Baby Girl - 30 - TAMAT

maaf ya baru update, senin kemarin ak udh ngasih pengumuman klo hari senin kejar deadline tugas jadi ga ada waktu buat nulis.

Squel BG : Mama, I Have Papa?
sudah resmi publish sejak tgl 15-an kemarin. Baru prolog, setelah ini tamat. MIHP segera di beri jadwal update.

btw! thx u so much yang sudah membaca, vote, dan komen di part kemarin ❤ seneng bgt klo banyak yang komen 🤧

-

"Ini, minumlah dulu."

"Terima kasih."

Pria jangkung berwajah rupawan sedikit tersenyum melihat bagaimana Tzuyu begitu lahap meminum air hangat buatannya.

Suara tangisan bayi membuat ia terpaksa pergi dari ruang tamu, masuk ke dalam kamar tempat dimana putra kecilnya tinggal.

Rasa dingin menusuk setiap kulit Tzuyu, tadi dia sempat berjalan tanpa arah setelah menangis di dekat gerbang kediaman Mingyu. Melangkah mengikuti kata hati dan terguyur hujan.

Beruntung ada pria asing baik menawari dirinya untuk berkunjung, memberikan baju ganti dan minuman hangat.

"Tenang, jangan menangis, jangan menangis," Roy menghibur putranya yang menangis. Lelaki berdarah Indonesia-Korsel. Di gendongannya terdapat makhluk kecil menangis kencang mengisi seluruh ruangan dengan suara bising nyaring.

"Tuan, terima kasih atas bantuannya. Aku akan pergi."

Roy menatap Tzuyu, tidak lagi menghibur Fero yang menangis selepas bangun tidur. Kalimat tak terprediksi terucap spontan oleh mulutnya, "Tetaplah disini. Kau bilang tidak memiliki tempat tinggal, kenapa tidak di sini untuk sementara waktu."

"Aku akan merepotkan jika tetap di sini."

"Maka bantu aku mengurus putraku sebagai balas budi, agar kamu tidak merasa telah merepotkan diriku dengan memberimu tempat tinggal di sini."

Mata Tzuyu menatap anak kecil berusia 5 bulan terayun di dalam dekapan pria asing baik hati itu. Ia berucap pelan, "Maaf, apakah istrimu akan mengijinkan diriku untuk tinggal di sini?"

"Istriku telah tiada ketika melahirkan buah cinta kami."

Tzuyu meringis didalam hati, merasa bodoh. Menggigit lidahnya karena tidak enak.

Roy bisa melihat rasa bersalah dari raut wajah Tzuyu, hanya tersenyum kecil tidak menanggapi kesedihan hidupnya terlalu dalam, ia memberitahu, "Jangan merasa bersalah, aku sudah merelakan istriku. Sekarang tujuan hidupku adalah untuk putraku, dan kamu juga harus begitu. Kau hamil bukan?"

"Anda- dari mana anda bisa tahu?" Tanya Tzuyu.

"Sejak aku menemukan dirimu, kau selalu melilit perutmu sendiri. Begitu juga sekarang, lihat, kau memeluk perutmu lagi erat-erat. Tidak aku sangka tebakanku akan sangat jitu, tetaplah disini. Jadilah pengasuh untuk putraku."

Pria ini terlalu santai. Tzuyu di buat bingung sendiri oleh setiap tawarannya yang begitu baik dan murah hati, Tzuyu adalah gadis asing dan pria tersebut sudah memberikan tanggung jawab putra tunggalnya kepada orang asing.

Seperti mampu membaca fikiran Tzuyu, Roy kembali memulai berkata, "Aku percaya padamu dalam sekali pandang, kamu memiliki hal istimewa di dalam dirimu menurutku. Lagipula tidak ada gunanya mewaspadaimu, tidak akan ada untungnya melakukan hal jahat tanpa persiapan matang untuk menyakiti anakku."

Awalnya Roy tidak memiliki niatan untuk membawa orang asing ke dalam rumahnya. Sayang seribu sayang, fitur wajah Tzuyu memiliki kesamaan dengan mendiang istrinya ketika siluetnya nampak di bawah cahaya malam temaram.

Roy masih sangat ingat, tubuh ramping kurus meringkuk dingin, mata lebar lugu, dan paras cantik seperti Bora.

Hatinya tergerak total untuk menolong dan membawa Tzuyu kembali pulang ke rumah. Roy juga sadar, Bora adalah Bora dan Tzuyu adalah Tzuyu. Mereka termasuk dua sosok berbeda dengan sedikit kemiripan untuk bagian wajah dan bentuk tubuh.

"Kalau begitu, aku mohon beri aku pekerjaan mengurus putra Tuan dan mengurus rumah ini. Dengan begitu, aku tidak akan merasa sungkan atas kebaikan anda."

"Sesuai keinginamu."

***

Bekerja di rumah pria dermawan tidak begitu buruk. Sudah ada tiga pembantu khusus yang bekerja membersihkan rumah dan memasak makanan. Tzuyu membantu yang lain setelah selesai menenangkan Fero kecil dan menidurkannya di ayunan bayi.

"Nona Tzuyu, semua sudah selesai. Lebih baik anda menjaga Tuan kecil di dalam kamar, kami akan pulang ke rumah." Salah satu pembantu paling tua berucap pada Tzuyu.

"Baik, bibi. Aku akan kembali ke kamar."

Hari menjelang sore membuat suasana rumah terlihat indah, tirai jendela tersibak mempersilahkan cahaya jingga lembut masuk ke dalam menyinari setiap ruangan. Menyirami suasana rumah dengan warna berkilau.

Biasanya Roy kembali bekerja pukul tiga sore, sedangkan kali ini jam sudah menunjukan pukul enam sore. Tzuyu merogoh kantong, mengambil ponsel baru pemberian dari Roy. Ia sempat menolak, namun pria itu berkata ini sebagai alat untuk mengabari jika ada hal penting terjadi pada dirinya dan Fero bila terkena masalah ketika sedang jalan-jalan di luar rumah.

"Tidak ada pesan, apakah dia lembur?" Gumam Tzuyu, bertanya pada dirinya sendiri. Jemarinya menari di atas layar, membuat deretan huruf menjadi sebuah kalimat, kemudian mengirim pesan kepada Roy.

Tzuyu
Tuan, apa kau lembur?

Sesaat kemudian balasan muncul.

Roy
Ada sedikit masalah di anak cabang club, aku pulang agak lambat.

Tzuyu
Baik.

Roy Kim Abimanggala termasuk pengusaha sukses yang bergerak di bidang club malam. Mulai merintis usaha di Indonesia kemudian meluaskan di wilayah Korsel, London, dan beberapa negara eropa lainnya.

Suara batuk khas bayi membuat Tzuyu segera berlari menuju kamar. Fero ternyata bangun, badannya sudah miring ke samping. Mengoceh sambil tersenyum.

Melihat Fero seperti ini. Tzuyu tidak sabar untuk menunggu kedatangan anaknya ke dunia. Melihat Fero tersenyum begitu bahagia, keinginannya untuk mengabadikan wajah kecil tampan ini sangat tidak tertahan.

Tzuyu menyalakan ponselnya, seketika dia sadar, hari ini tanggal 7 Desember. Hari pernikahan Jungkook dan juga Suzy. Moodnya terasa sangat buruk, seminggu ini dia menghindari semua orang. Baik itu keluarganya sendiri, Somi, dan juga Mingyu. Dia sudah tidak ingin merepotkan siapapun lagi.

Kondisi hidupnya untuk saat ini sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia, mengurus malaikat kecil tampan yang selalu tersenyum. Memberikan ketenangan di setiap kegelisahan Tzuyu datang melanda.

Bermain cukup lama dengan Fero. Tzuyu menggendong Fero dan berjalan ke dapur, memanaskan kembali makanan untuk di makan Roy ketika pulang ke rumah.

Selama menghangatkan makanan, pikirannya melayang seperti layangan yang senarnya telah putus. Melayang tinggi tanpa mampu pemain kendalikan. Hatinya tidak bisa menahan kegelisahan.

Seperti mengetahui kondisi hati Tzuyu sedang tidak baik-baik saja, Fero mengangkat tangan kecilnya dan menyentuh pipi Tzuyu, menggaruk-garukkan cakar kecilnya di sana.

"Mamamamam," ocehan Fero, terdengar sangat manis.

"Fero lapar? Aku akan membuatkan kamu susu." Tzuyu tersenyum, di ikuti Fero yang juga ikut tersenyum. Bersembunyi di pundak Tzuyu, cakar kecil menarik bajunya kemudian memakannya. Membuat baju gadis tersebut lumayan basah membentuk sebuah lingkaran besar.

"Aku pulang," teriakan Roy menginterupsi keheningan untuk segera pecah. Mendengar suara air mendidih dari kompor, pria itu berjalan menuju dapur.

Di dapur, Tzuyu tengah menggendong Fero sambil menghangatkan air panas. Roy tersenyum, ini memang keputusan terbaik yang telah dia ambil.

"Tuan."

"Biarkan aku yang menggendong Fero."

"Biar saya saja, anda harus segera mandi."

Mengalah karena sudah tidak memiliki jawaban untuk berdebat, Roy menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Mandi cepat dan turun ke meja makan, Fero sudah duduk di kursi bayi khusus dengan Tzuyu duduk di sebelahnya memegangi botol susu.

Mereka bertiga makan malam seperti biasanya.

"Tuan." Tzuyu memanggil, makan malam telah selesai beberapa menit yang lalu. Roy juga masih duduk di kursinya, bermain bersama putra kecil berwajah mirip seperti ayahnya.

"Ya, ada apa Tzu?" Roy membawa Fero ke dalam dekapannya, bangkit dari duduk dan mendekati tempat di mana Tzuyu berdiri gelisah. Seakan ingin meminta sesuatu, namun urung karena rasa sungkan.

Roy sudah mampu memahami kondisi perasaan Tzuyu melalui bahasa tubuh. Anak remaja ini sangat mudah untuk di tebak emosinya.

Ia tersenyum kecil, membuat wajah tampannya yang lembut terlihat semakin lembut, "Bicaralah, jangan sungkan untuk meminta bantuan."

Tzuyu mendongak, bingung harus membalas dengan apa setiap kelembutan dan kebaikan dari Roy, "Bisakah anda mengantarkan saya ke suatu tempat?"

"Bisa, memangnya kau ingin kemana?"

"Menemui ayah dari anak dalam kandunganku."

Senyum Roy sedikit membeku, dia membenahi senyum kembali terlihat seperti sebelumnya. Mengangguk pertanda setuju, "Ayo. Kita bawa Fero juga."

"Terima kasih."

Mereka bertiga melaju ke Mansion Jeon menggunakan mobil. Jalanan kota tidak terlalu ramai, mempermudah perjalanan dan tidak terlalu banyak memakan waktu.

Sesampainya di Mansion Jeon, Tzuyu keluar, di gendongannya ada Fero. Bayi tersebut sudah tertidur nyenyak selama perjalanan. Tidak menangis dan tidur tenang dalam pelukan hangat Tzuyu.

Pernikahan di mulai jam tujuh malam sesuai dari ingatannya, mengacu pada undangan pernikahan yang pernah dia buang dulu.

Masih tersisa satu jam sebelum acara resmi di mulai, kegugupan menerjang seperti gejolak ombak besar menimpa batu karang. Tepukan lembut dari samping membuat Tzuyu menoleh, Roy tersenyum memberikan semangat dan keyakinan.

"Tuan tunggu disini, saya akan masuk terlebih dahulu."

"Hm," jawabnya dengan deheman, "Masuklah, aku akan menunggu disini. Bawa saja Fero, anak itu bahkan tidak mudah lepas dari dirimu waktu tidur."

Tzuyu mengangguk, sependapat dengan Roy. Mungkin karena dia setiap hari dan setiap waktu di lihat okeh Fero, bayi kecil ini sangat susah untuk lepas dari dirinya dalam kondisi apapun.

"Saya masuk."

"Langsung keluar jika mereka tidak menerima dirimu, memaksakan diri tidak baik. Ingat kandunganmu lemah pada terakhir kali di periksa, jangan terlalu berdebat dengan emosi."

Tzuyu menyempatkan berucap terima kasih. Mengambil langkah panjang menuju pintu utama, tangannya gemetar. Dahi putihnya berkeringat.

Fero masih tidur sangat nyenyak di dalam pelukannya.

Tzuyu berhenti, tidak perlu masuk untuk menemukan Jeon Jungkook. Pria itu sudah menunjukan diri di taman Mansion, bersama dengan Suzy. Haruskah dia mengaku masih merasakan patah hati melihat mereka berdua bersama?

Di dekat tanaman hasil dari kerja tangannya dahulu, kini semua bunga hasil tanamannya menjadi penghias cinta antara Jungkook dan Suzy. Mereka bercumbu.

Air mata jatuh dari mata kucingnya, kakinya mundur, langkahnya gontai dan siap limbung kapan saja.

Salahnya telah datang ke tempat ini, salahnya karena masih berharap bisa berbicara untuk Jungkook sesaat saja, salahnya terlalu berharap pada pria yang bahkan tidak mempercayai janin di dalam perutnya adalah anaknya.

"Tunggu," suara yang teramat dia rindu kembali terdengar, menusuk indra pendengarannya dan turun menusuk hatinya tanpa belas kasih.

Menorehkan luka tanpa henti.

Tzuyu berbalik, mata merahnya basah sedikit kuyu, wajahnya lesu karena kondisi hatinya benar-benar buruk.

Suzy sejenak menatap bayi di gendongan mantan calon adik iparnya, "Wah, anak siapa yang kau bawa? Dan, sepertinya kau mendapatkan tempat tinggal cukup baik selama beberapa hari ini. Pria mana yang memberikan ini kepadamu?"

Menurut rencana yang Ella berikan, bawahan wanita tersebut harusnya sudah memberitahu keluarga Mingyu mengenai kehamilan Tzuyu. Dapat di pastikan keluarga Kim tidak akan menerima dan membuka gerbang bagi Tzuyu.

"Putra dari majikanku," jujurnya.

Jungkook tidak percaya, "Sudah berapa kali kau menyerahkan dirimu kepada pria lain?"

"Aku tidak perlu mengatakan apapun, tidak ada gunanya. Kakak memiliki pemikiran sendiri dan pasti tidak akan pernah percaya sepotong pun kalimat dari ucapanku."

"Bagus kalau kau sadar, lalu untuk apa kau datang kemari?"

Tzuyu memeluk Fero semakin erat, menarik nafas dingin baru kemudian berkata, "Selamat untuk pernikahan kalian."

Suzy memeluk lengan calon suaminya, "Terima kasih, selamat juga untuk dirimu karena telah menemukan pria kaya baru untuk menghidupi dirimu, ckckck," setiap katanya penuh ejekan dan sarkasme.

Jungkook menimpali, "Jauhkan kakimu dari kediamanku."

"Aku juga tidak ingin lagi menginjakkan kaki di tempat Kakak, saat ini juga, aku berjanji pada Kakak. Tidak akan pernah menganggu hidupmu lagi dan tidak akan pernah menginjakkan kaki di tempat ini lagi."

Tzuyu berbalik, berlari keluar melewati gerbang membawa tangis. Kembali menghampiri mobil Roy disamping gerbang utama.

"Tzu-" Kalimatnya terpotong, tubuhnya terhuyung kebelakang bertubrukan dengan pintu mobil. Tzuyu memeluknya begitu saja, tubuh kecil Fero hampir terjepit. "Dia menolakmu?"

"Dia menyuruhku pergi, hiks."

Tangan Roy terulur mengusap punggung Tzuyu perlahan, memberikan usapan lembut sebagai cara untuk menenangkan.

"Aku ingin pergi, aku ingin pergi. Tuan, aku tidak ingin disini. Aku ingin pergi."

Tangisan pilu mengecam hati Roy, melihat Tzuyu menangis kesakitan seperti ini mengingatkan dirinya pada Bora. Dia sangat lemah pada Bora, sekarang, dia menemukan sosok yang mirip dengan mendiang istrinya. Membuat Roy juga merasa bahwa Tzuyu akan menjadi titik lemahnya, setelah Fero.

"Kau benar-benar ingin pergi?"

"I-iya."

"Besok kita pergi dari negara ini."

Tzuyu mengendurkan pelukan, menatap Roy tidak percaya, "Tuan, anda-"

"Panggil namaku saja, mulai saat ini. Kau harus mengubur masa lalumu, aku berjanji akan membawamu pergi. Tidak perlu khawatir untuk masa depan, aku akan menanganinya. Kau sudah seperti ibu bagi Fero dan aku sangat berterima kasih kamu telah merawatnya dan memberikan kasih sayang seorang ibu untuk putraku."

"Um!"

Dengan begini, karma telah di tetapkan dan segera datang menghampiri Jeon Jungkook. Setiap akibat selalu memiliki sebab.

Sebab pria tersebut telah menghancurkan hidup gadis tidak bersalah, maka dia akan memetik akibatnya cepat atau lambat.




tamatnya jelek ya? aku lagi nggak ada mood nulis, jadi otak sendat. 🙏🏻

part 1 MIHP aku up hari ini❤

terima kasih yang telah membaca sampai part ini, maaf kalau buku ini tidak terlalu bagus, aku masih amatir dan setiap tulisan selalu tergantung mood.

l love you guy's! 💗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top