kyuubi

Saat musim ujian sudah didepan mata, kegiatan belajar dan mengajar menjadi sebuah keharusan yang melebihi suatu kewajiban.

Siswa-siswi di SMA Konoha juga merasakannya. Saat ini, mereka tidak boleh berleha-leha hingga saat kelulusan nanti akan menerima yang terbaik hasil dari kerja keras mereka.

Hari ini, kelas ditahan bubar saat ada pengumuman belajar bersama di aula besar yang ada di Sekolah ini. Sip, pengumuman ini disambut senang oleh semua murid. Siswa dan siswi tentu saja. Mereka akan belajar 'bersama' untuk menyamakan pembelajaran selama ini.

Naruto sudah duduk di deretan kursi paling atas, disebelahnya Kiba, menggolekan kepala diatas meja sambil memejamkan mata. Tidak bersemangat. Baginya, untuk apa belajar bersama seperti ini, baginya cukup belajar bersama dengan Naruto atau Shikamaru di satu kelas seperti biasanya. Oh, sekarang ditambah murid anyar sombong nan angkuh itu, siapa namanya, Sasuke.

Panjang umur, orang yang sempat terlintas di kepala Kiba, tiba-tiba sudah duduk didepan mereka. Naruto mendengus. Bukan tidak suka, tapi belakangan si penyandang marga Uchiha itu sedikit menyebalkan saat hanya berada dirinya dan dia di kamar. Merepotkan. Shikamaru datang belakangan, berjalan kedepan memberikan absensi pada meja guru jauh didepan sana.

Murid-murid perempuan hiruk pikuk, suara mereka menggema serupa dengung lebah siap panen. Para lelaki mengaktifkan sinyal pencarian mereka.

Sound system diaktifkan, diketuk beberapa kali, dua guru berdiri didepan layar proyektor siap mengajar, menyamakan pelajaran.

"Selamat malam," sapa Kakashi satu dari dua guru yang bertanggung jawab hari ini. "kalian sudah tahu mengapa malam ini dikumpulkan disini 'kan. Buka buku penghubung kalian!"

Semua siswa dan siswi serentak mengeluarkan lalu membuka buku yang di maksud sang guru.

"Na.. Naruto-kun, aku menjatuhkan bukuku dibawah mejamu, ma-maaf  bisakah kau ambilkan." Hinata, salah satu siswa perempuan mencolek punggung Naruto.

Naruto menoleh, lalu melongok kolong mejanya, tidak ada. Dia sampai harus berjongkok mencari benda yang dimaksud puteri Hyuuga itu. "Oh," serunya tertahan. Buku itu memang jatuh, tapi bukan di kolong mejanya, melainkan di bawah meja Sasuke.

Naruto berdiri, mendekati meja Sasuke yang seperti tidak memiliki celah karena salah satu meja siswi didekatkan terlalu rapat dengan meja Sasuke.

"Permisi Sakura-chan, bisakah kau menggeser sedikit mejamu, ini sempit." pinggang Naruto sudah hampir melewati celah sedikit lagi namun tidak cukup lebar untuk bisa bergerak jauh.

Sakura mengerling judes, kosentrasinya menatap si murid baru dipecahkan orang yang dulu pernah menolaknya. Alih-alih menggeser mejanya menjauh, Sakura malah menekankan mejanya ketubuh Naruto dengan kekuatan yang tidak main-main.

"Argh," pinggang Naruto terjepit meja, rasanya akan bengkak. Sakit sekali. "Sakura-chan,"

Sasuke menoleh, merasa terganggu dengan suara familier yang menghinggapi telinganya. Sialnya, Ino, teman duduk Sakura malah menambah menggeser meja itu hingga Naruto memekik kesakitan karena pinggangnya tergencet pinggiran meja yang runcing.

"Kalian," Kakashi tiba-tiba sudah didepan meja Sasuke memerhatikan mereka. "Ada apa ini?" rupanya guru ini mendengar pekikan Naruto yang cukup keras terdengar sampai ke depan kelas.

"Sensei, pinggangku," Naruto meringis tidak bisa bergerak.

Sakura dan Ino terkikik, Hinata menyesal sudah meminta bantuan tidak pada waktu yang tepat. Sasuke berdiri, akhirnya membuat meja bergeser jauh membuat Naruto terbebas dari himpitan, namun menyisakan lebam dan nyeri di tulang pinggangnya.

"Aku antar kau ke ruang kesehatan." tetiba Sasuke sudah memapah Naruto untuk keluar dari ruangan penuh sesak itu.

Kakashi membiarkan saja, dia yakin pada buku catatan Naruto, jadi tidak usah khawatir catatannya akan melenceng dari yang pernah di ajarkan guru-guru. Kelas kembali tenang saat guru bermasker itu turun kembali ketempatnya.

~

Naruto masih meringis.

Alih-alih ke ruang kesehatan, Sasuke malah membawa Naruto kekamar mereka.

"Aku tidak akan kembali, Sasuke," Naruto duduk didepan meja belajar, bersiap mengoles krim hangat di pinggangnya. "pinggangku sakit."

"Hn," Sasuke berjalan kearah meja yang sama, memberikan krim hangat baru. "Aku juga." katanya.

Sasuke sudah mengeluarkan sejumput krim ketelapak tangannya, saat Naruto ingin bertanya 'kenapa'.

"Sini, aku obati." kaus disingkap, lebam terlihat.

Naruto tidak ingin bergerak walau hatinya ingin berteriak.

Si teme ini, apa yang sedang dilakukannya?

"Sudah, sudah, aku bisa sendiri." Naruto merebut botol krim pijatnya. "Kau kembali saja ke kelas,"

Sasuke menggeleng. Keras kepala.

"Tidak mau," katanya lalu kembali menarik botol krimnya, menyingkap kaus Naruto lagi dan dihentikan lagi oleh Naruto.

"Aku bisa mengurus diriku sendiri, kau pergilah." usir Naruto, dia melenggang ke kamar mandi setelah mendapatkan botol-nya lagi.

Sasuke malah mengikuti. Berbicara keras di luar pembatas kamar mandi walau pintu dibiarkan terbuka.

"Setidaknya biarkan aku mengobatimu, kau terluka juga gara-gara aku 'kan?"

Semula tidak ada sahutan berarti, sampai Naruto selesai dengan urusannya lalu melongokan kepala pirangnya dari dalam kamar mandi. Menatap Sasuke lama.

"Aku tidak menyalahkan siapapun, Sasuke," Naruto keluar sambil meringis. Sekarang di tambah kepanasan seperti terbakar efek dari krim pijat yang di balur secara berlebihan, ingin cepat sembuh. Malah panas, sial.

"Ini hanya kecelakaan saja," Naruto membuka kausnya kasar, melempar sehelai kain itu pada tumpukan pakaian kotor lainnya. Sasuke mengamati, tiba-tiba kebelet ingin buang air. Gilirannya masuk kamar kecil.

Naruto melangkah ke lemari, menggasak baju bersih, memilih satu dan memakainya dengan cepat. Masih mengomel, dia menuju ranjang besar milik mereka. Berbaring menyamping, pinggang yang sakit menghadap atas. Tidak mau menggesek sprai, panas dan nyeri.

Sasuke keluar dari kamar mandi, melihat pemandangan kurang bagus ditempat tidurnya. Tangannya basah, masih mengucurkan air bekas cuci tangan. Mengikuti Naruto, dia memanjat kasur. Duduk bersila dibelakang punggung Naruto.

"Aku tidak suka orang yang suka menyalahkan diri sendiri," mulut si pirang masih saja mengomel tidak jelas pada siapa.

Sasuke mendengus.

"Baiklah," katanya datar, sedatar dia menyingkap kaus yang diapakai Naruto lalu menempelkan telapak tangannya yang masih berair tepat di luka lebam Naruto.

Deg

Entah jantung siapa yang bertalu hiperbolis. Keduanya merasakan denyutan cepat dari tangan menuju dada mereka.

Sensasi tangan dingin Sasuke seperti menyetrum tubuh Naruto, sebaliknya rasa panas dari lebam itu berhasil menghangatkan Sasuke.

"Sasuke, apa yang kau lakukan?"

"Hm?"

Sasuke ikut berbaring dengan tangan masih menempel di pinggang Naruto. Mengusapnya pelan, sesekali meremasnya lembut. Memijat, agar nyeri berkurang.

Naruto membeku. Canggung.

Kenapa harus canggung? Mereka tidak sedang menyontek pada ujian akhir sekolah bukan? Tidak sedang pidato didepan banyak orang kan? Atau sedang mengutarakan perasaan pada seorang yang disukai?

Sasuke menggeser tubuhnya, mendekat. Bernafas pelan ditengkuk Naruto. Membuat merinding.

"Enak?"

Naruto sedikit terhenyak, 'enak?'. Maksudnya?

Jawab saja, yang penting bisa mengurangi situasi canggung ini. Jadi, Naruto hanya mengangguk ambigu menanggapinya. Sasuke meneruskan pijatan lembutnya di sekitar pinggang, panas tubuhnya sekarang terbagi pada Naruto yang memunggunginya.

"Aku akan menemanimu,"

Lagi-lagi Naruto hanya mengangguk lemah, khawatir suaranya malah tercekat saat menjawab pernyataan Sasuke yang malam ini sangat terkesan berbeda sekali dari malam-malam sebelumnya. Mungkin Sasuke lelah. Atau mungkin belum minum obat.

.
.
.

Pelajaran olahraga hari ini agak menegangkan. Selain guru Guy yang berubah jadi lebih serius, arena olahragapun berubah jadi ruangan punuh siswa dengan wajah pucat. Ya, karena hari ini Ujian praktek.

Seluruh siswa dikumpulkan, dibagi dua barisan putra dan putri. Lalu di pecah lagi berdasarkan kelas. Memang tidak banyak seperti sekolah kebanyakan, hanya ada satu kelas di masing-masing tingkatan. Satu kelas satu, satu kelas dua, dan satu kelas tiga. Jadi Konoha hanya memiliki tiga kelas putra dan tiga kelas putri.

Kelas tiga di prioritaskan menjalankan ujian praktek hari ini. Sementara kelas lain akan di alihkan ke pelajaran lainnya dahulu.

Sakura dan Ino sedang bersiap-siap mengganti seragam olahraga di ruang ganti khusus kelas putri. Mereka bergosip tentang murid baru dari kelas tiga putra yang masuk beberapa minggu yang lalu.

Hinata datang seperti biasa dengan sikap canggungnya walau sudah saling mengenal selama hampir tiga tahun ini.

"Hai, Hinata." sapa Sakura riang. Ino disampingnya membetulkan poni rambut. "masih betah mengejar Naruto-kun?" tanya si merah muda dengan centil.

Hinata hanya menunduk seraya menautkan jari-jarinya gugup.

"Ganti saja dulu pakaianmu, hari ini kita akan ujian praktek berpasangan dengan mereka." Ino dan Sakura terkikik keluar ruang ganti. Hinata hanya diam.

.

Kiba menunggui Naruto yang memasang koyo hangat untuk pinggangnya. Shikamaru melintas lalu berdiri dihadapan Kiba. Canggung. Padahal tiap hari bertemu malah tidur seranjang tiap malam.

"Sedang apa?" basa-basi si rusa malas bertanya pelan.

Kiba menggaruk kepalanya lalu tersenyum.

"Naruto sedang menempel koyo untuk pinggangnya yang lebam." jawabnya agak kikuk.

Shikamaru hanya meng-oh lalu kembali berjalan menuju arena olahraga didalam gedung sekolah.

"Kiba?"

Naruto keluar dari ruangan, menemui Kiba yang malah melongo pada angin.

"Eh, Naruto. Ayo," Kiba tiba-tiba menarik tangan Naruto untuk segera bersiap ke ruang olahraga.

Walau pinggangnya sakit, Naruto harus tetap melaksanakan ujian ini demi nilai. Dia tidak mau menyusul sendirian, kalau sekarang harus mengeluh pada lebam di pinggangnya.

"Namikaze," seorang guru perempuan mendatangi Naruto tang tengah berjalan cepat. "setelah pelajaran selesai, kau segera ke ruang guru, ya." kata guru itu lembut.

Naruto hanya mengangguk mengiyakan. Lalu kembali berjalan cepat bersama Kiba.

Suasana di ruang olahraga dalam gedung ini sudah seperti sebuah studio apalah, ramai sekali. Dua kelas tiga sekolah Konoha tumpah hari ini disini.

"Kau sudah sembuh, Naruto?"

Naruto menengadah pada suara guru Guy yang berdiri didepannya.

"Iya guru, aku baik-baik saja." jawab Naruto menyudahi menyimpul tali sepatu.

"Rekan sekamarmu bilang kau sedang sakit," lanjut guru Guy, ikut duduk disamping Naruto. "pinggangmu lebam, katanya."

"Oh, itu---" Naruto menggaruk tengkuk, "sudah sembuh, kok."

Saat itu Sasuke melintas didepan mereka, melirikan matanya lalu keluar dari ruangan ini.

"Baiklah," guru Guy berdiri, menyengir lebar, mengacungkan jempol tangannya. "Semangat Naruto!"

Naruto hanya mengangguk seraya tersenyum.

Apa-apaan si Sasuke itu? Berkata Naruto sedang sakit segala pula. Sok perhatian.

.

Sasuke  membungkukan badan, membenarkan simpul tali sepatu yang terlepas tiba-tiba. Angin pagi ini sedikit menguarkan hawa panas saat meniup acak rambutnya.

"Permisi," seseorang berdiri didepan Sasuke yang masih menunduk. Sepatu pentofel mengkilat terlihat jelas di matanya.

Sasuke mendongak lambat.

"Eh,"

"..."

Seorang pemuda dewasa berdiri tegap di depan pemuda raven itu. Sasuke mendelik tajam, berdiri menghadapi. Sopan, tak terbantahkan.

Surai merah pemuda dewasa itu bertiup lembut ditiup angin pagi. Mata ambernya berkilat tajam lalu menyendu sedetik kemudian.

"Aku mencari siswa bernama Namikaze Naruto," pemuda bersurai merah jingga itu bertanya tanpa memalingkan wajahnya dari keran air yang menempel disisian tembok di samping tempat berdirinya.

Sasuke mengamati, mengintimidasi dengan tatapan tajamnya. Intens.

"Tidak." Sasuke melangkah bersiap meninggalkan pemuda merah itu.

"Eh, tunggu---"

"Aku tidak mengenal nama itu." suara Sasuke tertelan sorak sorai siswa-siswi yang baru keluar dari ruangan olahraga, bersiap untuk tes lari. Jantungnya berdebum kencang, dia belum merencanakan hal kejutan seperti ini.

Pemuda berambut merah bergeming, memandang punggung tegap Sasuke yang menjauh dari sana lalu berkumpul bersama siswa lain untuk melakukan tes lari hari ini.

Kyuubi tersenyum miris, niatnya mengejutkan adik semata wayang malah dikejutkan wajah yang sangat familier dengannya.

"Apa kabar kau, Uchiha?" gumam Kyuubi seraya tersenyum pada angin yang lagi-lagi menyapanya panas dingin.

"Kau sudah menemukannya, Namikaze?"

Kyuubi berbalik, Kakashi, mantan guru favoritnya melambaikan tangan. Tersenyum di balik masker, lalu mendekatinya.

"Ah, belum, Sensei." Kyuubi tertawa ringan, "mungkin memang harus menunggu sampai jam pelajaran berakhir."

"Ya," Kakashi menanggapi sekadarnya.

Beberapa saat yang lalu pemuda itu datang ke kantor guru, bertanya tentang adiknya yang ternyata dikenal baik oleh seluruh penghuni sekolah. Sama sepertinya dulu yang terkenal karena kepintarannya.

Kakashi menyarankan untuk menunggu Naruto hingga pelajaran olahraga selesai, tapi pemuda rubah itu malah ingin mencarinya sendiri. Kejutan, katanya.

Lalu dia malah bertemu dengan Uchiha yang pernah dikenalnya sebagai adik dari mantan sahabatnya.

"Sial sekali, kenapa siluman rubah itu kembali dengan cepat. Aku harus bersiap.."

.

.

.

Bersambung,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top