CHAPTER 1 L'éternité en Retrait

Varisa, Francia, November 2212

Zev Devereaux tengah mematut diri di depan cermin besar di kamarnya yang bernuansa biru safir dan charcoal, diiringi suara Glenn Miller di latar belakang.

Pria itu tampak menawan seperti biasa dengan setelan jas biru tua bergaya semi formal yang membalut tubuh rampingnya. Dia memiringkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan penampilannya tak bercela.

“Zev ...” panggil sebuah suara. “Boleh aku ikut?” tanya suara tersebut. Nada bicaranya terkesan manja dan dibuat-buat.

Zev sudah mengabaikan pemilik suara itu——Azazel——yang terus menatapnya dengan tatapan memelas sejak dia keluar dari kamar mandi sekitar setengah jam lalu. Dia menyemprotkan parfum beraroma sitrus dan air laut ke pergelangan tangan serta bagian belakang telinganya sebelum kemudian menjawab, “Tentu saja tidak,” dengan nada tak acuh.

“Zev, ayolah,” rengek pemuda itu. “Kumohon. Ya, ya, ya? Hari ini kau akan mengawasi pemotretan, ‘kan? Biarkan aku ikut!”

Saat menoleh, Zev mendapati mata sewarna amethyst Azazel tengah mengerjap-ngerjap seperti seekor anak kucing jalanan yang minta dipungut. Bedanya, jika anak kucing menimbulkan perasaan sayang sehingga Zev ingin membawanya pulang, ekspresi pemuda itu justru membuat Zev ingin menempelengnya.

Zev mengernyit. “Dari mana kau tahu?” tanyanya. Pria itu terdengar tak senang. Seingatnya, dia tak pernah memberitahu Azazel mengenai jadwalnya.

Pemuda itu menyengir, membuat lesung pipinya tampak. “Aku melihat jadwalmu,” ujarnya sambil cengengesan, tidak merasa rikuh sedikit pun karena sudah mengintip agenda orang lain tanpa izin. “Ya? Izinkan aku ikut! Aku bisa mati karena bosan kalau terus-menerus terkurung di apartemenmu ini,” bujuk Azazel yang kini memasang tampang memelas.

Zev mendengus. “Jawabannya tetap tidak. Lagi pula, memangnya hantu bisa mati?”

Azazel menyilangkan kedua tangannya di dada, bibirnya mengerucut. “Aku bukan hantu! Kau tahu itu, Zev,” gerutunya.

Zev mengangkat bahu tak acuh. Ia malas menanggapi permintaan Azazel. Pasalnya, setiap dia berbaik hati mengizinkannya ikut, pemuda itu sering kali berulah.

Hari ini sangat penting dan dia tidak ingin Azazel mengacaukannya. Lagi pula, Zev tidak berminat beralih pekerjaan menjadi pengasuh dari sesosok hantu remaja perengek.

Zev mengenakan jam tangan, melilitkan syal ke lehernya, kemudian mengenakan mantel. Meski musim dingin seharusnya masih lebih dari satu bulan lagi, tetapi suhu udara mulai menurun. Dia menyambar ponsel, kunci mobil, serta sebuah tas, kemudian melangkah keluar.

Ketika hendak menutup pintu kamar, Zev melihat Azazel tengah menelungkup di tempat tidur. Salah satu sayapnya yang hitam keunguan terkulai lemah ke lantai. Zev mendengar pemuda itu menggerutu tak jelas——merajuk.
Zev memutar matanya, kemudian menutup pintu.

***

Tempat tinggal Zev merupakan bangunan tua dengan arsitektur indah yang telah dialih-fungsikan menjadi apartemen mewah berteknologi canggih. Unit apartemen Zev sendiri memiliki sistem audio canggih, sistem pengaturan pencahayaan serta suhu dengan sensor gerak, serta sistem keamanan dengan teknologi biometrik.

Bangunan itu berada di 6th Arrondissement, tepatnya di Saint Germain des Pres. Lokasinya tak jauh dari Musee national du Moyen Age——yang akan menjadi lokasi pemotretan kali ini.

Pemotretan ini merupakan yang terakhir dalam rangkaian persiapan kampanye perilisan koleksi terbarunya yang bertajuk L'éternité en Retrait. Keabadian dalam keasingan.

Pemotretan sebelumnya dilakukan di dua lokasi yang berbeda, yaitu Lac du Bourgetta——yang merupakan danau terdalam dan terluas di Francia, serta menara Eiffelia. Semuanya merupakan lokasi-lokasi ikonik di Francia.

Andai tidak sedang membawa perhiasan senilai ratusan ribu franc, pria itu lebih memilih pergi dengan berjalan kaki daripada menyetir. Lagipula, jarak apartemen Zev ke Musee national du Moyen Age tidak terlalu jauh.

Zev sangat bersemangat. Pasalnya dia yakin kalau koleksi yang akan rilis kali ini bakal sukses besar di pasaran. Ditambah model yang menjadi brand ambassador-nya sedang naik daun. Kalau sampai tak ada orang yang tertarik, dia yakin bukan karena desainnya, melainkan selera orang-orang itu saja yang terlalu rendah sehingga tidak bisa melihat keindahan karya seninya.

Beberapa menit kemudian, Zev tiba di lokasi. Ia memarkir mobilnya di dekat Musee national du Moyen Age, di samping mobil convertible merah milik adiknya, Maeve. Sudah ada mobil van putih bertulis nama perusahaannya di sana. Selain itu ada juga beberapa kendaraan yang tak ia kenali. Kemungkinan kendaraan tersebut milik tim fotografer dan model yang disewanya.

Zev turun dan dengan hati-hati membawa perhiasan ciptaannya——mahakaryanya, lalu berjalan memasuki halaman.

Seperti beberapa landmark di Francia, Musee national du Moyen Age pernah mengalami penghancuran, kemudian pembangunan kembali ketika proses peralihan sebelum era teknologi. Mereka mempertahankan bentuk bangunan aslinya. Dindingnya berupa batu kelabu sehingga terkesan kuno dan menyeramkan. Namun, karena hal inilah tempat itu sangat cocok dijadikan latar untuk pemotretannya kali ini.

Ketika Zev mendekati area pemotretan, dia mendapati Azazel tengah melambai-lambai riang ke arahnya. Zev memelototi pemuda itu, kemudian melakukan hal yang hampir tak pernah dia lakukan saat berada di tengah keramaian, sebab menurutnya sama sekali tidak elegan.

Dia mendengus, menimbulkan efek suara seperti gas yang bertekanan terlalu besar.

Kenapa tadi merengek-rengek kalau akhirnya dia menyusul ke sini? batinnya kesal. Meski begitu, dia memilih mengabaikan Azazel.

Dia melihat banyak staf yang sedang sibuk mempersiapkan pemotretan. Beberapa ada yang memeriksa alat-alat serta cakram untuk menyimpan gambar maupun video. Beberapa tampak sedang mendandani sang model. Adiknya——Maeve——berada di antara orang-orang yang mengelilingi model itu.

Brigitte Blanche berhasil mencapai puncak karier modelling-nya di usia yang bahkan belum genap 23 tahun dan menjadi salah satu supermodel dengan bayaran termahal di Francia. Karena kecantikannya, orang-orang menjuluki gadis itu boneka hidup.

Sosok pucat Blanche tampak seperti patung pualam. Kulit seputih susu, mata biru yang nyaris transparan, serta rambut pirang yang hampir putih. Tubuhnya ramping, tetapi tidak kurus. Gadis itu memiliki lemak yang cukup di bagian-bagian favorit Zev dan jutaan pria lain, menjadikannya lumayan menarik.

Ketika persiapan akhirnya selesai, Zev segera melangkah ke tempat gadis itu, lalu memasangkan sendiri perhiasan hasil ciptaannya tersebut ke tubuh sang model. Ia tak mau mempercayakan hal sepenting itu pada orang lain, apalagi make up artist.

Setelah yakin segalanya sempurna, Zev menyuruh Blanche mengambil tepat di depan kamera. Dia mengamati ketika gadis itu berpose.

Blanche melakukan pemotretan menggunakan gaun hasil rancangan Maeve. Gaun itu semerah darah dengan belahan dada yang begitu rendah. Roknya melambai-lambai ketika tertiup angin dingin musim gugur. Ketika mengenakan gaun itu, perhiasan Zev tampak menonjol di tubuh Blanche yang elok.

Beberapa untai rambut sengaja dibiarkan lolos dari ikatan dan membingkai wajah Blanche.
Meski begitu, Zev masih belum puas. Ia menginstruksikan agar Blanche menatap tajam ke arah kamera, dengan salah satu tangan menyentuh wajah——memamerkan cincin serta gelang rancangan Zev. Sebab, Zev ingin orang-orang fokus pada keindahan perhiasannya. Blanche pun melakukannya. Akan tetapi setelah sang fotografer menunjukkan hasilnya, dia belum juga puas.

Zev kembali memerintahkan Blanche berpose sesuai yang diinginkannya sampai-sampai gadis itu memprotes.

“Sebenarnya apa yang kau mau?” protes Blanche dengan raut wajah kesal. Sebagai model papan atas, ia tak pernah diatur sedemikian rupa oleh kliennya. Seolah-olah dirinya belum berpengalaman saja.

“Posemu itu kuno. Bisa tidak kau lebih memperlihatkan keindahan perhiasan-perhiasan itu ketimbang wajahmu yang biasa-biasa saja?”

Wajah Blanche merah madam. “Apa maksudmu bicara begitu, hah?” hardiknya.

“Kau mirip patung, tahu tidak?” Zev mengutarakan pendapatnya. “Percuma aku membayarmu mahal-mahal. Bahkan manekin sepertinya bisa berpose lebih baik daripada kau!”

Blanche sudah kehilangan kesabaran. Dengan langkah mengentak, ia menghampiri Zev dan mengacungkan telunjuknya, menusukkan jemari runcingnya ke dada pria itu. “Kau pikir, kau ini siapa? Dasar sampah! Kau ini cuma desainer dari perusahaan kecil, bukannya pemilik Lancelot Corporation! Kau bahkan tidak sebanding dengan anak perusahaannya yang paling kecil sekalipun! Tidak usah berlagak sok penting! Perhiasanmu tak lebih dari sampah jika dibandingkan dengan buatan mereka!” Ia lantas merenggut kalung dari lehernya, melemparnya ke dada Zev. “Aku keluar!”

Zev yang marah karena karya yang sudah diciptakannya dengan susah payah dibuang begitu saja, merenggut lengan Blanche dengan kasar, mencegah gadis itu melarikan diri. “Apa maksudmu keluar? Aku tidak membayar mahal-mahal untuk ini! Setidaknya selesaikan pekerjaanmu!”

“Lepaskan!” Blanche menarik lengannya. Ia lantas pura-pura terjatuh dan meraung, “Lihat apa yang kau lakukan padaku! Kenapa kau mendorongku?”

“Dasar jalang sialan! Aku tidak mendorongmu!” Zev menjambak rambutnya sendiri.

Pria itu tak memperhitungkan kejadian ini. Pasalnya, Zev tidak menyangka kalau perangai Blanche seperti itu. Sialan. Semuanya menjadi kacau sekarang.

Asisten Blanche datang, kemudian membawa sang model ke ruang rias untuk menenangkannya. Sementara itu, Maeve menghampiri sang kakak. Vincent Fjord, asisten Zev memungut kalung yang sempat dilempar tadi.

“Sebaiknya kau pulang saja, tenangkan pikiranmu. Aku akan menanganinya,” ujar Maeve lembut.

Zev memandang adiknya tanpa ekspresi. Mendadak dia merasa sangat lelah. Tenaganya seperti terkuras. Sudah berbulan-bulan dia mengerjakan proyek ini. Dia bahkan rela kehilangan banyak waktu dengan keluarganya. Semua harapan serta impian besarnya terancam hancur.

Sudah sejak lama Lancelot Corporation menguasai sektor aksesoris dan perhiasan di Francia. Zev berambisi untuk meruntuhkan dominasi tersebut. Selama ini, dia yakin bisa membawa D’Vereaux menjadi lebih besar daripada mereka.

“Ya sudah,” katanya pada sang adik.

“Aku akan mengantarmu. Tidak baik menyetir dalam kondisimu sekarang,” usul Vincent.

Zev menggeleng. “Tidak perlu mengkhawatirkanku. Apartemenku tidak jauh. Aku akan baik-baik saja. Lebih baik kau bantu Maeve,” ujarnya. Lagipula, Zev memang sedang ingin sendirian.

Ia lantas menuju mobilnya. Di gerbang, Azazel mencegatnya. Bukannya menenangkan, pemuda itu justru tertawa terbahak-bahak.

“Ya ampun, Zev! Seharusnya kau melihat tampangmu saat si patung hidup pura-pura jatuh tadi! Sumpah! Lucu banget! Kau seperti ingin mengunyah gadis itu hidup-hidup!”

“Sialan kau!” umpat Zev.

Zev menyetir menuju apartemennya dalam kecepatan rendah. Tiba-tiba, pria itu menghentikan mobilnya, membuat Azazel yang berada di kursi belakang menggerutu. Tatapannya terpaku pada sebuah videotron yang sedang menayangkan iklan produk terbaru dari saingannya, DD——Dominique Desiree, salah satu brand di bawah naungan Lancelot Corporation. Pria itu tertegun. Bukan karena terpesona, tetapi karena dia mengenali bentuk perhiasan di video tersebut. Sebab desain perhiasan-perhiasan itu sama persis seperti desain miliknya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top