perasaan bahagia di hatinya. Mark peduli dengan anaknya?
"Tanpa hyung minta pun pasti aku lakuin. Tapiㅡ aku punya satu permintaan."
Jaemin menarik nafasnya dalam, mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapannya.
"Kalo emang hyung balik ke Korea, hyung ga boleh menemui dia, atau lebih tepatnya kami."
Mark hampir saja protes mendengar permintaan Jaemin. Hei, dirinya juga punya hak atas anak itu!
"Buat apa hyung nemuin anak yang bahkan ga pernah hyung akuin, ya kan?"
Kata-kata itu cukup menyayat hati Mark.
"Aku harap hyung mengerti. Aku ga mau anak ini sedih karna tau kalo ayahnya benci sama dia, ayahnya ga mau tanggung jawab, dan ayahnya ga pernah berharap dia ada." Jaemin berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasnya.
Mark meremat tangannya dengan kuat. Ia ingin membantah, tapi saat itu juga Mark mengerti kalau dirinya tidak berhak. Secara tidak langsung, anak itu seratus persen milik Jaemin.
Mereka memang membuatnya bersama. Tapi siapa yang menanggungnya? Tentu saja hanya Jaemin.
"Saat dia lahir, saat dia tanya di mana ayahnya... aku akan jawab ayahnya udah meninggal, boleh kan?" Jaemin meminta ijin.
Mark hanya bisa mengangguk pasrah. Kalau memang ini demi kebaikan anaknya, ia terima.
"Kalo pun hyung ga sengaja ketemu dia, jangan pernah ngenalin diri hyung sebagai ayahnya. Aku mohon, ini demi kebaikannya."
Mark mengangguk lagi. Pandangannya benar-benar kosong sekarang.
Jaemin melihat jam tangannya. "Udah sore..." Ia cepat-cepat membersihkan sisa air matanya. Entah kenapa dirinya lebih tenang sekarang.
"Aku pulang dulu ya hyung," ujarnya sabil bangun dari kursi itu, bersiap-siap untuk pulang.
Tapi tangan Mark menahannya. "Maafin gue Jae."
Jaemin mengangguk sambil tersenyum tipis. Entah Mark memang benar-benar menyesal atau hanya ingin menghilangkan penyesalan di hatinya, setidaknya Mark sadar jika dirinya memang salah.
"Selamat tinggal hyung..." dan setelahnya Jaemin pun pergi meninggalkan Mark yang masih menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Selamat tinggal Na Jaemin."
TBC
Happy Jaemin Day!
Cieee kita seumuran nih.
Sumpah aku excited banget karna SM masih inget kalo Jaemin itu ada /apasi. Mau nangis sumpah pas baca updatean tentang Nana. Sumpah selama ngebiasin seseorang aku ga pernah kayak gini. Mungkin saking kangennya ya?
Unch banget si >.< awas ntar Mark khilaf loh ehehehe.
Oiya, aku mau promosi buat yang belum tau. Aku juga punya ff markmin lain loh! Kuy cek profilku~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top