Azaleta 15 - Sayang
"Iya, sebentar!"
Azaleta berseru seraya berjalan menuju pintu. Ia heran. Siapa yang bertamu di malam minggu seperti ini? Untung masih pukul tujuh.
Dengan gesit Azaleta memutar kunci rumah, membukakan pintu, menampilkan sosok Ahil dengan kemeja hitam legam berdiri di depannya. Tiga kancing teratas kemejanya dibiarkan terbuka, membuat Azaleta bisa melihat dengan jelas lekuk tulang selangka tunangannya itu.
Kalau dipikir-pikir, Ahil memang menarik dengan gaya berpakaian seperti itu.
"Oh. Ayo, masuk!" Azaleta membuka pintu lebih lebar, memberi isyarat agar Ahil mengikutinya masuk ke dalam.
"Lagi sibuk?" Ahil mengambil tempat duduk setelah Azaleta mempersilakan.
"Hm?" Azaleta mengangkat alis. "Nggak juga. Lagi masak aja buat makan malam. Lo sudah makan?" tanya Azaleta.
Ahil menggeleng sebelum tersadar dengan sesuatu. Diserahkannya paper bag di tangan kanan pada Azaleta, diiringi seulas senyum yang tampak kaku dan dipaksakan. "Mama nitip ini buat lo."
"Tante Mariam apa elo yang ngasih ini sebenernya?" Azaleta terkekeh, paham betul dengan kebiasaan Ahil. Pemuda di depannya itu sering memberinya hadiah bermacam-macam dengan dalih titipan dari Tante Mariam.
Rupa-rupanya, setelah dikonfirmasi langsung pada Tante Mariam ketika hari di mana Azaleta mengukur baju pertunangan, Tante Mariam justru menggeleng. Nggak ada, tuh, kata Tante Mariam lugas. Bisa disimpulkan siapa yang sebenarnya memberi Azalera hadiah selama ini. Kebanyakan, sih, gamis, novel-novel, buku nonfiksi, sesekali makanan.
"Emang ada bedanya?" Ahil bersedekap seraya menaikkan sebelah alisnya. Sejenak, Ahil menghirup dalam-dalam aroma masakan yang menguar sampai ke ruang tamu. "Masakan lo wangi. Masak apa?"
"Nasi goreng sama telur balado." Azaleta menyengir. "Ke ruang tamu, gih, kalau mau makan." Azaleta menunjuk ruang tengah dengan isyarat dagu seraya berlalu disusul Ahil yang berdiri dan mengikuti langkahnya.
"Nyokap lo mana? tanya Ahil seraya melirik seisi ruangan dengan ujung mata.
"Oh, ke Pamulang." Azaleta mengedikkan bahu, kembali dengan dua piring nasi goreng lengkap dengan telur balado yang menguarkan bau pedas yang khas. "Ke rumah Kakek sama Nenek. Besok baru balik." Azaleta mengambil duduk di samping Ahil, tersenyum dengan tangan mulai menyendok nasi goreng. "Kenapa? Ada urusan sama Mami?" tanya Azaleta sambil menyuap nasi gorengnya.
Ahil menggeleng. "Cuma nanya. Nggak boleh?" Pemuda dengan kulit kuning langsat itu menaikkan sebelah alisnya.
"Nggak ada salahnya, sih." Azaleta nyengir kuda. "Ya, nanya aja. Mami mulu yang dicariin. Sesekali Ijah, kek, yang dicari."
"Buat apa?" Ahil menyahut cepat. Gerakannya menyuap nasi goreng terhenti begitu saja, membuat Azaleta membeku di tempat. "Buat apa gue nyari Ijah?" ulang Ahil sekali lagi.
Masya Allah! Azaleta menepuk dahi. Why kudu banget dianggap serius? Dih, au ah. Ahil nggak seru. Azaleta mencebik, berniat mengambil sirup dingin di kulkas. Baru saja ia berdiri, Ahil menahan tangannya, membuat Azaleta menoleh. Bisa dilihatnya Ahil tersenyum tipis, mengedipkan sebelah mata meski gerakannya terlihat kaku. Azaleta tertegun, ikut tertawa pelan setelahnya.
"Au, ah. Becandanya nggak lucu." Azaleta menarik tangannya, manyun lima senti. "Mau minum apa? Teh? Kopi? Susu? Sirup?" tawar Azaleta sebelum melangkah ke dapur.
"Apa aja."
Azaleta bertepuk tangan sekali. "Oke, air putih."
"Oke." Ahil menjawab pendek.
"Eh?" Azaleta bengong di tempat. "Canda, canda. Nggak mungkin gue beneran bawain air putih. Mau sirup? Gue kebetulan bikin dua gelas sore tadi. Buat stok, sih, sebenernya." Gadis itu menggaruk pipi kanannya dengan telunjuk, canggung.
"Terserah. Asal bisa diminum, gue terima." Ahil mengedikkan bahu tak acuh, tetap fokus dengan nasi gorengnya.
Azaleta menepuk dahinya, menahan diri agar tidak menimpuk Ahil dengan remote televisi di dekatnya. "Bentar, ya."
"Tunggu!" Ahil ikut berdiri. Tiba-tiba saja, pemuda itu mendekat pada Azaleta, membuat jarak di antara mereka semakin menipis. Ahil menatap lekat-lekat gadis depannya. Tangannya bergerak ke belakang leher, gugup. "Anu ... kamar mandi di mana? Gue ada perlu."
"Ah, elah." Azaleta manyun. "Sini, ikut gue. Toilet ada deket dapur." Azaleta menarik lengan kemeja Ahil, mengajak pemuda itu menuju dapur. Di dekat pintu masuk dapur, ada pintu lain dengan warna putih bersih. Azaleta membuka gagang pintu tersebut, menampilkan tampilan kamar mandi yang bersih di dalamnya. "Silakan."
Ahil tersenyum tipis sebelum menutup pintu kamar mandi dan menguncinya rapat-rapat.
Azaleta mengangkat bahu, segera ke dapur dan membuka kulkas. Ah, itu dia! Azaleta mengambil dua gelas sirup di depannya, dengan cepat membawanya ke ruang tengah sambil menunggu Ahil kembali. Saat ia ingin menyuap nasi gorengnya, tiba-tiba terdengar suara getar halus dari samping. Azaleta menoleh, mendapati sebuah ponsel di dekatnya. Bukan miliknya, Azaleta memerhatikan tampilan ponsel di tangannya.
Apa ini milik Ahil?
Satu getar kembali menyusul, membuat Azaleta agak kaget dengan getar halus yang tidak disangka. Layar lantas menampilkan preview pesan via WhatsApp. Harusnya itu normal-normal saja, layaknya pesan pada umumnya. Namun, kata 'Sayang' di awal chat membuat Azaleta tertegun. Dari nomor yang tak dikenal. Mungkin Ahil tidak menyimpan nomor ini.
Namun, 'Sayang'? Siapa yang pengirim ini panggil Sayang dan yang lebih membuat Azaleta penasaran, siapa si pengirim ini?
Tanpa sadar, jemari Azaleta bergerak mengklik preview pesan yang tampil di layar, membuat aplikasi WhatsApp langsung muncul tanpa perlu verifikasi password atau pola, hal yang membuat Azaleta agak sedikit terkejut. Apa Ahil tidak memberikan pengamanan terhadap ponselnya sendiri?
Azaleta melirik ke arah pintu kamar mandi dekat dapur. Tidak ada tanda-tanda Ahil akan keluar dari sana dalam waktu dekat. Perlahan, Azaleta menbaca pesan yang ada.
"Sayang, besok bisa ketemu?" Sebuah emoticon kiss on air ikut serta, hal yang membuat Azaleta mengernyit geli.
Seumur-umur, ia tidak pernah menggunakan emoticon itu saat chat-an dengan Ahil.
Jadi, siapa sebenarnya si 'nomor tak dikenal' ini?
Entah apa yang menggerakkan Azaleta, jemarinya bergerak cepat mengetikkan balasan. "Mau ketemuan di mana?"
Azaleta tahu ini sebenarnya kurang etis, tapi, rasa penasarannya benar-benar sudah di ubun-ubun. Apa Ahil ada hubungan dengan wanita ini? Azaleta baru saja mengintip profil picture si pengirim pesan. Seorang wanita yang ... sangat cantik. Bahkan Azaleta mengakui kalau perempuan yang ada di profil picture itu benar-benar menawan.
"Di kafe gimana?" Si wanita menyebutkan salah satu kafe yang terkenal di sekitar wilayah dekat kompleks perumahan Azaleta.
Azaleta berpikir sesaat. "Gimana kalau taman?" tawar Azaleta meski ia rasa si pengirim pesan tidak akan setuju.
Satu balasan muncul dengan cepat. "Oke, deh. See you tomorrow, Baby." Emoticon hati lantas ikut menyertai pesan tersebut, membuat Azaleta seperti ingin muntah paku saat ini.
Dengan cepat, Azaleta menghapus semua riwayat chatting-annya dengan si pengirim pesan. Besok, ia akan tahu, siapa sebenarnya wanita yang memanggil tunangannya dengan sebutan 'Sayang'.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top