Azaleta 7 - Khitbah

Minggu pagi nan tenang, disertai gerimis yang terus turun sejak subuh tadi, membuat Azaleta membulatkan tekadnya untuk bergelung di bawah selimut, setelah semua pekerjaan dapur selesai tentunya. Wah, jangan ditanya, bisa disabet Mami kalau tugas membuat sarapan dan tetek-bengek lainnya belum selesai. Keinginan untuk ke kamar terhenti saat Azaleta menutup pintu kamar mandi, mendengar suara gerasak-gerusuk dari ruang tamu. Terdengar pintu rumah dibuka, dan Mami mempersilakan seseorang untuk duduk.

Azaleta menajamkan telinga. Mungkin klien baru yang memesan katering, atau teman arisan Mami. Azaleta mengedikkan bahu, mengambil langkah menuju kamar sebelum ia menangkap suara Mami yang menyuruh Ijah untuk memanggilnya.

"Siapa, Jah?" Azaleta tanpa ba-bi-bu langsung bertanya saat Ijah akan menuju kamarnya, membuat Ijah terlonjak sambil mengurut dada, beristigfar. "Eh, gue ngagetin, ya? Sorry."

"Eh, itu, Non. Dipanggil Nyonya. Ada—"

Ucapan Ijah langsung terpotong saat suara menggelegar Mami memenuhi seluruh. "IJAH!"

Azaleta menjengit, sadar kalau Mami mulai tidak sabaran. Kenapa lagi ini? Azaleta memijat keningnya. "Lo bikinin minum, gih. Gue langsung ke depan aja."

"Eh, tapi itu—"

Suara Mami memanggil Ijah kembali terdengar dari luar, kali ini lebih lantang dari sebelumnya.

"Iya, Mi! Tunggu sebentar." Kali ini Azaleta yang menyahut, memberi tanda kalau Ijah 'sudah' melakukan tugasnya. Gadis itu menghela napas, menepuk pundak Ijah sebelum pergi ke ruang tamu. "Bikinin gue kopi, ya."

Tanpa memedulikan Ijah yang tampak ingin angkat suara, Azaleta bergegas menuju ruang tamu. Kalau sampai Mami memanggilnya dengan cara menyuruh Ijah sampai seperti itu, berarti ada sesuatu yang penting---menurut Mami, khususnya. Dua langkah lagi, dan Azaleta muncul di depan Mami dan tamu mereka, tak menyadri jubah mandi berwarna putih dan handuk yang tergeletak di kepala dengan asal masih melekat di tubuh.

"Mami?" Azaleta menatap bingung ke arah Mami yang tampak terkejut saat dirinya muncul. Azaleta melemparkan tatapannya ke arah lain, melihat Ahil Dharmawan yang duduk di sisi lain tak kalah kaget. Bibir peach pemuda itu tampak sedikit terbuka saat balas menatap Azaleta intens. Ahil dengan cepat menundukkan kepalanya, hal yang membuat Azaleta heran.

"Leta...." Mami berusaha memberi kode dengan mencolek bahu Azaleta. Mami menahan suaranya agar tidak terlalu kentara mengingat Ahil ada di sini, mencoba memberi kode lebih jelas. Azaleta malah menelengkan kepala, tidak mengerti, membuat Mami semakin gemas ingin melempar putrinya itu ke halaman samping. "Kok kamu keluar kayak gini, Sayang? Jilbabmu mana?" Mami melotot tanpa bisa dicegah, memberi isyarat pada Azaleta untuk kembali ke kamar sesegera mungkin.

Eh! Anjir! Azaleta sontak memegang kepalanya, merasakan helaian rambut panjangnya berjuntaian bebas. Edan! Azaleta sontak berteriak, cepat-cepat kembali ke kamarnya, mencari jilbab putih dengan model praktis---sekali masuk dan selesai. Gadis itu cepat-cepat berganti pakaian. Sweter putih dengan celana berwarna senada. Gila! Azaleta kembali ke ruang tamu dengan perasaan tidak menentu. Bisa-bisanya ia khilaf lupa memakai hijab, di depan Ahil pula! Bahkan Deja saja tidak pernah ia 'suguhi' hal demikian.

Aish! Ini mengerikan. Azaleta merutuk dirinya, merasa dantung berdegup kencang saat melihat Ahil tersenyum tipis ke arahnya, tepat saat Azaleta duduk di samping pemuda tersebut. "Ada apa, Mi?" Azaleta to the point dengan ragu saat Mami menampilkan ekspresi janggal ke arahnya. Wah, I smell something. Azaleta menenggak ludah, terutama saat Mami cuma tersenyum seraya menatapnya dan Ahil bergantian.

"Ah, mending kamu tanya sama Ahil." Rentetan kalimat pertama Mami kepadanya hari ini, sontak membuat Azaleta yang tengah menyesap kopi yang diberikan Ijah langsung tersedak. Wah, bahaya ini! Azaleta menatap Mami dengan tatapan ngeri, tapi tak urung juga menoleh ke arah Ahil yang menaikkan sebelah alis kepadanya. Mana Mami langsung pergi begitu saja lagi.

"Ya?" Azaleta berusaha mengatur degup jantungnya yang tiba-tiba saja menjadi tiga kali lebih cepat dari biasanya saat Ahil mendekatkan wajahnya. Tak seperti biasanya, Ahil tampak malu-malu saat membalas menatap Azaleta, seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Gadis itu bahkan bisa melihat rona samar menghiasi kedua belah pipi pemuda tersebut, memberikan kesan lebih manusiawi. "Kenapa? Gue ada salah, ya? Sungkem dulu. Ampuuun." 

Mami yang melihat kelakuan gesrek putrinya itu langsung menepuk jidat. Sementara itu, Ahil tersenyum tipis, hampir saja menepuk lembut pucuk kepala Azaleta sebelum ingat siapa gadis di depannya ini. Dengan cepat Ahil menarik kembali tangannya, memegang kedua belah bahu Azaleta yang tengah memeragakan posisi sungkem ala pernikahan di depannya. "Mau jalan bareng?" Ahil menaikkan alis saat Azaleta mengangkat wajah, menatap Ahil bingung. "Lo libur, kan?"

Nah, kesambet apa lagi nih orang pagi-pagi begini? Azaleta menggaruk tengkuknya. "Iya, sih. Rencananya sih mau balik tidur. Gerimis, males keluar." Sedetik kemudian, Azaleta langsung membekap mulutnya, lupa kalau masih ada Mami yang memerhatikan mereka dari kejauhan, memelotot galak. Keceplosan, aduh! Azaleta menyengir, mengangkat dua jari, membentuk tanpa peace kepada Mami.

"Nggak masalah." Ahil bersedekap, menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kapan bisanya? Gue mau ngomong sesuatu, penting." Khas Ahil, to the point, yang kadang membuat Azaleta ketar-ketir sendiri.

Azaleta menimbang-nimbang sebentar, sesekali melirik Mami yang memberikan isyarat pada putrinya itu untuk keluar sebentar dengan Ahil. Parahnya lagi, Mami memelotot dengan tangan memeragakan you're dead, young lady tepat di leher, siap mencincang Azaleta kalau gadis itu sampai menolak. "Oke. Sekarang?" Azaleta menghela napas, pasrah.

"Kalo lo nggak keberatan."

"Bentar. Gue ganti baju dulu, ya." Baru saja Azaleta ingin beranjak, Ahil menahan lengannya, membuat Azaleta seketika merasa ingin meledak di tempat saking doki-dokinya ia saat ini. "Wudu gue...."

Ahil langsung tanggap, melepaskan cengramannya di pergelangan Azaleta. "Sorry. Baju itu juga oke. Cuma sebentar, abis itu pulang. Bakal lebih lama kalau lo dandan dulu."

Jleb! Azaleta mati kutu di tempat. Cewek itu manyun, menurut saja. "Terserah apa kata elo, deh."

***

Azaleta kira, saat Ahil bilang ingin mengajaknya jalan-jalan, cowok itu mungkin akan membawanya ke taman atau yang lebih sederhana dari tempat di depannya sekarang: sebuah restoran terkenal. Tempatnya teduh, karena konsepnya dibuat seolah-olah menyatu dengan alam. Pohon-pohon besar berjejer rapi saat menyambut Azaleta dan Ahil, dengan masing-masing lampion tergantung di dahan. Enggak buruk, sih, cuma why ini lagu yang diputar malah My Heart Will Go On? Azaleta menepuk dahi. Lagu cinta-cintaan aja terus.

"Mau samaan aja menunya?" tawar Ahil saat dilihatnya Azaleta tak kunjung memutuskan.

Azaleta tersenyum tipis. Hari ini, Ahil tampak lebih berbeda. Dengan kaus putih polos, celana jin, dan sneaker merah, membuat tubuh jangkungnya terlihat mencolok saat memasuki restoran, berbanding terbalik dengan Azaleta yang tampak biasa saja. Rambut yang biasanya dibiarkan luruh di dahi, ditata sedemikian rupa, membuat Azaleta teringat dengan gaya rambut ala boyband Korea yang tengah naik daun. Sontak, beberapa perempuan muda berbisik-bisik saat melihat Ahil, terlebih tatapan tajam pemuda itu menambah kesan misterius.

Ahil benar-benar menampilkan style fashion lebih berani ketimbang saat pertemuan pertama mereka dulu.

"Boleh." Azaleta mengangguk, menurut saja.

"Lo nggak alergi sesuatu, kan?"

Azaleta mengibaskan tangan, menyeringai. "Gue pemakan segala, kok. Asal halal, gue terima dengan tangan terbuka."

Tanpa disangka, senyum tipis Ahil mengembang untuk sesaat. "Dasar."

Azaleta tersenyum. "Gimana kabar Tante Mariam?"

"Baik, kayak biasa." Ahil mengedikkan bahu, mengangkat alis bingung saat dilihatnya Azaleta memelotot. "Apa? Kenyataan, kok." Belum sempat gadis di depannya itu angkat suara, Ahil menyodorkan sebuah album kepada Azaleta. "Mama titip itu."

Azaleta menerima album foto dengan sampul berwarna hitam minimalis itu dengan bingung. "Ini apa?"

"Album foto."

Azaleta langsung manyun lima senti. Nenek-nenek juga tahu kalau yang ia pegang saat ini album foto. "Iya, gue tahu. Maksudnya, foto apa?"

"Kenapa nggak lo buka sendiri dan lihat jawabannya?" Ahil mengangkat sebelah alisnya, bertanya balik yang mana membuat Azaleta mengernyit.

Dengan gamang, Azaleta membuka perlahan lembar demi lembar album di tangannya. Azaleta kira, ia akan menemukan foto keluarga atau kenangan memori lainnya yang sejenis. Ternyata, di dalamnya hanya berisi foto berbagai view keindahan Bali dan Lombok. Mulai dari view pantai, sunrise, sunset, dan konsep pernikahan di berbagai spot yang menyatu dengan alam. Semuanya tampak menakjubkan, sampai Azaleta menemukan sebuah tulisan di ujung lembar terakhir, tepat di sebuah foto di mana terlihat jelas konsep pernikahan berwarna pastel yang lembut.

Impian gue.

Dua kata yang mengundang tanya di kepala Azaleta, sekaligus desir hangat yang tiba-tiba saja hadir, menyusup erat dalam hati dan perasaannya. Apa ini? Azaleta perlahan mengangkat wajah, melihat Ahil yang tengah menutup mulutnya dengan punggung tangan. Kedua pipi pemuda itu terlihat seolah-olah seluruh gulali di dunia ini tumpah di sana, manis dan memesona. "Hil?"

"Lo nggak salah baca." Ahil angkat suara. Nada bicaranya datar, sedatar meja yang ia jadikan sebagai tumpuan kedua belah lengan. "Gue mau nikah di situ suatu hari nanti, sama cewek yang sekarang ada di depan gue."

Hening. Untuk sesaat, Azaleta merasakan waktu berhenti berputar, membuatnya membeku di tempat. Tidak, ia tidak salah dengar. Azaleta yakin kedua belah telinganya masih normal, tidak kurang apa pun, sudah dibersihkan kemarin. Meski tertutup hijab yang ia kenakan, Azaleta bisa mendengar tiap kata yang diucapkan Ahil dengan jelas.

Sama cewek yang sekarang ada di depan gue....

Tiba-tiba, saja rasa hangat itu menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat Azaleta menunduk, tak sanggup menatap wajah Ahil. Ia yakin, kedua belah pipinya sudah semerah tomat baru matang sekarang. Suara Mami kembali terngiang, membuat Azaleta semakin ingin melarikan diri dari tempat ini saking malunya.

"Mami cuma bilang, kalau misalnya nih—mudahan bisa kejadian beneran, Ahil beneran serius sama kamu, coba pertimbangkan matang-matang."

Perlahan, Azaleta mengangkat wajah, menatap Ahil yang tampak menunggu. Gadis itu tersenyum, menundukkan kembali wajahnya. Ah, ke mana keberaniannya selama ini? Azaleta tak bisa untuk berhenti mengangkat sudut bibirnya ke atas. "Kalo lo emang serius, datang dan bicara sama Mami."

Tanpa Azaleta sadari, sudut bibir pemuda di depannya terangkat begitu saja, menahan buncah yang datang tanpa bisa dicegah, membiarkan lagu My Heart Will Go On terus mengalun.

[TBC]

END! TAMAAAT! (enggak, woy). Canda, canda wakakaka. Yang jelas perjalanan Azaleta masih panjang. Ditulis tanpa cek ulang (dilempar). Murni draf pertama. Kalau menemukan typo, kalimat nggak efektif, atau kesalahan lainnya, mohon bantuannya, ya

Cheers!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top