chapter 6
Seminggu lagi Surya datang, setelah kepulangannya yang tertunda dua minggu. Walaupun Dania sudah mempersiapkan diri atas kepulangan Surya yang mungkin akan marah besar padanya, ketika melihat kondisinya sekarang.
Kehamilannya sekarang memasuki usia empat belas minggu dan perutnya sudah agak terlihat menggembung. Sulit untuk disembunyikan, mengingat Dania adalah seorang wanita yang selalu menjaga tubuhnya tetap ramping. Surya pasti akan tahu kalau dirinya sedang mengandung.
Berbagai alasan dan argumen sudah siapkan untuk tetap mempertahankan bayi dalam kandungannya. Namun tetap saja, semakin mendekati hari kepulangan Surya, Dania semakin gugup ... dan takut.
"Hahh ... lebih baik aku ke cafe dulu. Mungkin segelas coklat hangat bisa membuatku tenang," Dania mendesah, lalu segera pergi ke cafe yang ada di lantai bawah gedung apartemen ini.
Berulang kali Dania menghela napas di setiap langkah kakinya. Menghilangkan kegugupannya. Sampai di cafe, Dania memilih duduk di pojok dekat jendela besar dengan pemandangan jalanan yang dipadati kendaraan.
Memanggil pelayan. Memesan coklat hangat. Dan menunggu.
"Dania?" Sebuah suara menyadarkannya dari lamunan.
"Anjani," ucapnya balas menyapa. "Kamu kerja disini?" tanyanya kemudian.
"Ya, begitulah," jawab Anjani mengangkat bahu.
"Kok aku baru tahu ya, kamu kerja disini. Udah lama?"
"Baru sekitar dua minggu yang lalu. Kebetulan aku kenal sama manager cafe di sini dan dia nawarin pekerjaan, ya kenapa nggak?"
"Ohh ... aku juga jarang turun sih," ucap Dania sambil menyeruput coklat panas yang di antarkan oleh Anjani tadi.
"Kamu tinggal disini?"
"Iya ... Di lantai lima kamar no 136. Mampirlah kapan-kapan."
"Oke, mungkin nanti. Aku kembali kerja dulu ya, permisi."
Anjani pun beranjak dari tempat Dania dan kembali dengan rutinitasnya. Bekerja sebagai pelayan cafe.
Beruntungnya Dania. Tinggal di apartemen mewah seperti ini. Pasti suaminya adalah pengusaha yang kaya. Lihat saja segala yang menempel di badannya semua barang bermerek. Dania pasti wanita bahagia, batin Anjani.
Dania memperhatikan gerak-gerik Anjani yang dengan gesit melayani pelanggan yang datang. Banyak juga di antara pelanggan lelaki yang tak bisa berkedip melihat Anjani. Wajar saja, dengan kulit kecoklatan yang eksotis, mata bundar, hidung mancung juga rambut ikal alami yang di kuncir ke belakang tengkuk menjadi daya tarik bagi Anjani.
Anjani, dia pasti wanita yang mandiri.
~°°°~
Setelah tahu kalau Anjani bekerja di cafe apartemennya, Dania sering mengunjungi cafe itu hanya untuk memesan coklat panas atau kalau Anjani sedang tidak sibuk dia akan meminta Anjani menemaninya. Sekedar mengobrol ringan, masalah seputar kehamilan mereka.
Terlihat dari ekspresi masing-masing saat membicarakan makhluk yang sedang bertumbuh dalam rahim mereka. Seakan makhluk kecil yang kini bersemayam dengan hangatnya itu menjadi sumber kekuatan mereka.
Manik mata yang berubah lembut sampai senyum tulus pun tampak sebagai ungkapan rasa bahagia.
Dania melirik jam tangannya. Sudah pukul tujuh malam, dia harus segera kembali ke kamar. Hari ini, Surya kembali dari perjalanan bisnisnya. Dan dia harus bersiap menyambut Surya. Menyambut kepulangan serta menyambut amarah yang mungkin akan meledak.
Dia tidak bisa membayangkan kemarahan seperti apa yang akan dia terima nanti. Namun apa pun itu, bagaimanapun juga dia akan tetap mempertahankan anak ini. Anaknya.
Selama perjalanannya menuju kamar. Tangannya tak berhenti mengusap lembut perut yang sudah agak menggembung itu. Mencoba menenangkan diri tapi yang ada dirinya semakin gugup.
Dengan tangan yang terasa dingin, Dania membuka pintu apartemennya dan mengeryit aneh. Perasaan dia tadi tidak lupa mengunci pintu. Dania pun masuk, kemudian terbelalak kaget melihat siapa yang ada di balik pintu tersebut.
"Mas Surya," ucapnya antara kaget dan tidak percaya.
Surya yang sudah menunggu Dania langsung menarik tubuh Dania dalam dekapannya. Tanpa aba-aba dia mencium Dania, melumat bibir Dania seperti orang kelaparan. Dania pun tidak bisa menghindar dari serangan tiba-tiba Surya.
"Aku kangen," ucap Surya dengan napas terengah, lalu kembali melumat, menjilat dan mengigit bibir Dania dengan gemas. "Aku bawa sesuatu buatmu," ucap Surya setelah menghentikan serangannya pada Dania.
"Apa mas?" tanya Dania dengan napas yang masih terengah.
"Ada di kamar." Surya lalu menarik lengan Dania dan di bawanya ke kamar.
Disana terdapat beberapa kantong belanjaan yang pasti isinya adalah pakaian, sepatu juga tas merek terkenal. Dania menghampiri kantong-kantong itu lalu dibukanya satu persatu dengan sumringah.
"Aku pengen kamu pakai ini, malam ini," Surya menyodorkan gaun berwarna merah terang pada Dania. Dania menerima gaun itu dengan ragu. "Pakailah," ucap Surya lagi, tak terbantahkan.
Dania mengangguk dan segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.
Dania membentangkan gaun yang diberikan Surya padanya. Gaun yang hanya sebatas dada yang sangat minim. Dengan perasaan campur aduk Dania mulai melucuti gaun selutut yang dia pakai untuk kemudian diganti dengan gaun pemberian Surya.
Gaun itu menempel ketat ditubuhnya, gaun berbahan sutra lembut membungkus Dania dengan begitu indah. Bagian atas yang hanya menutupi separuh dari dada memperlihatkan kulit putih mulusnya, sangat menggoda. Belum lagi panjang gaun yang hanya mampu menutupi setengah pahanya. Terlihat sangat seksi.
Seksi. Namun ada yang mengganjal di bagian depan. Tepatnya di perut bawah yang sedikit membuncit. Sangat jelas terlihat.
Bagaimana ini?? Walaupun sudah mempersiapkan alasan juga argumen, tetap saja, rasa takut ini begitu menekan.
Tok. Tok. Tok.
"Sayang, kok lama?" suara ketukan di pintu membuyarkan pikirannya yang kalut.
"Iya, Sayang. Sebentar," Dania pun secepat kilat memoles wajahnya secantik mungkin, berharap Surya tidak memperhatikan perutnya dan hanya terfokus pada wajahnya.
"Wow," seru Surya saat melihat Dania.
Terpesona akan kecantikan Dania yang begitu memikat. Dania tersenyum gugup.
"Udah aku duga, baju itu sangat cocok untukmu, Sayang," Surya berkata dengan nada menggoda, sambil membelai rambut coklat Dania yang dibiarkan tergerai. "Aku udah nggak sabar untuk melahapmu, membuatmu terkulai dibawahku. Dan merintih, menagih goyanganku," kalau biasanya kata-kata vulgar Surya itu sanggup membakarnya, namun kini yang dia rasakan adalah ketakutan.
Surya pasti tidak akan menahan diri, apalagi setelah sebulan lebih dua minggu Surya tidak mendapat jatah dari Dania.
Surya membawa Dania menuju ranjang. Dengan posisi masih berdiri, dia kembali menciumi Dania. Bibirnya dengan tanpa ampun melumat setiap sudut bibir Dania. Lidahnya dia telusupkan ke dalam mulut Dania, mencecapi setiap rasa di dalamnya.
Dania sudah terbawa oleh napsu Surya yang pelahan membuatnya naik. Tanpa sadar tangan Surya bergerilya disetiap inci tubuhnya. Menggerayangi pungungnya hingga pantat yang diremasnya dengan kencang, membuat Dania melenguh kaget. Lalu menjalar ke bagian depan, tepat ke buah dadanya. Surya memutar-mutar telapak tangannya di sana.
Menggenggam bukit kenyal itu dan meremasnya dengan gemas. Tangannya semakin turun melewati lekukan pinggang Dania sampai ke paha. Merabai paha mulus itu, bermain-main disana sambil sesekali punggung tangannya menyentuh bagian tengah yang sudah lembab.
Luas bermain di paha Dania, tangan Surya kembali ke atas, melewati perut Dania. Dan seakan tersadar dari perbuatannya Dania membuka matanya sedangkan bibirnya masih terkunci oleh bibir Surya.
Surya menghentikan kegiatannya. Matanya menatap tajam tepat ke dalam mata Dania. Tangannya masih mengelusi perut Dania yang tidak rata. Dania diam tanpa suara, hanya terdengar deru napas ketakutan.
~°°°~
Dengan kasar Surya menjauhkan tubuh Dania untuk dia amati. Gundukan kecil yang dirabanya tadi memang benar perut Dania. Surya menatap Dania juga perutnya bergantian, alisnya terangkat sebelah meminta penjelasan.
"Kamu hamil," kata itu bukan sebuah pertanyaan melainkan pernyataan atas kondisi Dania saat ini. Dania menelan ludahnya dengan payah.
"Kamu lupa apa yang aku bilang, Sayang?" Surya berkata dengan pelan dan lembut dan itu membuat Dania semakin ciut. "Gugurkan," lanjut Surya, berkata di telinga Dania sambil menciumi telinga Dania.
Dania menggeleng, matanya terasa panas kini. Dia tahu bahwa Surya akan marah padanya. Tapi bayangan tentang kemarahan Surya yang jadi kenyataan begini tetap menakutkan. Surya merasakan gelengan Dania saat bibirnya sibuk mengecupi leher Dania. Seketika itu juga Surya menghentikan kegiatannya.
"Kamu tahu kan, apa konsekuensinya bila kamu sampai hamil?" nada bicaranya masih tenang.
Dania mengangguk lemah, matanya menatap Surya mengantisipasi apa pun yang akan di perbuat.
"Kalau begitu, aku rasa aku nggak perlu repot lagi menjelaskan bukan," ... "Gugurkan!!" Surya berkata penuh penekanan.
"Nggak mas," ucap Dania bergetar.
"Kamu mau melawanku?" tatapan mata Surya menajam, amarah dan emosinya sudah berkumpul menjadi satu. Reflek, Dania pun mundur perlahan, menghindar dari Surya.
"Aku mohon mas ... sekali ini saja, biarkan anak ini lahir," ucap Dania memohon.
"Apa??" ucap Surya, menyeringai.
"Aku mohon mas," dan saat itu juga, sebuah tamparan mendarat mulus di pipinya.
Dania tak kuasa lagi menahan air matanya. Sakit. Sakit di pipi juga hatinya.
"Kurang ajar, berani sekali kamu membantahku, hah!" langkah mundur Dania terhenti, karena sudah di ujung tembok. Dania tak bisa menghindar lagi sekarang. "Kamu itu hanya seorang simpanan. Pemuas napsuku ... kamu hanya perempuan murahan yang gila harta. Dan setelah aku beri segalanya kamu hendak melawanku? Membantah keinginanku?" Surya sudah hilang kendali.
Di robeknya gaun sutra merah yang melekat di tubuh Dania dengan paksa. Hingga buah dada Dania yang tidak memakai bra menyembul keluar. Dania berusaha menutupinya dengan kedua tangannya sambil menangis.
"Ampun mas ... aku mohon jangan seperti ini," Dania terisak dalam ketakutannya.
Melihat Surya yang semakin mendekatkan tubuhnya dengan tatapan yang seakan siap untuk melahapnya hidup-hidup.
"Gugurkan anak itu atau akan kubuat hidupmu menderita, Dania," tangan Surya menggapai wajah Dania, menelusuri wajahnya dari kening, hidung, pipi, bibir dan dagu.
"Aku akan tetap mempertahankan anak ini mas, walaupun kamu nggak akan mengakuinya dan hanya menganggapnya sampah," ucap Dania dengan gemetar.
"Kurang ajar!!" kembali, pipinya mendapat tamparan dari Surya.
Lalu dengan kasar menjambak rambut Dania hingga membuat Dania menengadah menghadapnya.
"Kamu harus diberi pelajaran," ucap Surya dengan berang.
Lalu dengan kasar, Surya membanting tubuh Dania ke kasur. Dania beringsut dari ranjang hendak melarikan diri, tapi gerakannya kalah cepat dengan Surya yang segera menangkapnya. Dania pun jatuh ke lantai.
"Lari kemana, hah?!" Surya menarik rambut Dania dan menyeretnya kembali ke ranjang.
Surya dengan gesitnya menindih tubuh Dania dengan kasar kemudian menciumi Dania dengan brutal. Kedua tangan Dania ditangkapnya dengan sebelah tangan lalu mengikatnya dengan dasi yang tersampir di leher Surya lalu mengikatnya di kepala ranjang dengan kencang.
Surya merobek gaun merah Dania yang sudah koyak itu dengan sekali sentak hingga terlepas dari tubuh Dania. Dania sangat, sangat ketakutan melihat amarah Surya yang memuncak.
"Jangan mas ... aku mohon," Dania berusaha memohon sedikit saja belas kasihan Surya yang tidak akan pernah di dapatkannya.
"Memohonlah sepuasmu, karena sedikit pun aku nggak akan merasa iba," perlahan Surya bangkit, masih mengangkang di atas tubuh Dania, membuka kemejanya lalu bangkit berdiri kemudian meloloskan celananya.
Lalu kembali menindih Dania, menelusupkan kepalanya di leher Dania dengan kedua tangan meremas dada Dania dengan sekuat tenaga. Berulang kali Dania meronta namun hasilnya nihil, kedua tangannya yang terikat ke atas terasa sangat nyeri.
Surya meloloskan celana dalam Dania dengan kasar, dan tanpa aba-aba memasukan dirinya ke dalam Dania. Dania tidak siap dengan perlakuan itu, dan nyeri yang amat sangat juga rasa panas menyertai setiap gerakan Surya. Yang menekan jauh ke dalam dirinya tanpa kelembutan sama sekali.
urya bergerak seperti kerasukan setan. Segala sumpah serapah dia lontarkan. Sesekali tangannya menampar dada Dania dengan keras.
Erangan. Jeritan. Dan permohonan Dania seakan menjadi pemicu untuknya yang semakin bergerak dengan liar.
Tak terbayang lagi kesakitan seperti apa yang dirasakan Dania saat ini. Pukulan dan tamparan selalu mendarat di tubuhnya. Belum lagi tekanan yang sangat menyakitkan dari Surya membuat kepalanya berputar-putar.
Tubuhnya sudah lemah, dia tak sanggup lagi berontak. Hingga Surya mencapai kepuasaannya dan tersungkur di atas tubuh Dania yang saat itu sudah tak sadarkan diri.
~°°°~
Saat tersadar, dia merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya. Surya sudah pergi, dan ikatannya juga sudah dilepas. Pergelangan tangannya yang memar akibat ikatan yang terlalu kencang menimbulkan rasa ngilu jika digerakan.
Dania mencoba bangkit untuk membersihkan badannya dikamar mandi. Seluruh tubuhnya memang sakit, tapi lebih sakit lagi dia rasakan di vaginanya yang dia yakini pasti memar disana juga perut bawah yang mulai terasa kram. Dengan tertatih dia memaksakan langkahnya menuju kamar mandi.
Dania menatap dirinya di cermin yang memantulkan seluruh tubuhnya. Betapa mengenaskan dirinya saat ini. Dada yang memar, bibir yang bengkak dan lagi bekas ciuman yang memerah hampir disekujur tubuhnya.
Dania membuka kran shower yang mengguyur sekujur tubuhnya. Titik-titik air yang menerpa tubuhnya terasa ngilu. Dia tak tahan lagi untuk tidak menangis. Menyesali perbuatannya yang salah sejak awal.
Pertemuannya dengan Surya, segala macam janji-janji manis dengan beragam kemewahan yang diberikan Surya tak sebanding dengan sakit yang di alaminya saat ini.
Rasa sakit dibagian perut bawahnya makin terasa. Dania menyelesaikan mandinya secepat mungkin. Memakai kimono mandi dan tertatih lagi menuju ranjang. Dirasakannya ada sesuatu yang hangat mengalir melewati selangkanganya.
Dania melihat ke bawah dan shock seketika saat melihat darah yang mengalir ke pahanya. Dania jatuh terduduk dekat ranjang.
Dia harus meminta pertolongan. Bayinya harus selamat. Tapi siapa?? Dania ingat seseorang yang tahu alamat apartemennya. Tangannya mencoba menggapai ke atas nakas mengambil ponselnya, mencari nama kontak seseorang dan meneleponnya.
"Tolong aku ... tolong!" ucapnya merintih kesakitan saat teleponnya di angkat.
Sakitnya semakin menjadi. Kram, melilit dan rasa panas disekitar punggungnya menambah kesakitannya.
Tuhan, aku mohon. Selamatkan bayiku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top