Fase 5

"Ayu!"

Ayudira menoleh ke arah sumber suara, dilihatnya seorang gadis berambut panjang dengan lesung pipi sedang berlari ke arahnya.

"Ada apa, Mel?" tanya Ayudira, saat gadis yang bernama Melani itu tiba di hadapannya.

"Kamu langsung pulang? Atau ikut rapat UKM jurnalis?" tanya Melani sambil mengatur napasnya yang masih terengah-engah.

"Aku ndak bisa ikut rapat, Mel. Aku titip izin ya, soalnya harus kerja. Ndak enak sama Bu Dewi kalau hari ini ndak turun kerja," sahut Ayudira sambil menatap Melani.

Melani mengangguk mendengar jawaban sahabatnya itu, ia paham benar bahwa Ayudira harus bekerja di tempat Bu Dewi sebagai penjaga toko kue.

"Okedeh, ntar aku sampaikan sama senior kita," jawab Melani, kemudian gadis itu beranjak kembali ke dalam gedung kampus.

Sudah hampir dua semester Ayudira berkuliah. Ia dan Melani berkuliah di program studi yang sama, dan mengikuti UKM (unit kegiatan mahasiswa) yang sama, yaitu jurnalistik.

Ayudira lalu melangkahkan kakinya menuju ke parkiran untuk mengambil sepedanya. Gadis itu kemudian mengayuh sepedanya menuju ke toko kue Bu Dewi, tempat kerja barunya. Ayudira melajukan sepedanya tanpa memedulikan puluhan kendaraan yang mulai memadati badan jalan.

Tak berapa lama, gadis itu sampai di depan sebuah toko kue kecil bertuliskan nama sang pemilik toko. Ia memasuki toko itu, dan langsung disambut dengan senyuman cerah oleh Bu Dewi. 

"Eh, Ayu udah datang. Langsung aja Neng, ganti baju seragam toko. Ibu mau keluar dulu ya belanja keperluan toko," ucap Bu Dewi.

"Iya, Bu," jawab Ayudira.

Begitulah rutinitas Ayudira selama ia duduk di bangku perkuliahan. Di saat jam kuliah ia pergi ke kampus, dan di saat tidak ada jam kuliah ia akan bekerja di toko Bu Dewi sampai jam enam sore dan setelah itu ia akan berjualan sebagai pedagang asongan di taman kota sampai jam sepuluh malam. Sedangkan untuk kegiatan organisasi, ia akan meluangkan waktunya di hari-hari tertentu dan meminta izin pada Bu Dewi. Ayudira beruntung memiliki bos seperti Bu Dewi yang mau mengerti kondisinya.

"Oh iya, Yu. Kamu sudah makan siang belum? Kalau belum kamu makan dulu, Ibu tadi ada buat sayur sop. Kalau mau makan, sayurnya ada di kulkas ya," pesan Bu Dewi sebelum beranjak pergi.

***

"Selamat datang," sapa Ayudira riang saat melihat seorang pengunjung yang masuk ke toko kue.

"Ada yang bisa dibantu?" tawar Ayudira pada pengunjung itu, namun detik berikutnya mata gadis itu membulat. Ia terkejut ketika melihat siapa ya datang. Itu pemuda yang mengantarkan kartu peserta ujian miliknya tempo hari.

"Mas, yang ngantarin kartu peserta saya waktu itu?" tanya Ayudira sedikit ragu.

Pemuda itu hanya menatap Ayudira datar, lalu memicingkan matanya seolah mencoba mengingat tentang gadis itu. Detik berikutnya, pemuda itu tampak mengangguk-angguk seperti mengingat Ayudira.

"Terima kasih untuk yang tempo hari," ucap Ayudira sambil mengulurkan tangan.

"Ya, sama-sama," pemuda itu menyambut uluran tangan Ayudira.

"Nama saya Arjuna," sambungnya lagi sambil menatap Ayudira, menunggu jawaban gadis itu.

"Eh, saya Ayudira," jawab Ayudira kikuk.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ayudira sambil melepaskan jabatan tangan mereka.

Arjuna itu lalu menyerahkan sebuah catatan pesanan kepadanya. Ayudira lalu menyambut kertas catatan itu dan nempersiapkan beberapa jenis kue yang tertulis di sana.

"Terima kasih, silakan kembali lagi," ucap Ayudira pada Arjuna saat pemuda itu selesai melakukan pembayaran kue. Arjuna hanya mengangguk seraya tersenyum, lalu menghilang di balik pintu toko.

"Ternyata, namanya Arjuna," gumam Ayudira sambil mengeluarkan buku catatan kuliah dari tasnya. Ia lalu membaca halaman demi halaman catatannya, sebab besok ia akan menjalani ujian akhir semester. Dan gadis itu sadar, nilainya di semester ini akan sangat berpengaruh jika ia mendapatkan beasiswa.

***

"Assalamualaikum," Ayudira memasuki teras rumahnya yang terlihat lengang sambil melepas jaketnya yang basah karena hujan. Ia memang pulang lebih cepat dari biasanya karena tak bisa menjajakan dagangannya malam ini.

Gadis itu lalu masuk ke dalam rumahnya mencari keberadaan orang rumahnya. Namun setelah mencari di sudut rumahnya, ia tak dapat menemukan mereka.

Ayudira lalu keluar menuju ke rumah tetangganya, berharap ada informasi tentang kemana perginya orang tua dan kedua adiknya.

"Permisi, Bi," sapa Ayudira saat sudah berada di depan teras rumah Bibi Irma, tetangga sebelah rumahnya.

"Eh, Neng Ayu. Masuk dulu, Neng," ajak Bi Irma yang melihat Ayudira basah kuyup.

"Ndak usah, Bi. Ayu cuma mau nanya, ibu sama adik Ayu kemana ya? Kok rumah sepi,"

"Oh, Ibumu sama Reno tadi ke klinik. Antar Bapak kamu lagi sakit katanya, kalo Rina ada di sini lagi nonton di dalam," tutur Bi Irma.

"Bapak sakit apa, Bi?" Ayudira menatap Bi Irma dengan wajah cemas. Gadis itu takut bapaknya menderita sakit yang parah.

"Bibi nggak tahu jelasnya, Neng. Bentar Bibi panggilkan Rina, dia tau tadi," ucap Bi Irma sambil memanggilkan Rina, adik Ayudira.

"Mbaak!" teriak Ayudira saat melihat kakaknya. Gadis kecil itu lalu memeluk tubuh Ayudira yang basah sambil menahan tangis.

"Kenapa, Dek? Bapak sakit apa?" tanya Ayudira yang mulai panik karena melihat adiknya yang menangis.

"Tadi Bapak pingsan, Mbak. Bapak sesak napas gitu sama demamnya tinggi pas pulang ngojek," Rina menjelaskan kondisi bapaknya pada Ayudira sambil terisak. Bi Irma yang melihat itu segera mengambilkan air minum, untuk menenangkan Rina.

"Rina takut, Mbak. Rina takut Bapak kenapa-kenapa, apalagi sampai meninggal,"

Ayudira lalu mendekap adiknya erat, berusaha menenangkan gadis itu. Ia mengusap pelan punggung adiknya, hal yang biasa dilakukan ibunya untuk menenangkan Ayudira saat ia menangis.

"Ndak apa-apa, Dek. Bapak pasti akan baik-baik saja," bisik Ayudira di telinga Rina, padahal di dalam hatinya sendiri gadis itu tengah sangat khawatir terhadap kondisi bapaknya.

"Ya sudah, sekarang kita balik ke rumah ya. Mbak mau ganti baju, setelah itu kita susul Bapak, Ibu sama Reno ke klinik ya," ajak Ayudira pada Rina yang masih menangis sesenggukan. Gadis kecil itu mengangguk, lalu menggandeng tangan Ayudira erat seolah takut terlepas.

"Kami pamit ke sebelah dulu, Bi. Terima kasih udah mau jagain Rina tadi, maaf merepotkan," ucap Ayudira sambil menyalami Bi Irma yang sudah mereka anggap seperti keluarga sendiri.

"Iya, Nduk, ndak apa-apa. Bibi udah anggap kalian keluarga, jadi sudah sepatutnya keluarga itu saling membantu. Nanti kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk meminta bantuan Bibi ya," pesan Bi Irma sambil mengusap air mata di pelupuk mata Ayudira. Wanita itu terlihat sangat manyayangi Ayudira dan Rina.

"Ya Tuhan, Bi Irma yang hanya tetangga saja sangat perhatian pada kami. Tampak jelas bahwa ia menolong kami dengan tulus, padahal berhubungan darah saja tidak. Berbeda dengan Bude Ani dan keluarganya yang selalu merendahkan kami," keluh Ayudira dalam hati.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top