b.o.y.s (love)

Disc : Masashi Kishimoto
Au!School, Yaoi, OOC, Typo, No Edit, and Just for Fun
.
.
.

B.O.Y.S
By.Puyamoya
~

Nguuuuung..

Bunyi sirine menggaung ditengah malam. Meramaikan suasana asrama putri yang sebagian penghuninya sudah terlelap.

"Sial," pemuda berambut nanas baru saja melompati pagar, berlari tunggang langgang meninggalkan keributan yang mungkin saja sudah dibuatnya.

Sementara seorang gadis pirang diikat dua berdiri sambil mengipasi lehernya yang masih terasa panas dengan senyum geli dibibirnya.

Selalu saja begini.

Pihak asrama akan membiarkan siapapun masuk dan bertemu dengan penghuninya setiap malam. Mereka akan dibiarkan mengobrol hingga larut dan akhirnya melakukan hal intim, namun setelah keduanya bernafsu sirine akan segera berbunyi nyaring dan mengusir siapapun tamu yang sedang horny.

"Brengsek," lagi-lagi pemuda nanas bernama Shikamaru itu mengumpat.

Dia masih berlari menuju asrama pria.

Ya, SMA Konoha salah satu SMA terbaik di Jepang. Memisahkan kegiatan sekolah berdasarkan gender. Murid-muridnya ditampung pada dua asrama yang berbeda. Asrama Putera dan Asrama Puteri.

Dengan gedung saling membelakangi dan Gedung Sekolah sebagai pemisah ditengahnya.

Kegiatan belajar-mengajarpun dibedakan, kecuali untuk pelajaran outdoor, biasanya tak jarang ada guru yang sengaja menggabungkan siswa putra dengan putri.

Itulah sebabnya banyak pasangan yang tercipta selesainya mereka bertemu pada pelajaran tersebut. Seperti Shikamaru Nara dan Temari yang dipertemukan pada pelajaran melukis yang saat itu ditugasi melukis pohon yang ada di belakang sekolah.

Pertemuan singkat itu telah memupuk rasa rindu, mengungkap rasa cinta saat libur sekolah dan mereka bertemu diluar gerbang sekolah.

Membuat janji dan menjadi sepasang kekasih.

Malam ini, sesudah meminta izib dari penjaga asrama putri pemuda Nara itu berhasil masuk bertemu sang pujaan.

Memadu kasih sampai dia terjebak.

Sial.

Shikamaru masih berlari mengitari gedung sekolah untuk sampai ditujuan. Asrama putera.

Memang susah dan menyakitkan berlari saat kau sedang mengeras dibawah sana.

Sambil sesekali menyentuh dengan niat melonggarkan celananya yang sudah sesak, Shikamaru tergesa membuka gerbang asrama.

Tentu saja tidak dikunci. Inilah perbedaannya dengan asrama perempuan yang lebih ketat.

Dengan langkah lebar-lebar dan cepat dia menuju lantai dimana kamarnya berada.

Lantai 3.

Tanpa lift, sungguh dia sangat tersiksa saat ini.

Sepatunya lebih keras menghentak lantai dimana kamarnya berada, oke, beberapa langkah lagi.

Shikamaru berusaha mengatur nafas.

Tok tok tok

Mengetuk pintu dia berdiri dengan tidak sabar.

Pintu bergeming, Shikamaru frustasi.

Dok dok dok

Disingkirkannya sikap sopan santunnya, dia menggedor pintu.

"Buka!" teriaknya lantang.

Dari dalam kamar seorang pemuda bangkit terduduk mendebgar suara ribut didepan pintu kamarnya.

Masih mengenakan blind fold yang digeser ke keningnya, dia terhuyung-huyung menuju pintu.

Cklek

Pintu terbuka, menampilkan satu lagi pemuda tanggung layaknya Shikamaru.

Inuzuka Kiba. Roomate.

"Shika-"

Brak..

Shikamaru masuk lalu menutup pintu dengan keras.

"Kau sudah pulang,"

"Kiba,"

"Kalau ingin makan, ada didapur."

Kiba merangkak keatas ranjang, hendak melanjutkann tidurnya.

Grap

Tangannya ditarik kasar hinnga dia meringis.

"Aku ingin kau, bantu aku Kiba,"

Sekarang mereka sudah berdiri berhadapan.

"A apa maksudmu?" Kiba masih mengantuk tentu saja itu pertanyaan yang wajar baginya.

"Bantu aku Kiba, aku habis bertemu Temari." Pemuda nanas beriris mirip kuaci ini sejenak melayangkan pandangan kearea sensitifnya.

Menggembung parah.

"Lagi?" seakan terbangun dari koma, Kiba berteriak mendelik pada apa yang dilihat temamn sekamarnya.

Shikamaru hanya mengangguk kecil, mendekati Kiba.

Yang didekati mundur.

"Tidak mau!" serunya tanpa ragu.

Kiba langsung menutup mulutnya, tempat yang selalu menjadi korban dalam hal ini.

Bukan kali ini saja, Shikamaru sudah berulang kali melakukan hal ini padanya. Memang tak ada protes darinya, selain Kiba juga menikmati dia akan mendapat berbagai kemudahan belajar hasil barternya dengan pemuda dihadapannya ini.

"Kau teman mesum, minggir," Kiba mendorong tubuh Shikamaru sambil menunjuk-nunjuk wajah Shikamaru tidak sopan.

"Kumohon, sekali lagi saja." Shikamaru sudah mengatupkan kedua telapak tangannya bersikap memohon.

"Akan kukerjakan semua tugas sekolahmu," bujuknya membuat mata Kiba berbinar dalam waktu sepersekian detik.

"Tidak, aku sedang tidak ingin." tolak pemuda bermarga Inuzuka itu cepat.

Shikamaru melangkah mendekati, berusaha membujuk demi terlepasnya hasrat yang muatanya sudah full.

"Kau mau apa? Aku sedang-"

Dengan cepat, Shikamaru menarik Kiba kedalam pelukannya.

Mendekapnya dengan sikap siasat.

Sebentar pemuda bertato segitiga dimasing-masing pipinya itu terdiam, lalu melepaskan pelukan hangat Shikamaru.

"A aku sedang sariawan, mulutku," mundur satu langkah Kiba membuka mulut dan menarik bibirnya hingga terlihat beberapa bulatan putih didalamnya.

Shikamaru meringis.

Celananya malah makin ketat.

Sial, padahal sudah beberapa menit berlalu dia mencumbu Temari, teman kencannya. Tapi juniornya masih belum tidur juga.

Malah semakin tegak menantang keluar paksa menembus fabric celananya jika tak segera dibebaskan.

Dia meringis lagi.

Sudah beberapa kali barangnya itu masuk memerkosa mulut teman sekamarnya, tidak heran jika jadi kebiasaan ingin masuk kedalam sana lagi kali ini.

"Bagian tubuhmu yang lain, tidak sedang sariawan kan?"

Pemuda Nara maju mengeliminasi jarak sambil menyeringai mesum.

"Kau mau apa?!"

Kembali Kiba panik memundurkan tubuhnya hingga membentur dinding kamar.

Dalam hitungan detik dan gerakan super cepat, tangan sang Nara sudah melingkar dipinggangnya, menariknya dan merapatkannya dengan tubuh pemuda jenius didepannya.

"Hentikan. Lepaskan aku, Shikamaru!"

Raungan Kiba seolah tak didengarkan Shikamaru. Dia sudah buta oleh nafsunya, dirinya membutuhkan pelampiasan sekarang juga pada saat hanya ada sang roomate yang ada dihadapannya.

"Kumohon," kepala nanas Shikamaru sudah menyuruk dileher sipecinta anjing.

Mengesekan hidung dan bibirnya membuat Kiba hampir tertawa geli, namun gagal saat Shikamaru menghisap kulit lehernya hingga berwarna merah pekat.

"Agh,"

Kepala Kiba terlempar kebelakang, kakinya lemas seketika.

Ini tidak benar. Dia itu salah satu atlet sekolah, tidak mungkin merasa lemas hanya karena lehernya dihisap begitu saja.

Tidak mungkin.

Shikamaru melanjutkan invasinya, kali ini dipegangnya tangan Kiba yang akan berontak lalu dia menekankan tubuhnya ke tubuh Kiba.

"Jangan becanda, Shika-

AGH!"

Kiba tidak dapat menahan suaranya saat lutut temannya itu menggesek bagian privasinya.

"Ditempat lain kau mau kan, Kiba?"

Tangan nakal Shikamaru merayap perlahan kebelakang tubuh Kiba, berhenti tepat dibagian bokong dan mengusap seduktif bongkahan yang masih terlapis piyama itu.

"Apa maksudmu? Bermain solo saja sana!" seruan Kiba tak lantas membuat Shikamaru berhenti mengusap bokong kenyal Kiba.

"Disini," Shikamaru mengeluskan satu jarinya dikerutan rektum Kiba.

Tubuh Kiba tiba-tiba bergetar, dia syok temannya akan berbuat seperti ini.

Ini pelecehan namanya.

"Kau ini kenapa? Pergi! Lepaskan aku!"

Kiba semakin panik saat jari itu mulai menusuk-nusuk dari luar.

"Hey!!"

Sekuat tenaga Kiba mendorong Shikamaru hingga mundur beberapa langkah.

"Kiba, tidak separah itu. Aku hanya memintanya sekali ini saja. Jangan terlalu histeris!"

Shikamaru memegang tangan Kiba yang sedikit gemetar.

"Kau gila!" raung Kiba.

"Tidak, berikan aku malam ini saja dan aku tidak akan mengganggumu lagi. Dan akan kukerjakan semua tugas-tugasmu hingga akhir semester nanti."

Tawaran Shikamaru lebih dari menggiurkan, Kiba sadar jika tanpa pengorbanan mulutnya selama menjadi pelampiasan hasrat dari teman sekamarnya itu, dia mungkin tidak akan lulus satu mata pelajaranpun semester ini.

Maka ia sedang menimang segala kemungkinannya.

"Oke," itu masih Shikamaru yang berkata, "Kalau kau tidak mau-"

"Tunggu!" seru Kiba tiba-tiba.

Shikamaru menyeringai dalam hati.

"A apalagi yang bisa a aku dapatkan?" Kiba hanya ingin memastikan.

"Banyak," kata Shikamaru lantang.

"Kau boleh bebas tugas sampai bulan depan,"

Waw, ini mengasyikan. Itu berarti Kiba tidak harus beres-beres kamar, giliran memasak, mencuci seragam, dan banyak hal lainnya yang akan dibebaskan darinya.

Keren.

"Kau akan melakukan apa yang kuminta?" syarat terakhir yang Kiba ajukan, semoga si Shika ini tidak mau, bhatinnya.

"Boleh. Sesuai kemampuanku." jawab serta merta Shikamaru tanpa ragu.

Libido sialan, Temari kurang ajar, asrama puteri brengsek. Shikamaru merasa otaknya menumpul garu-gara benda menggembung dibalik celananya.

Tubuh Kiba melemas, sikap menyerah.

Sudahlah, mungkin ini tidak akan semengerikan yang dipikirannya. Lagipula banyak keuntungan yang didapatnya kali ini.

"Baiklah," lirih si Inuzuka, dia melepas kancing teratas piyamanya.

Shikamaru mengamati dengan pandangan menyelidik.

"Hanya malam ini saja!" kata Kiba.

"Dan kau dapat segalanya," timpal Shikamaru meyakinkan.

"Deal,"

"Oke,"

.

Sebenarnya ini adalah pertama kalinya untuk mereka.

Shikamaru tidak tahu menahu tentang hubungan intim sesama lelaki dan Kiba terlanjur tergiur oleh tawaran Shikamaru.

Jadilah dua pemuda itu yang kebingungan dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun.

"Lakukan penetrasi, mungkin akan sakit." usul Kiba saat Shikamaru sudah memosisikan benda tumpul miliknya yang sudah mengacung didepan lubang rektum Kiba.

"Bagaimana?"

"Kau bahkan tidak tahu caranya?!" Kiba mulai pegal, berposisi seperti hewan berkaki empat berdiri itu sangat memalukan menurutnya, selain pegal dia juga malu bagian belakang tubuhnya harus berhadapan langsung dengan wajah Shikamaru yang masih tidak percaya tubuh Kiba akan terlihat menggoda malam ini.

"Cepat, Shika!"

"Apa?"

"Lakukan apa yang ingin kau lakukan," Kiba memutar bola matanya tidak percaya, si jenius Shikamaru akan kehilangan kemampuannya itu saat keadaan seperti ini.

"Coba dengan jarimu,"

Usulan Kiba boleh juga, dia merasa pernah melihat hal itu di film biru koleksi temannya yang lain.

Walau yang pernah ditontonnya adegan sex normal alias pasangan straight seperti kebanyakan. Dia yakin sedikit banyak ada persamaan dalam hal persetubuhan macam ini.

Maka dengan pelan ia mengelus kerutan milik Kiba, memandanginya dengan intens membuat darahnya berdesir lebih cepat dari biasanya.

Masih dengan perlahan dan sedikit ragu, ia menjilati jari tengahnya.

Tanpa pikir panjang lagi Shikamaru mencoba menusukan jarinya yang sudah basah itu kedalam lubang rektum Kiba.

"A apa itu?" tanya Kiba merasakan benda asing dilubangnya.

"Jariku," jawab Shikamaru santai.

"Cepat, ini mulai tidak nyaman!"

Kiba menggoyang-goyangkan pantatnya, Shikamaru meneguk ludah.

Damn Kenapa Kiba seksi sekali?

Tiba-tiba saja jantungnya terpompa lebih cepat. Dia memasukan jari dengan sekali gerakan.

"AWH! SA SAKIT,"

Shikamaru sedikit tersentak, Kiba tidak pernah berteriak seperti ini walau mengalami cedera. Dan sekarang-

"Ini benar-benar tidak nyaman, keluarkan, Shika! Keluarkan!"

Shikamaru melanjutkan penetrasinya, dia mengoles seluruh dinding didalam sana dengan pelan lalu dia mulai mengeluar masukan jari tengahnya itu mencoba mencari hal yang mungkin saja akan mengurangi ketidaknyamanan pada Kiba.

"Sakit. Hentikan." Kiba hanya berucap lirih.

Ini memang sakit, dan dia tidak mau membohongi diri sendiri dengan pura-pura kuat.

"Tahan!"

"Keluarkan Shikamaru, aku tidak kuat!"

Tidak mendengarkan Kiba, Shikamaru melanjutkan aktivitasnya. Ini membuat libidonya kembali terpancing keluar dan mati-matian dia menahan nafsunya.

"Aku akan mulai," kata Shikamaru merasa lubang itu sudah dapat menerima kehadiran jari-jarinya. pemuda Nara itu memosisikan kejantanannya didepan lubang Kiba.

"Uh?"

JLEB

"AK..!"

Hening.

"Kau tidak apa-apa, Kiba?"

Keduanya membatu sesaat sebelum Kiba menggerakan badannya, memberontak.

"Keluarkan!" teriak Kiba kencang, "Ini tidak akan berhasil, cepat keluarkan! Sakiit.." lolongan Kiba membuat Shikamaru terhenyak, namun dia sudah tak dapat mundur lagi.

Tanggung.

"A aku bergerak," kata Shikamaru tak menghiraukan jeritan rekan sekamarnya itu.

"Ja- Ahhn...ini benar-benar sakit,"

"Jangan bergerak, Kiba!"

Shikamaru terus menggerakan pinggul dengan kecepatan konstan. Ini sangat menyiksa, lubang sempit Kiba seperti menjepit erat miliknya.

"Ahhhnn.." suara Kiba terdengar berubah. Kiba juga mencengkeram bantal yang dipegngnya dari tadi.

"Disana-"

Shikamaru reflek menghentikan gerakannya.

"Uh?"

"Jangan berhenti, disana tadi, Shikamaru. Cepat!"

Shikamaru bingung, bukannya Kiba tadi meminta berhenti ya? Kenapa sekarang malah menyuruhnya untuk tidak berhenti. Kenapa si Kiba ini?

"Kau-"

"Iya.. iya, disitu. Cepat, bergeraklah lagi!"

Lho?

Shikamaru perlahan menuruti keinginan rekannya itu, tidak apa-apa lagipula dia juga masih butuh pelampiasan.

Akhirnya Shikamaru kembali bergerak, menggali kenikmatan untuk dirinya sendiri tanpa menyadari jika Kiba pun merasakan hal yang sama, hanya saja setelah berteriak-teriak tak jelas tadi, Kiba malah tidak bersuara lagi. Dia seperti menahan sesuatu.

Shikamaru jadi merasa sedikit bersalah, bagaimanapun juga dia yang telah memaksanya. Apakah ini masuk dalam kejahatan? Pemerkosaan?

Sambil berpikir pemuda Nara itu terus bergerak mengabaikan Kiba yang juga bergerak gelisah masih dalam posisi merangkak.

"Sh Shika, aku.. mau pipis, sepertinya,"

"A aku juga, tunggu,"

"AKH.." cairan dari barang milik Kiba keluar duluan, dia mendesah keras menikmatinya. Sementara Shikamaru menyusul menembakan cairan kental itu didalam tubuh Kiba.

"Ohh," Shikamaru memejamkan matanya merasakan pelepasan yang sungguh berbeda dari yang pernah dia rasakan dengan perempuan yang pernah dikencaninya.

.

Tidak ada yang bergerak selama beberapa detik setelah kegiatn panas itu. Kiba meringkuk dibawah selimut sedikit menjauhi Shikamaru. Sedangkan Shikamaru hanya melamun memandangi langit-langit seoalh disitu ada hal yang lebih menarik.

"Ini--" suara Kiba lirih terdengar ragu dari balik selimut.

"Tidak akan terjadi lagi 'kan?"

"Tidak!" Shikamaru menjawab cepat dan tegas.

Kiba menggigit bibirnya, ada rasa sedikit perih didadanya tapi dia harus sadar bahwa ini hanya akan terjadi sekali ini saja.

Shikamaru sudah berjanji 'kan?

Lho? Kenapa Kiba malah bertanya sepeti itu? Kenapa dirinya seperti yang masih mengharapkan ini akan terjadi lagi? Apakah Kiba tiba-tiba menyukai Shikamaru karena sudah mengambil keperjakaannya malam ini?

Saa..
.
.
.
.
.

Seminggu kemudian,

Hari senin yang cerah.

Langit bersih menghiasi kota Konoha.

Suara siswa-siswi terdengar riang dihalaman sekolah.

Siang ini, jam makan siang hampir semua siswa mendatangi kantin.

Hanya Naruto, salah satu siswa di SMA Konoha, yang duduk santai dibangku taman belakang sekolah bersama teman sejawatnya, Kiba.

Namanya Naruto Uzumaki dan dia sudah berteman dengan Kiba sejak SMP.

Begitulah mereka akrab.

Bahkan sangat dekat hingga mempercayai satu sama lain dengan bercerita hal pribadi sekalipun.

"Kamu masih tidak bicara dengan roomate-mu itu?" Naruto memulai obrolan.

Dia ingat Kiba pernah bercerita tentang Shikamaru yang 'memaksanya' lalu malah tidak bicar setelah itu sampai sekarang.

Naruto memang tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, dia hanya tahu bahwa Shikamaru kerap memanfaatkan kebaikan Kiba dalam memberikan apa yang Shikamaru inginkan.

Naruto tahu kalau Kiba selalu jadi pelampiasan si rambut nanas tanpa meraba hati Kiba yang sesungguhnya.

Bisa saja Kiba jadi balik menyukai Shikamaru 'kan?

Naruto yakin Kiba punya perasaan lebih pada teman sekamarnya itu walaupun untuk hal ini Kiba agak sedikit tertutup.

"Ha-ah," Kiba hanya mendengus pelan. Dia sudah putus harapan, Shikamaru sepertinya tidak akan 'mengganggunya' lagi mulai minggu depan.

Ada rasa kecewa dihati Kiba mengingat malam panas yang mereka lalui saat itu dan Shikamaru malah terkesan menjauhi esok harinya hingga hari ini.

"Tadi kulihat dia ada dikantin, makan roti melon dan minum susu." informasi Naruto yang diabaikan Kiba.

Kiba juga tahu hal itu.

Bagaimana tidak? Semingguan ini dia merasa jadi stalker jadi-jadian karena membuntuti Shikamaru kemanapun pemuda jenius itu pergi.

Bahkan saat Shikamaru ke toiletpun Kiba tahu dan akan mengikutinya diam-diam.

Kiba ingin tahu apakah Shikamaru bertemu dengan Temari, kekasihnya itu, dihalaman belakang sekolah dengan alasan pergi ke toilet?

Tapi untuk apa dia mencari tahu? Kiba bukan siapa-siapanya Shikamaru, dan itu membuat dadanya sesikit linu saat mengingat siapa orang yang selalu ada untuk menjadi pelampiasa hasrat Shikamaru?

Dia 'kan?

Ini tidak adil.

"Kamu menyukainya 'kan, Kiba?" Naruto menggoyang-goyangkan sumpit didepan wajah Kiba, bermaksud menggodanya.

Kiba menatap Naruto sebentar, percuma saja dia tidak jujur pada sahabatnya ini. Naruto jelas-jelas sudah curiga padanya.

"Lalu aku harus bagaimana?"

Kiba meletakan kotak bekal disisinya. Nafsu makannya hilang tiba-tiba.

Naruto tersenyum sambik mengunyah makanannya.

"Katakan saja padanya," ujar Naruto, rambut pirangnya bergerak tertiup angin siang.

"Gampang saja untukmu, coba kau jadi aku," sungut Kiba dengan mulut masih penuh makanan.

"Kalau aku jadi kau, aku akan mengatakannya." Naruto ikut meletakan kotak bekalnya disamping tempat duduknya.

"Tentang apa tanggapan dia mengenai hal itu, terserah. Pokoknya aku tidak ingin menyiksa diriku sendiri dengan rasa penasaran,"

Kiba mendengarkan tapi tidak berkomentar. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

Mudah sekali Naruto bicara seperti itu, pemuda pirang berparas menawan itu selalu berpikiran positif pada apapun.

Dia sama sekali tidak memiliki pemikiran buruk pada orang lain.

Baginya jika orang itu tidak sampai menyakitinya dia tidak akan mengambil tindakan apapun.

Naruto selalu punya alasan positif jika orang lain berbuat tidak baik.

Kiba tahu itu, semua orang tahu itu. Naruto itu sangat baik dan menarik.

Satu yang tidak baik darinya adalah, Naruto tidak ingin memiliki teman sekamar layaknya siswa lain disekolah ini. Seperti Kiba dan Shikamaru.

Alasannya simpel saja, dia tidak mau ada salah paham antar roomate sepert banyak kasus yang terjadi. Tentu saja seperti kasus ShikaKiba.

Naruto hanya berpikir tidak ingin mencari masalah. Bagaimana kalau masalah itu ditimbulkan olehnya sendiri dan menyakiti teman sekamarnya.

Dia tidak ingin jadi orang yang terus-terusan merasa bersalah, lalu putus asa.

Thats all.

"Aku tetap tidak bisa, Naruto," keluh Kiba yang merasa sangat ingin seperti Naruto yang punya pikiran terbuka dan hati yang baik.

"Aku akan membantumu," usul si pirang dengan wajah ceria.

Kiba menunduk, lagi-lagi Naruto akan membantunya.

Kiba malu, tapi sepertinya memang harus dicoba.

Maka, iapun menganggukan kepalanya walau lemas.

"Baiklah, ayo kita ke kelas. Akan ada murid baru hari ini." ujar Naruto membereskan kotak makannya lalu berdiri.

Kiba mengikuti tingkah Naruto, mereka berjalan beriringan kembali ke kelas mereka.

Sejak kemarin, guru Kakashi sudah memberi pengumuman akan ada siswa pindahan baru ke sekolah ini. Tepatnya ke kelas Naruto dan Kiba.

.

Bunyi bel masuk berbunyi nyaring, seluruh siswa yang masih diluar kelas segera masuk ke kelas mereka masing-masing.

Naruto dan Kiba sudah duduk manis dibangkunya, begitupun Shikamaru yang datang ogah-ogahn membawa kantong kertas kecil ditangannya.

Pemuda berambut nanas itu berjalan santai dan duduk dibangkunya didepan Naruto tanpa melihat Kiba yang duduk disebelah Naruto.

Beberapa detik kemudian seorang guru datang bersamaan murid terakhir yang datang ke kelas ini.

Umino Iruka yang mengajar kali ini dikelas Naruto.

"Selamat siang anak-anak," Iruka memberi salam yang dijawab serentak oleh seisi kelas.

"Seperti yang kalian tahu, hari ini akan ada murid pindahan baru ke kelas ini." guru dengan luka garis melintang dihidungnya itu menepuk tangannya satu kali.

"Oke, saya akan mengenalkannya pada kalian. Tapi ingat," Iruka mengacungkan telunjuknya.

"Jangan naksir sama orang ini, ya," senyumnya terkembang diiringi tawa renyah seisi kelas yang mengerti maksu guru didepan mereka.

Ini sekolah khusus laki-laki 'kan? Tidak mungkin mereka naksir lelaki lain. Kecuali Kiba.

"Nah, dia akan datang sebentar lagi. Tolong beri kesan bagus ya untuk kelas kalian."

Iruka tersenyum lagi, berjalan mendekati pintu kelas dan melongokan kepalanya keluar.

"Oh," serunya tiba-tiba lalu kembali kedepan kelas.

"Kalau begitu, mari beri sambutan untuk murid baru ini." Iruka menyeringai.

"Silakan masuk!" serunya sedikit menggerakan kepala kearah pintu masuk agar panggilannya didengar oleh orang yang berada diluar sana.

Suasana kelas tiba-tiba riuh, sedikit penasaran seperti apa rupa si murid baru ini.

Waktu seperti berjalan lamban, bahkan Naruto sedikit berdecak sebal menunggu kedatangan siswa anyar itu.

Mana? Tidak ada.

"Sedang sisiran dulu, mungkin," seloroh Kiba yang disambut keributan kecil dari kelas sebelum suara sepatu pentopel mengalun elegan memasuki kelas.

Dalam dimensi lain, kelas berubah menjadi lorong gelap dengan dinding diukir abstrak, udara dingin menyelimuti, bau asing hinggap dipenciuman mereka. Dan tatapan tajam mengintimidasi menembus cakrawala hingga bernafas pun sulit rasanya.

Gelap dan dingin.

Waktu seperti berhenti sepersekian detik sebelum sosok misterius pembawa kegelapan dan kedinginan itu berdeham membersihkan tenggorokannya, mengambil kesadaran mereka yang duduk didepannya.

"Selamat siang," itu adalah salam normal yang dikatakan orang-orang diwaktu siang hari.

Namun lagi-lagi itu terdengar seperti bernuansa magis yang mengatakan hal paling menyeramkan yang mereka dengar.

Sosok tinggi bertubuh tegap dengan sorot mata dingin menusuk itu bergerak satu langkah mendekati kursi-kursi tempat duduk murid.

"Halo," agak canggung suara bass miliknya meyakinkan dirinya tidak masuk kelas yang salah.

"Ada apa ini?" Untung ada Shikamaru. Dia bangun dari tidurnya karena tidak mendengar suar riuh kelasnya yang tidak biasa.

Rupanya seperti kebiasaannya sejak lama, dia tertidur dikelas hingga tidak terhipnotis kedatangan pemuda baru datang tadi.

Kelas tersadar, mereka bernafas lega. Menengok kearah Shikamaru yang sedikit kebingungan.

"Ada apa?" tanya Shikamaru sekali lagi, dia sedang tidur dan tidak ingin diganggu. Kelasnya malah sepi.

"Ah," Iruka juga baru tersadar, dia menggelengkan kepalanya sebentar lalu melangkah mendekati sang murid baru.

"Si- Silakan perkenalkan dirimu, anak muda." kata Iruka setelah kembali pada kenyataan.

Pemuda berparas memesona itu menoleh sebentar pada sang guru lalu kepalanya bergulir kembali menatap kelas yang masih hening.

"Namaku---

Pemuda tampan itu menyisir seisi kelas dengan pandangannya. Lalu berhenti disatu titik dimana pemuda lain duduk tenang disana.

---Uchiha Sasuke." bass suaranya menekan.

Kali ini kelas merespon ribut perkenalan yang dilakukan murid baru itu.

Uchiha?

Benarkah dia Uchiha?

Uchiha yang itu?

Ada Uchiha lagi di sekolah ini, ya?

Sepertinya hanya Naruto yang tidak ikut membuka suara, dia sih tenang-tenang saja.

Naruto sangat menerima siapapun siswa baru yang datang ke kelasnya, termasuk si Uchiha yang satu ini.

Bukan tidak tahu, dia juga sering mendengar kisah-kisah sekolah ini dimasa lalu.

Ya, karena kakaknya, Kuubi, mantan murid di sekolah ini.

Sangat berprestasi dan sekarang tinggal di luar negeri bersama tunangannya yang tengah mengandung.

Naruto tersenyum mengingat hal baik dari kakaknya itu.

Dia ingin seperti kakaknya, tentu saja. Berprestasi di sekolah, jadi lulusan terbaik, melanjutkan perguruan tinggi ketempat terbaik dan mendapatkan calon istri terbaik pula, Shion namanya.

Beruntungnya Kyuubi.

Dan tentang Uchiha, Naruto mengenal nama itu karena Kyuubi sebagai rekan sekamarnya.

"Baiklah, berkenalannya bisa nanti saja." Iruka menginterupsi.

"Sekarang, kau carilah tempat duduk, Uchiha."

Iruka membantu mencari kursi kosong selain kursi disebelah Shikamaru.

Tampaknya hanya kursi itu yang kosong jika ingin semua murid duduk berpasangan.

"Aku akan mengambil tas-ku dulu," imbuh si murid baru seraya melangkahkan kakinya keluar kelas.

Kelas mulai riuh.

Dengan tanpa alasan Iruka menunjuk Kiba untuk pindah duduk bersama Shikamaru dan si murid baru akan duduk bersama Naruto karena Iruka tahu bagaimana ramah dan supelnya Naruto.

Kiba meringis enggan menuruti perintah gurunya itu, sudah satu kamar masa harus satu bangku juga? Belum lagi keadaan mereka belum normal.

Kiba melirik Naruto meminta bantuan.

"Anggap saja ini kesempatan bicara lagi dengan teman sekamarmu itu," Naruto tiba-tiba berbisik ditelinga Kiba.

"Nara Shikamaru, beri tempat duduk untuk Kiba!" seru Iruka sebelum si murid baru akhirnya kembali ke kelas lengkap dengan tas-nya.

Bahu Shikamaru sedikit tersentak mendengar nama Kiba disebut. Ia lalu mendongak, menengok patah-patah pada Kiba yang sedang bersiap pindah duduk kesampingnya.

Segera Shikamaru menarik tas-nya, memberi tempat duduk untuk Kiba.

Naruto tersenyum simpul melihat Kiba.

"Kau, duduk dengan Naruto. Naruto angkat tanganmu!" seru Iruka sambil menoleh pada Naruto sementara dirinya mempersiapkan buku untuk pelajaran kali ini.

Naruto mengangkat tangan.

Sasuke menyampir tas-nya, berjalan menuju bangku yang dimaksud.

Sasuke berhenti didepan bangku Naruto, mereka berpandangan. Diam.

Naruto tersenyum, untuk sepersekian detik baruan Sasuke seperti mempause dirinya sendiri. Setengah terbuka mulutnya bergerak ambigu.

Lalu tidak ada yang terjadi.

Sasuke mendik pada meja kosong di belakang tempat duduk Naruto.

"Aku duduk disini saja," suara bariton dengan nada dingin itu tiba-tiba terucap tanpa mengalihkan pandangannya pada mata biru yang berhasil membius Sasuke sesaat tadi.

Naruto tidak menanggapi hal itu dengan berlebihan, malah teman sekelasnya yang mencibir keputusan Sasuke yang menolak duduk dengan siswa paling baik, ramah dan pintar seperti Naruto.

"Oh, terserah jika kau mau mengambil kursi tambahan dari gudang sekolah," Iruka sudah memegang buku untuk memulai pelajarannya.

"Naruto, antar Sasuke mengambil kursi untuknya dari gudang!" sejenak Iruka melihat Naruto yang tengah menolak Kiba untuk kembali duduk bersamanya.

"Kau dengan Shikamaru saja," bisik Naruto.

Naruto mendongak, tersenyum ia keluar dari bangkunya.

Sasuke mengikuti dalam diam.

"Oke, buka halaman 137!" dan pelajaran pun dimulai.

.

Langkah-langkah kaki tenang milik Naruto dan Sasuke beriringan di koridor menuju gudang yang letaknya di belakang bangunan sekolah. Sedikit jauh dari dereta kelas.

Sasuke masih diam mengikuti pemuda pirang didepannya. Naruto sendiri tidak mau memulai pembicaraan, dia sedang menjaga mood si murid baru yang terlihat tidak senang saat didekatnya tadi.

Sasuke berdeham.

Naruto menghentikan langkahnya, tulisan 'gudang' diatas ruangan sudah terlihat. Sejenak dia menoleh pemuda beeparad cantik yang mengekorinya tanpa suara sedari tadi.

"Ehem," Naruto membersihkan tenggorokan. "Kursinya ada didalam," katanya seraya membuka pintu gudang yang memang tidak terkunci.

Sasuke bergerak lambat memasuki ruangan yang sedikit gelap itu, melirikan ekor matanya pada Naruto yang sibuk bersiul tidak peduli.

Tidak lama dari itu si murid baru datang membawa kursi untuknya. Dia keluar lalu tiba-tiba menghadap Naruto.

"Kau--- Naruto 'kan?"

Kedua tangan Sasuke menggenggam kursi yang dibawanya dari dalam gudang.

Naruto mengangguk. Tersenyum.

"Benar," katanya santai. Lalu menutup pintu dan kembali berjalan meninggalkan gudang bersama Sasuke disampingnya.

Saat menoleh, Sasuke memoles bibirnya dengan senyum samar yang tidak bisa disebut senyum karena memang tidak terlihat sama sekali. Naruto balas tersenyum walau dia lakukan secara basa basi.

Mereka tiba dikelas.

Iruka sedang menulis dipapan tulis, disalin oleh murid-murid di belakangnya.

Naruto duduk dibangkunya, pun dengan Sasuke yang memutuskan untuk duduk sendiri diurutan paling belakang kelas ini.

Ah, Naruto ya?

Pandangan Sasuke tidak terlepas dari kepala pirang siswa yang duduk didepannya. Dia sudah tahu. Ini sudah saatnya.

Ya, inilah waktunya.

.

..

...

Bersambung.....

Terinspirasi dari lagu dengan judul yang sama dengan Fic-nya milik Charlie XcX..
Tadinya mau wansyot, tapi karena suatu hal jd ada beberapa syot lagi didepan.

Semoga bisa menghibur, maaf kalo ada yang tidak berkenan dan terimakasih buat yang udah bacaaaa. Vote dan komen biar rame ya~

Minggu besok saya up yang Mercury Rising ya.. / gada yg nunggu

Salam,
Puyamoya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top