2. Commoners
Melihat kemunculan Helen kemarin, Ajul yakin pasti masih ada orang lain lagi yang baru tiba di dunia ini. Dirinya merasa bahwa Ragnarok harus segera mempengaruhi mereka sebelum Aliansi, tentu saja hal itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan harus mencoba mempengaruhi orang-orang yang telah lebih dulu berada di dunia ini.
Dirinya merasa bersyukur Maji tidak bermalam di rumahnya, sebab tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu rumahnya di saat matahari saja belum setinggi tongkat.
Jika yang datang itu Maji, tentu saja dirinya tidak perlu repot-repot membukakan pintu mengingat pria itu sudah tentu akan langsung menerobos masuk. Bahkan jaauh sebelum pria itu menjadi kekasihnya, Maji memang tidak pernah mengetuk pintu rumahnya.
Dengan malas dirinya pun berjalan menuju pintu rumahnya dan membukanya, yang mana ternyata itu adalah Gempita. "Kenapa kau menggangguku pagi-pagi buta?"
Gempita pun menyerngit. "Pagi-pagi buta apanya, Jul? Hei, matahari sudah bersinar cerah di ujung timur!"
Ajul pun berdecak sebelum menghela napas. "Jadi sebenarnya ada apa kau datang ke sini? Jika tidak penting, aku akan kembali tidur," ujarnya malas. Jujur saja, dirinya memang merasa sangat malas akhir-akhir ini.
"Jadi begini, Jul." Gempita pun bersidekap dada sebelum menatap pemuda berusia sembilan belas tahun tersebut. "Apakah kau tahu bahwa ada sekumpulan orang yang baru tiba di dunia ini?"
Ajul pun mengangguk. "Kemarin aku bertemu dengan seorang wanita, namanya Helen. Jujur saja aku belum pernah bertemu dengan yang lainnya, tapi aku yakin masih ada orang lain yang bernasib sama dengannya."
"Seorang wanita? Apakah dia cantik?"
Kini Ajul merotasikan bola matanya malas, dirinya paham benar bahwa pria yang berdiri di hadapannya itu sangat bersemangat saat mendengar kata wanita. "Kalau kau berminat silahkan saja, mungkin saja dia masuk ke tipemu."
"Bisakah kau ...." Gempita pun berdeham sebelum memasang ekspresi seakan dirinya adalah orang paling tampan sejagat raya yang seketika membuat Ajul mual. "Membawaku menemuinya?"
"Kembali ke niat awalmu datang ke tempatku, Gempita. Apa yang kau inginkan?" tanya Ajul malas yang membuat pria itu terkekeh.
"Jika kau tidak mau mengenalkan wanita itu tidak apa-apa sebenarnya, Jul. Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan merebutnya darimu," kekeh Gempita. "Tapi baiklah, kembali ke topik awal. Aku telah berkenalan dengan beberapa orang baru, mereka bilang bahwa mereka berkumpul di Baldurs. Apakah kau berminat menemaniku?"
Ajul pun menghela napas, pria yang berada di hadapannya itu benar-benar menyebalkan. "Apa maksudmu tidak akan merebutnya? Hei, aku saja bahkan tidak tertarik padanya."
"Memangnya tipe wanita yang kau inginkan seperti apa, Jul? Entah kenapa kau nampaknya tidak tertarik pada satupun wanita yang ada di dunia ini," balas Gempita. "Jadi bagaimana? Kau berminat atau tidak untuk bertemu orang-orang baru?"
Merasa tidak ada keuntungan baginya untuk menjawab pertanyaan pertama, dirinya pun berdecak. "Baiklah, baik. Aku akan menemanimu bertemu orang-orang baru itu."
"Kalau begitu, aku tunggu kau di portal," ucap Gempita sebelum meninggalkan pemuda itu dengan trident miliknya.
Tidak perlu waktu lama bagi Ajul untuk bersiap-siap, dirinya hanya memakai zirahnya dan mengambil kantung persediaan miliknya. Setelah selesai, dirinya pun segera menyusul Gempita.
Sepanjang perjalanan, Ajul memilih untuk mengabaikan setiap pertanyaan Gempita. Pria itu entah kenapa sangat bersemangat menanyakan tentang Helen kepada dirinya, yang mana dirinya sendiri bahkan tidak peduli dengan wanita itu.
Memang tidak baik baginya hanya berduaan dengan siapapun anggota Ragnarok, mereka hanya bisa membuat dirinya kesal. Bersama Jerry, dirinya akan mendengar ide konyol pria itu sepanjang perjalanan. Bersama Maji, tentu saja pria itu akan menggoda dirinya tanpa henti. Bersama Kaira, wanita itu akan selalu mengajaknya bernostalgia dengan masa lalu.
Mungkin satu-satunya orang Ragnarok yang menurutnya dapat diajak untuk bekerjasama adalah Ubi, sebab pria itu hanya akan berbicara seperlunya.
Menggunakan jalur Nether, keduanya tidak butuh waktu lama hingga sampai ke Baldurs. Benar apa yang dikatakan Gempita sebelumnya, terdapat sekumpulan orang dengan wajah asing yang berdiri di depan portal reruntuhan fraksi tersebut.
"Selamat pagi, tuan-tuan!" sapa Gempita saat telah keluar dari portal, mereka pun menoleh dan membalas sapaan pria itu dengan penuh semangat.
"Jadi, bagaimana kabar kalian di pagi hari yang cerah ini?" tanya Gempita disertai dengan senyum ramah.
"Kabar kami tentu saja baik," balas seseorang yang menggunakan penutup kepala berwarna merah, dirinya kemudian menatap ke arah Ajul. "Oh ya, aku lihat kau membawa teman, Gempita."
Gempita pun terkekeh sebelum menatap ke arah pemuda itu. "Ya, dia adalah teman fraksiku. Perkenalkan, dia adalah Ajul."
Ajul sendiri hanya memilih untuk tersenyum tipis dan mencoba terlihat seramah mungkin kepada para pendatang baru tersebut, tentu saja semua itu demi kelancaran rencana Ragnarok.
Cukup lama Gempita berbasa-basi dengan mereka hingga tiba-tiba Febfeb datang menginterupsi pembicaraan mereka, tentu saja pria itu akan menolak keras kehadiran kedua anggota Ragnarok tersebut.
"Aku sarankan kau segera pergi dari sini, Gempita. Kalian berdua sama sekali tidak diterima di tanah Baldurs," desis Febfeb, tidak lupa dengan sebilah pedang di tangan kanannya yang siap digunakan kapanpun.
"Hei-hei, kau ini kenapa Febfeb? Akhir-akhir ini kau nampaknya sensitif sekali, jelas-jelas aku dan Ajul datang kemari secara baik-baik," kekeh Gempita yang membuat pria itu merasa kesal.
"Secara baik-baik kau bilang?" Bilah pedang berliannya kemudian menunjuk ke arah sebuah bangunan yang kini hanya tersisa fondasinya saja. "Kau lihat bangunan itu, Gempita. Jelas-jelas tempat ini hancur sebab Ragnarok, sekarang kau bilang bahwa kalian datang baik-baik?"
"Kau ingat-ingat lagi, Febfeb. Kami dulu menyerang Baldurs karena apa? Kalian telah menipu kami dengan ritual sialan kalian dan menyegel kami!" seru Gempita. "Kami hanya membalas apa yang telah dilakukan oleh kalian kepada kami!"
"Kalian membunuh kami, tidak akan aku biarkan pembunuh seperti kalian menginjakkan tanah ini!" seru Febfeb yang masih berpegang teguh pada pendiriannya.
"Hei Febfeb ... bukankah kalian sama saja? Tangan kalian juga penuh darah," balas Ajul tenang, sudah waktunya ia ikut serta dalam permainan kata milik Gempita. "Kita tidak ada perbedaan. Bahkan kalau diingat, pihak Aliansi yang lebih sering mengusik pihak Ragnarok."
Belum selesai perdebatan panas di antara Gempita dan Febfeb, kehadiran Kirman dan Narendra yang secara tiba-tiba turut memperburuk kondisi yang ada.
"Hei, Gempita! Pergilah dari tempat ini! Setelah apa yang kalian lakukan pada tempat tinggal kami, kau pikir kami akan membiarkan kalian dengan bebas berada di tanah kami?" seru Kirman.
Belum sempat Gempita mengeluarkan kata-kata untuk membalas pria itu, tiba-tiba Kirman telah menebas lengan pria itu. Beruntung saja Gempita dengan gesit menghindari serangan Kirman dan langsung mengeluarkan sabit miliknya.
"Sejujurnya, Kirman ... aku tidak mau melukaimu sedikitpun karena aku memang hanya ingin berbicara dengan damai. Namun sepertinya ... kau tengah menguji kesabaranku ...." Gempita kemudian segera merangsek maju dan berduel dengan pria itu.
Ajul memilih untuk berdiam diri di dekat para orang baru tersebut, dirinya kemudian mengulas senyum miring. "Kalian lihat bukan bagaimana sikap Aliansi kepada kami? Mereka selalu mengambil langkah terlebih dahulu, kami hanya bisa bersembunyi."
Mereka yang berada di sana mengangguk, menyetujui ucapan Ajul yang cukup masuk akal tersebut.
Ajul memilih untuk berdiam diri hingga Narendra dan Febfeb tiba-tiba ikut menyerang Gempita, hal itu membuatnya menghela napas sebelum mengeluarkan pedang besi miliknya. "Maaf, tapi aku harus membantu Gempita."
Melawan Kirman dan Febfeb seorang diri dengan menggunakan senjata legendaris mungkin masih memungkinkan, namun jika Narendra sampai ikut campur kemungkinan Gempita akan merasa sedikit kewalahan mengingat pria berambut hitam itu beberapa tingkatan di bawah Maji.
Pertarungan baru terhenti saat Kirman tewas di tangan Gempita, yang mana kemudian pria berambut coklat tersebut pun segera menghampiri para orang baru.
"Kalian tidak apa-apa? Maaf karena membuat kalian terjebak dalam situasi seperti ini, aku benar-benar tidak bermaksud untuk melukai kalian," ujar Gempita dengan raut wajah yang khawatir.
Ajul hanya tersenyum miring, dirinya tahu benar bahwa pria itu tengah mencoba meyakinkan mereka bahwa Ragnarok adalah pihak yang benar. Pada dasarnya, Ragnarok memang tempat berkumpulnya para iblis dengan berbagai macam tipu muslihat guna memperdaya umat manusia.
"Hei teman-teman!"
Ajul sontak menoleh ke arah suara tersebut, dirinya terkejut saat mendengar suara itu. Ia semakin tidak percaya saat melihat wajah pemuda itu yang cukup familiar di matanya walaupun saat ini pemuda itu nampak benar-benar berbeda.
"OmenD?"
T. B. C.
Jul, inget ayang Jul. Stop gamon 😌
So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top