Fase 7
Buuugghh!!!
Sebuah dorongan kuat membuat tubuh Randi terhuyung dan jatuh tersungkur. Randi lalu memegangi kepalanya yang terasa sakit akibat terbentur tembok, dan sedikit mengerang karenanya.
"Juna...Arjunaa.." ucap Ayu terbata-bata melihat sosok pemuda yang menolongnya.
"Ayu, kamu nggak apa-apa?" Arjuna memegang bahu Ayudira pelan. Wajah pemuda itu terlihat sangat cemas.
Ayudira hanya bisa mengangguk sambil menahan tangisnya. Ia merasa sangat takut atas kejadian tadi. Ia tak pernah nenyangka bahwa Randi yang tengah mabuk berani memeluknya.
"Ayu, kamu bisa jalan? Biar saya antar pulang," ucap Arjuna lagi. Ia melirik ke arah Randi yang tergeletak karena mabuk, berjaga-jaga kalau lelaki itu tersadar.
"Bi.. Bisa.."
Ayudira mencoba melangkahkan kakinya yang gemetar, namun detik berikutnya membuat ia terduduk lemas. Ia tak mampu melangkahkan kakinya yang gemetar.
"Biar, saya bantu," tawar Arjuna yang langsung merangkul bahu Ayudira, dan membawanya menjauh dari tempat itu.
"Ayu.. Kamu harus menjadi milikku," racau Randi di sela erangannya, sambil menatap Ayudira yang menjauh bersama Arjuna.
***
"Juna, terima kasih ya, sudah mengantarkan saya," ucap Ayudira saat mereka tiba di depan rumahnya. Arjuna hanya mengangguk sembari tersenyum.
"Mau mampir dulu?" tawar Ayudira berbasa-basi.
"Nggak usah, saya langsung pulang saja. Lagian ini sudah jam sepuluh malam," tolak Arjuna halus. Pemuda itu merasa tak nyaman jika bertamu ke rumah orang di jam segitu. Setelah berpamitan pada Ayudira, ia kemudian beranjak pergi dan menghilang di kegelapan malam.
Ayudira tersenyum, ia merasa sangat bersyukur hari ini atas kehadiran Arjuna saat kejadian tadi. Ia tidak tahu akan seperti apa jadinya jika tak ada Arjuna di sana. Beruntung tuhan mengirimkan Arjuna untuk menyelamatkannya dari cengkeraman Randi yang mabuk oleh minuman keras. "Randi sinting! Berani-beraninya dia melakukan itu!" umpat Ayudira dalam hati.
"Pokoknya Reno ndak mau masuk SMA. Reno mau bekerja saja. Reno malu Pak, Bu, jika harus menunggak terus untuk membayar uang sekolah nantinya. Biarlah Reno membantu mencari biaya untuk sekolah Mba, dan Rina," ucap Reno dengan suara sedikit meninggi.
"Tapi, Nak, Bapak ndak mau kamu cuma lulusan SMP saja. Bapak mau kamu nantinya berkuliah juga seperti Mbakmu, biar bisa dapat pekerjaan tetap," jelas Pak Amir dengan nada pelan.
"Tapi Reno malu, Pak. Reno malu jika nantinya harus menunggak uang sekolah. Reno malu harus lahir dari keluarga miskin!" sahut Reno dengan nada tinggi.
Ayudira yang nendengar perkataan Reno, hanya bisa berdiri di depan teras. Hatinya merasa sakit ketika mendengar perkataan itu keluar dari mulut adik lelaki satu-satunya. Tanpa sadar ia meneteskan air matanya.
Tak ada suara lagi yang terdengar dari percakapan Reno dan Pak Amir. Hanya suara angin malam yang terdengar beradu dengan suara jam dinding.
"Reno, kamu mau kemana?" kali ini terdengar suara Pak Amir yang sedikit meninggi, rupanya lelaki itu sedikit tersulut emosi.
"Reno mau keluar, Pak. Nyari angin," ucapnya pelan, walaupun sedikit terdengar penekanan di sana. Jelas bahwa Reno sedang menahan emosinya, batinnya sedang berperang sengit saat ini.
Reno melangkahkan kakinya keluar dari pintu, namun detik berikutnya ia menghentikan langkahnya. Dari wajahnya tampak ekspresi terkejut.
"Mbak, sejak kapan di sini?" tanya Reno yang terlihat sedikit kikuk.
"Dari tadi," jawab Ayudira sambil menatap lekat pada adik lelakinya itu.
"Kamu ikut Mbak, ada yang mau Mbak bicarain," bisik Ayudira pelan. Ia merasa harus memberi pengertian pada adik lelakinya itu. Ia harus meyakinkan Reno untuk tetap bersekolah, walaupun nantinya ia harus kembali bekerja keras untuk membantu biaya sekolahnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top