chapter 3
DANIA
Malam menjelang. Dengan bersenandung ria dia menyiapkan makan malam untuk suaminya nanti.
Menata piring-piring, dua buah gelas, sendok, garpu juga pisau steak di atas meja makan bundar.
Dua porsi steak lengkap dengan sayuran juga kentang tumbuk kesukaan suaminya telah tersedia.
Lalu meletakan lilin di tengah meja sebagai pemanis.
Dania lalu bersiap mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Memakai gaun berwarna peach yang sangat pas ditubuhnya dengan renda di bagian bawah menambah kesan manis.
Berdandan, memoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude agar terlihat lebih natural, rambut bergelombangnya dia biarkan terurai.
Jam dinding menunjuk angka 08.15 malam. Suaminya belum datang. Mungkin macet, begitu pikirnya.
Dania masih setia menanti kedatangan suaminya.
Waktu makin beranjak malam. Senyumnya yang mengembang perlahan menghilang dari bibirnya.
Sudah pukul 10.45 malam suaminya belum datang juga. Berkali-kali Dania menguap, tak tahan akan kantuk yang menyerangnya dia menelungkupkan wajahnya di atas meja makan dan tertidur.
"Dania ... Sayang," Dania merasakan tubuhnya berguncang pelan.
Samar terdengar suara yang memanggilnya. Dania segera tersadar kalau dirinya tertidur barusan, dilihatnya lelaki yang ditunggunya sejak tadi berdiri di dekatnya.
"Mas Surya ... udah pulang?" tanyanya dengan senyum mengembang memaksakan matanya untuk terbuka.
"Kok malah tidur di sini?" tanya Surya.
"Ketiduran mas, mas kan tadi bilang mau makan malam di rumah. Jadi aku masak, nungguin mas pulang nggak tahunya malah ketiduran." Surya menatap meja makan, seakan baru sadar kalau di sana telah tersaji makanan.
"Maaf ... Mas baru pulang, ada meeting mendadak tadi," ucap Surya menyesal.
"Nggak apa-apa mas, mas udah makan?"
"Udah tadi, tapi sepertinya mas masih lapar. Boleh?" Surya menunjuk makanan di atas meja meminta persetujuan Dania.
"Tentu. Mau aku panasin dulu mas?" tanya Dania bersemangat.
"Nggak usah, langsung saja. Kamu juga pasti belum makan kan. Ayo kita makan sama-sama," Surya duduk di meja yang telah tersaji seporsi steak, mengirisnya dan menyuapkannya.
"Hmmm," gumam Surya pada suapan pertama. "Enak, kamu memang jago bikin steak seperti ini," puji Surya. Dania tersenyum malu di puji seperti itu.
Surya menghabiskan seporsi steak itu dengan lahap.
Setelah makan, Surya mandi. Membersihkan peluh yang menempel seharian ini. Dania menyiapkan piyama untuk suaminya. Dia sendiri pun sudah berganti baju dengan gaun tidur tipis dengan tali selebar jari yang melingkari pundaknya.
Surya selesai mandi, memakai piyama yang sudah disiapkan oleh Dania. Namun hanya bagian celananya saja dan langsung menghampiri Dania dengan telanjang dada.
Surya bukan tipe lelaki atletis, bentuk badannya biasa saja tapi tidak ada lemak yang menutupi tubuhnya.
Surya menciumi Dania dari kening, pipi juga bibirnya dengan lembut. Tangannya menelusuri tubuh Dania, menggoda.
"Aku nggak pernah bisa menahan diriku sendiri untuk nggak menyentuhmu," bisiknya ditelinga Dania yang membuat Dania menggelinjang kegelian.
Perlahan namun pasti, seluruh kain yang menempel di tubuh mereka terlepas satu persatu. Dania menahan Surya saat akan bersiap diantara tubuhnya. Surya menatap Dania penuh tanda tanya.
"Pelan-pelan," ucap Dania meminta agar suaminya itu bisa bermain dengan lembut sekarang.
Surya kadang suka berbuat kasar, apalagi jika Surya sedang marah atau dalam masalah. Dia tidak segan-segan untuk bertindak kasar bahkan mencaci sampai memukuli Dania sebagai pelampiasannya.
Surya pun mengerti, dia memasuki Dania dengan lembut. Sepelan yang dia bisa hingga gairah mereka memuncak menuntut pelepasan satu sama lain.
Dania memang belum memberitahu Surya tentang kehamilannya. Dia memutuskan akan memberitahu suaminya itu, nanti. Di saat yang tepat.
❤❤❤
RAYNA
Sepulang dari pertemuan klub, Rayna mampir ke supermarket untuk membeli perlengkapan harian di rumah.
Lalu membereskan belanjaannya, buah, sayuran, susu hamil, deterjen sampai mie instan pun dia masukan ke dalam kabinetnya masing-masing.
Baru saja akan beristirahat, pintu rumah sederhananya yang dia beli bersama suaminya enam bulan lalu itu terketuk oleh seseorang.
Dengan langkah gontai Rayna membuka pintu dan mendapati ibunya yang berdiri di depan pintu dengan menjinjing rantang di tangannya.
"Ibu ... kok nggak ngabarin dulu, ayo masuk." Rayna membuka lebar pintu rumah mempersilakan ibunya masuk.
"Ini Ibu bawain rendang sama sambel goreng kentang kesukaanmu," ucap Ibu sambil membuka rantang yang dibawanya. Menatanya di meja makan.
"Waah ... enak tuh," Rayna segera menarik kursi dan duduk disana mencicipi masakan ibunya.
"Kamu belum makan? Lahap bener makannya," tanya ibu melihat betapa lahapnya putrinya itu makan masakannya.
"Belum Bu, aku baru pulang."
"Darimana?"
"Pregnancy Club. Klub khusus wanita hamil," jawab Rayna, mulutnya tak berhenti mengunyah.
"Jangan terlalu capek, kamu tuh kan lagi hamil muda harus jaga diri," ucap Ibu memberi wejangan yang sama setiap kali bertemu.
"Ya, bu."
Rayna melanjutkan makannya. Sedangkan ibu menghampiri wastafel untuk mencuci beberapa piring yang belum sempat dicuci Rayna tadi.
Rayna tidak melarang ibunya untuk tidak melakukan pekerjaan rumah, karena akan percuma. Ibu akan tetap mengerjakan apa yang dia ingin kerjakan.
Menjelang sore Ibu pamit pulang. Sebenarnya tidak tega jika harus meninggalkan putrinya yang sedang hamil muda sendirian di rumah itu.
"Apa nggak sebaiknya kamu tinggal di rumah ibu saja Ray," ucap Ibunya penuh kekhawatiran.
"Nggak apa-apa bu, aku bisa jaga diriku sendiri kok."
"Tapi kamu disini sendiri."
"Ibu ... Rayna bisa jaga diri. Dan kalau ada apa-apa Rayna janji bakal langsung hubungi Ibu," ucap Rayna meyakinkan Ibu.
"Ya, sudah. Telepon Ibu kalau kamu butuh apa-apa."
"Siap, Bu."
Ibu pun pulang dengan perasaan khawatir yang masih menggayuti hatinya. Ibu mana yang tega melihat putrinya yang sedang hamil muda tinggal seorang diri.
Di saat wanita lain dengan kondisi sama sepertinya mendapat perhatian dari orang yang paling di cintainya. Namun, tidak dengan Rayna. Suaminya bekerja sebagai mandor di sebuah pengeboran minyak dan pulang setiap dua bulan sekali dengan rentang waktu dua minggu untuk istirahat dirumah.
Menurut Rayna, itulah resikonya jika memiliki suami dengan pekerjaan seperti itu. Bagaimana pun dia harus rela dan menjalani kehidupannya dengan langkah ringan.
Rayna menutup pintu dan menguncinya, sebelum melangkahkan kaki dia memandang sekeliling rumah yang sudah ditinggalinya selama enam bulan terakhir.
Begitu sepi tanpa kehadiran suaminya. Dalam hati, ingin sekali rasanya menyusul suami tercintanya. Jika bukan karena anak yang dikandungnya dia tidak mungkin bisa bertahan. Menghadapi semua kenyataan yang dialami.
Hidup ini kejam. Baru saja dia merasakan kebahagiaan namun kebahagiaan itu harus terenggut secara paksa darinya.
Mas Wisnu, aku kangen.
❤❤❤
DANIA
"Hoek ... hoek ... " sudah menjadi rutinitasnya tiap pagi.
Perut terasa bergejolak minta dikeluarkan isi di dalamnya.
Bangun tidur tadi dia lupa membuat teh mint karena sibuk menyiapkan keperluan Surya.
Akibatnya mual di perutnya tidak bisa ditahan lagi.
Dania mencuci mulutnya dan berkumur dengan mouthwash setelah yakin tidak akan muntah lagi. Perutnya masih berasa mual.
"Kamu nggak hamil, kan?" tanya Surya yang sedang bersiap memakai setelan kantornya.
"Nggak mas, ini karena asam lambungku naik makanya jadi mual," jawab Dania sambil membereskan tempat tidur, mengalihkan pandangan dari suaminya.
Surya mendekat, memeluknya dari belakang. Tangannya dengan posesif mencengkeram pinggul Dania.
"Aku nggak mau kamu hamil," ucap Surya, bibirnya mengecupi leher Dania. "Kamu tahu kan konsekuensinya kalau kamu sampai hamil?" lanjutnya lagi penuh penekanan. "Aku juga nggak mau Marina sampai tahu," bibirnya masih menjelajahi tiap inchi leher Dania, membuat napas Dania memburu karena kecupan itu.
Bukan karena gairah namun lebih kepada rasa takut.
"Ya mas ... aku tahu," ucap Dania menahan getaran dalam suaranya.
"Bagus ... malam ini aku nggak akan kesini sampai bulan depan," ciuman Surya terasa semakin intim di leher Dania.
"Kenapa?"
"Mas akan ke Australi mengurus proyek disana." tangan yang semula hanya memeluk Dania sekarang mulai menjelajah, menggerayangi tubuh bagian depan Dania.
"Selama itukah?" tanya Dania, terselip nada kecewa dalam suaranya. Surya membalikkan tubuh Dania menghadapnya.
"Aku pasti akan merindukanmu, Sayang," ucapan itu tenggelam dalam ciuman panas yang Surya berikan pada Dania.
Tak butuh waktu lama untuknya mencapai puncak di atas tubuh Dania.
Setelah mandi untuk kedua kalinya, Surya benar-benar pergi. Meninggalkan Dania yang masih tergolek di ranjang. Permainan singkat Surya barusan meninggalkan rasa sakit di perutnya yang terasa kram karena Surya berlaku kasar barusan. Namun, hatinya jauh lebih sakit.
Siapapun wanitanya pasti tidak mau jika berada di posisi Dania. Menjadi istri simpanan dari pengusaha kaya raya seperti Surya.
Hidupnya memang terjamin dengan segala kemewahan yang Surya berikan untuknya. Tapi rupanya kemewahan hanya memberikan efek bahagia yang singkat.
Awalnya Dania merasa beruntung bisa dicintai oleh Surya. Siapa yang tak kenal Surya, pengusaha sukses yang berhasil membangun perusahaan dengan anak cabang sampai ke luar negeri.
Walaupun sebenarnya itu semua milik orangtua Marina, istri sah Surya. Surya hanya mengembangkan dan mengelola perusahaan milik orangtua Marina. Dania tidak peduli, pada waktu itu yang ada dalam benaknya hanyalah harta dan kemewahan yang akan dia dapat dari Surya.
Hubungan mereka berjalan selama dua tahun. Dan selama itu Dania harus tahan dengan segala perilaku kasar Surya. Ini pun bukan kehamilannya yang pertama. Dulu dia pernah hamil namun dia gugurkan atas paksaan Surya. Dan kini Dania hamil kembali.
Awalnya dia ragu untuk mempertahankan kehamilannya itu. Tapi nalurinya sebagai seorang wanita menguatkan tekadnya untuk melindungi anak yang dikandungnya. Walaupun dia harus kehilangan segala kemewahan ini juga harus hidup terhina sepanjang sisa hidupnya, dia rela.
Dania sudah bertekad. Dia tidak akan mundur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top