3. His Shadow
Mendengar pertanyaan Ajul, pemuda itu terheran. "Siapa OmenD? Namaku MokaD, aku tidak mengenal siapa orang yang kau baru saja sebut itu."
Entah kenapa hatinya terasa sedikit sakit mendengar jawaban dari pemuda itu, entah kenapa dirinya merasa sangat yakin bahwa pemuda itu adalah OmenD.
"Maaf, mungkin aku salah mengenalimu. Hanya saja kau ... benar-benar mirip dengannya," ucap Ajul disertai dengan helaan napas.
Kepalanya menunduk, dirinya benar-benar merindukan pemuda itu. Jika dirinya dapat memutar waktu, sudah pasti ia akan mencoba sekuat tenaga untuk mencegah pemuda itu untuk pergi lebih jauh.
Gempita pun menoleh ke arah Ajul sebelum memperhatikan MokaD dengan seksama. "Jujur saja, Jul. Aku setuju denganmu, dia memang mirip sekali dengan OmenD. Terutama suaranya, benar-benar mirip."
Samir, pemuda yang mengenakan tudung berwarna merah, kemudian memperhatikan MokaD. "Apakah kau mengenal mereka, MokaD? Bukankah kau bilang kau orang baru di sini?"
Pemuda setengah sapi itu kemudian menggeleng. "Aku saja baru pertama kali bertemu dengan mereka, Samir. Aku memang baru di sini."
Dio, pemuda dengan rambut cyan pun menatapnya tidak percaya. "Tapi kenapa kau nampak familiar bagi mereka?"
"Mana aku tahu!" ketus MokaD, dirinya juga sama herannya dengan kedua orang itu. Ia kemudian menatap ke arah kedua anggota Ragnarok yang berdiri di hadapannya itu. "Kalau aku boleh tahu, memangnya siapa OmenD yang kalian maksud ini?"
"OmenD adalah salah satu anggota fraksi kami, namun dia ... sudah tidak ada lagi di dunia ini," jawab Ajul, dirinya kemudian menatap ke arah Gempita. "Aku sekarang akan kembali ke markas, kau mau ikut atau tidak?"
Gempita kemudian mengangguk sebelum menatap satu persatu para orang baru tersebut. "Aku sebenarnya masih ingin berbincang dengan kalian lagi, namun sayangnya kita harus berpisah di sini."
"Tidak apa-apa, kita masih bisa bertemu di kemudian hari," balas Samir sambil tersenyum, Dio yang berada di sebelahnya pun mengangguk.
Sesaat saat mereka hendak memasuki portal, samar-samar dirinya mendengar suara seorang pemuda yang suaranya juga sangat tidak asing bagi dirinya. Namun belum sempat dirinya melihat siapa pemuda itu, dirinya telah berpindah ke Nether
Di saat Ajul muncul dari portal tersebut, Gempita pun terkekeh. "Jadi Ajul, apakah memang benar kau menyukai laki-laki? Apakah kau juga berkencan dengan OmenD dan Maji?"
"Itu sama sekali bukan urusanmu, Gempita. Lagipula, kau dapat kesimpulan dari mana mengenai hal bodoh seperti itu?" gerutu Ajul, sedikit tersinggung dengan pertanyaan pria itu.
"Hei, kau kira aku buta? Kau pikir aku tidak tahu kalau kau berciuman dengan Maji dan OmenD saat berada di dalam segel?"
"Mereka yang menciumku, bukan aku yang mencium mereka!"
Tentu tidak mungkin dirinya mengatakan bahwa saat ini dirinya dan Maji adalah sepasang kekasih, bahkan dirinya saja masih enggan untuk mengakuinya. Meskipun sejauh ini Maji bersikap manis kepadanya, bayang-bayang OmenD masih nampak jelas di benaknya.
Gempita hanya bisa mengiyakan perkataan pemuda keras kepala itu, dirinya juga tidak memiliki bukti kalau pemuda itu memang berkencan dengan salah satu dari mereka berdua. "Ya ya ya, terserah kau saja, Jul."
Sepanjang perjalanan, Ajul memilih untuk diam. Selain karena Gempita yang terlalu cerewet, dirinya juga masih mengingat kejadian tadi. MokaD, entah bagaimana bisa pemuda itu terlihat begitu identik dengan OmenD. Apakah reinkarnasi itu memang benar adanya?
"Omong-omong, tadi aku mendengar suara seseorang yang sangat mirip dengan Wahcot. Aku tidak sempat melihat wajahnya, tapi suaranya benar-benar mirip," ucap Ajul saat keduanya sudah dekat dengan portal Ragnarok.
"Oh ya? Bukankah Wahcot sudah tewas?" tanya Gempita terheran, Ajul pun mengerdikkan bahunya tanda tidak tahu.
"Ada dua kemungkinan, Gempita. Aliansi berbohong tentang kematian Wahcot sehingga pemuda asing itu sebenarnya adalah dia, atau dirinya adalah reinkarnasi dari Wahcot, sama seperti MokaD yang sangat identik dengan OmenD."
"Aku rasa kita harus memberitahu tentang hal ini kepada Ubi, Jul. Jika kita berhasil memanipulasi mereka, bukankah itu adalah hal yang bagus sebab mereka akan menjadi boneka bagi Ragnarok?" kekeh Gempita.
"Ya, itu benar. Semoga saja Ubi setuju dengan rencanamu itu," balas pemuda itu sebelum melangkah masuk ke dalam portal.
Ajul menghela napas saat dirinya telah berpindah sepenuhnya ke dunia luar, ia dapat mencium aroma air laut dengan jelas di indra penciumannya.
"Memangnya kau tidak berniat untuk mempengaruhi MokaD-MokaD itu, Jul? Aku lihat, kau cukup tertarik kepadanya," tanya Gempita saat pria itu keluar dari portal, membuat pemuda itu kembali menghela napas.
"Aku sarankan kepadamu untuk tidak pernah menarik kesimpulan hanya berdasarkan apa yang kau lihat, Gempita. Kau tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya," balas pemuda itu sebelum dirinya pergi menggunakan trident miliknya.
Matahari sudah berada tepat di atas kepala, ditambah perutnya sudah bergemuruh meminta untuk diisi. Karena Gempita mengajaknya pergi saat pagi-pagi buta, dirinya belum sempat sarapan dan menyiapkan makan siang.
Untuk makan siang kali ini, dirinya tidak menyiapkan hidangan yang rumit. Hanya kentang dan salmon mentega panggang, ditambah segelas susu segar.
Di saat dirinya tengah asyik menikmati makan siang miliknya, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Tidak perlu repot-repot untuk menoleh sebab dirinya tahu benar siapa orang yang masuk ke rumahnya itu.
"Kau datang untuk makan siang, Maji?"
Pria itu terkekeh sembari melepaskan baju zirahnya, kemudian duduk di hadapan pemuda itu. "Tidak juga sebenarnya, namun itu adalah ide yang bagus."
"Jika awalnya kau tidak berniat untuk makan siang, lantas mengapa kau datang kemari?" Ajul kemudian menggunakan garpu miliknya untuk memakan potongan kentang yang berada di piringnya itu. "Ambil saja kentang-kentang yang berada di atas peti itu, mereka sudah matang."
Tidak butuh waktu lama bagi Maji untuk menyiapkan makanannya sendiri, yang kemudian dirinya kembali duduk di hadapan sang kekasih. "Tadi aku tidak sengaja berpapasan dengan Gempita saat diriku baru kembali dari berlatih. Tenang saja, aku tidak semudah itu untuk merasa cemburu. Lagipula, aku tahu kalian pasti sedang melakukan sesuatu untuk Ragnarok."
"Baiklah ...." Ajul kemudian menatap wajah sang kekasih. "Katakan padaku, Maji. Apa saja yang Gempita katakan kepadamu? Aku tidak mau ucapannya ada yang membuatmu salah paham."
"Tidak ada sebenarnya. Hanya saja ... dia bilang bahwa kau menjadi sedikit murung saat bertemu dengan seseorang yang mirip dengan OmenD," ucap Maji sebelum mulai memakan makanan miliknya.
"Jadi itu yang ingin kau bicarakan, benar?" tanya Ajul memastikan, yang dibalas oleh anggukan tipis dari pria itu.
"Apakah ... kau masih memikirkan dirinya, Jul?"
Ajul pun menghela napas. "Baiklah, akan aku jawab pertanyaanmu dengan jujur. Ya, aku memang masih memikirkan tentang OmenD, lagipula ini belum terlalu lama dari kepergiannya dari dunia ini."
Maji kemudian mengangguk. "Baiklah, senang mendengar kejujuranmu, Jul."
"Tapi aku bukan murung sebab melihat MokaD yang sangat mirip dengan OmenD itu," tambah Ajul sebelum terjadi kesalahpahaman lebih lanjut. "Aku merasa kesal sebab Gempita sepanjang perjalanan menanyakan apakah aku memiliki perasaan kepada kalian berdua dan juga apakah aku berkencan dengan kalian."
Maji kemudian tertawa mendengar ucapan kekasih manisnya itu. "Tapi bukankah itu memang benar, Jul? Kenapa kau marah begitu?"
"Walaupun aku memang kekasihmu, bukan berarti aku harus memberitahukan kepada Gempita akan hal itu," kesal Ajul. "Lagipula untuk apa ada yang mengetahui hal itu? Itu akan mempersulit untuk mencapai tujuan kita masing-masing di Ragnarok."
"Sayang, memangnya kau mau sampai kapan menyembunyikan hubungan kita? Cepat atau lambat, mereka pasti akan tahu akan hal ini," kekeh Maji sebelum kembali menyantap makanannya.
Wajah pemuda manis itu memerah saat Maji memanggilnya dengan kata sayang, dirinya menunduk sebelum memasukkan sepotong daging salmon ke dalam mulutnya.
Bagaimanapun, yang diucapkan Maji memang benar. Tidak mungkin dirinya dapat menyembunyikan hal itu dari semua orang dalam waktu yang lama, ditambah lagi dirinya dan Maji sudah beberapa kali berciuman jauh sebelum keduanya menjadi sepasang kekasih.
"Entahlah, mungkin hingga aku siap menerima takdir bahwa aku lebih memilih pria dibandingkan dengan wanita."
"Aku bisa membantumu dalam hal itu, kau tahu?"
T. B. C.
So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top