Bagian [28]

Happy Reading....

Ini buanyak lohhhh 2x lipat biasanya... jangan sampai mabok. Oh iya, ramein coment juga dong heheheee...  Untuk VOTE mah terserah aja gk kasih pun tak apa-apa.


🤗🤗🤗

28 | ma, aku juga anakmu

"Ayla! Buka pintu! Kamu ngapain di dalam sana?"

Teriakan Mama terdengar sayup-sayup dari kamar mandi. Pintu tidak kututup karena kamarnya yang dikunci.

Ergi sudah pergi ketika subuh. Aku yang malas diganggu Mama, memilih pura-pura tidur macam orang mati. Sayangnya harus terbangun oleh rasa mual ini.

Kami—aku dan suamiku—tadi malam saling menguatkan. Ergi bisa diandelin banget sebagai pasangan. Dia bikin aku tidak terlalu marah ke Mama dan dengan patuhnya aku ikut saja. Kata-kata Ergi bagaikan sihir yang membuatku tetap sabar terhadap sikap Mama.

Semalam Ergi makan sayur brokoli yang aku buat dengan lahap. Untuk rasanya, Ergi bantu mencicipi sehingga masakanku di malam buta masih bisa diterima oleh usus. Kami makan berdua dari satu piring dengan Ergi yang menyuapi. Ya ... terasa senang sekali dimanja suami.

Setelah makan, kami ke kamar lagi. Saat itu segala kesal untuk Mama dan putrinya sudah sirna. Kami mengobrol tentang keseharian yang pada akhirnya aku menceritakan kejadian waktu Mama menyuruhku memindahkan box bayi supergede itu.

Ergi membelai-belai rambutku dengan sayang saat aku bercerita. Dia juga berulang mengecup pipi, dahi, dan pelipis. Aku suka sekali saat Ergi menunjukkan sayangnya lewat kecupan ringan. Seolah hanya aku yang dia perlakukan seperti itu. Pada kenyataannya memang betul.

Untuk kali pertama akulah yang merayunya. Aku yang menciumnya terlebih dahulu. Suamiku sampai heran melihat istrinya agresif sekali memberikannya cumbuan.

Aku tak tahu bagaimana membalas semua yang telah dia lakukan kepadaku. Seorang pria yang begitu setia di sisiku, meskipun sempat merasa takdir tidak memihak kepadanya. Dia terus melakukan yang terbaik untukku. Aku sangat beruntung dipilih olehnya. Aku tersanjung dicintai olehnya.

Lalu kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Saat pakaian atasku sudah tak lagi ada, apa yang menjadi fokusnya? Perutku. Dia terdiam lama melihat bagian itu dengan mata berkaca-kaca. Apa yang sedang dia pikirkan? Aku bertanya-tanya. Kemudian aku menarik tangannya dan menyentuhkan ke perutku.

"Sapalah dia."

Ergi menelan saliva. Aku mengira dia teramat bahagia. Mungkin juga dia bersedih. Aku tidak tahu yang mana di antara dua. Kugerakkan tangannya di permukaan perutku.

"Kamu bahagia?"

Setelah lama berdiam diri, dia mengangguk. Dia mulai menunduk, mengecup kulit perutku pelan. Kalau ditanya peristiwa mana yang paling membahagiakan selama pernikahan, inilah jawabannya. Ketika suamiku menciumi calon anak kami yang masih rapuh. Terasa dingin di kulitku yang rupanya air mata. Ergi berbisik mengucapkan betapa ia bahagia. Lalu dua tanganku mengusap kepalanya bagai seorang ibu saat menidurkan anaknya.

Hari yang berat dan sangat panjang. Terhitung sejak pagi menjadi kuli. Siang kuhabiskan bersama Ergi di mal. Sore dengan tumpahan emosi paling berat melihat kamarku dimusnahkan. Dan malam perang ucapan lagi dengan Mama. Diakhiri oleh adegan manis dengan mengayuh sampan ke lautan cinta.

Mana mungkin aku bisa bangun pagi karena begadang sampai larut malam. Takkan sanggup mataku dibuka walau dengan paksa. Aku merasakan Ergi memberikan kecupan di bibir dan kening saat dia berpamitan antara sadar dan tidak.

Gedoran Mama memanggil untuk sarapan telah lewat. Aku bebas sebab Tuan Hadi juga sudah berangkat. Namun, isi dalam perutku minta diperhatikan. Karena mual, aku terpaksa bangun dari tempat tidur. Aku muntah-muntah di kloset mengeluarkan seluruh isi lambung. Mama mungkin terganggu oleh suaraku.

"Apa, Ma?"

Saat pintu dibuka, Mama menodongku dengan kata-kata.

"Ini pasti kamu kebanyakan makannya tadi malam jadi sakit perut."

Mama melihat penampilanku. "Baru bangun? Ya ampun, Ay. Kamu sudah jadi istri. Suami kamu sudah berangkat kerja dari tadi, kamu malah baru buka mata. Kamu ini kapan dewasanya sih? Lakukan kewajiban kamu sebagai istri. Layani suami saat dia akan pergi bekerja juga waktu pulangnya. Itu tugasmu. Kamu pemalas sekali. Ya Tuhan!"

Mama pergi setelah mengomel-ngomel.

"Kenapa Mama teriak-teriak, Ayla?"

Nah itu si Ratu juga baru keluar dari kamarnya. Jadi, kamarku yang baru letaknya di sebelah Sayla. Dan paling ujung itu ruangan anak Sayla yang didekorasi Mama kemarin.

"Ngomelin gue. Apa lagi?"

"Kok kamu pucet sih, Ay? Kamu sakit?"

"Enggak. Kurang tidur aja gue semalam diajak Ergi begadang. Lu nggak dengar suara kami 'kan?"

Dia berdeham. "Kamu pasti belum sarapan. Ayo, bareng aja."

"Belum. Oh, lo kalau lagi mual, makan apa biar nggak sampai muntah-muntah?"

"Aah? Mual? Nggak tahu. Aku nggak pernah."

"Iya sih gue inget. Gue pernah dengar katanya hamil luar nikah itu nggak sama seperti kami yang udah nikah. Kalian nggak akan merasakan derita seorang ibu yang susah payah mengandung sampai melahirkan anaknya. Kalian nggak diberikan nikmat itu oleh Tuhan. Gue paham. Makanya beberapa perempuan yang melahirkan di luar nikah itu tega membuang bahkan membunuh anaknya. Karena bagi mereka melahirkan itu mudah segampang bikinnya. Dan kasih sayang untuk anak nggak ada."

"Ayla kenapa kamu bicara seperti ini?"

"Lancar banget, ya, kuliah pagi gue. Lagi bener ini kepala gue. Habis muntah-muntah sih sebab dalam sini lagi berulah, anaknya Ergi."

"Hamil?"

"Hm. Coba lo rasain. Perut gue juga ada bayinya. Bayi suami gue. Gue aja baru tahu loh, Say, karena belakangan sibuk pura-pura aja."

"Ayla. Selamat untuk kalian."

"Nggak usah dibesar-besarkan. Biasa ajalah, ya. Gue sudah nikah berbulan-bulan, Say. Walau belum siap hamil, gue bisa apa kalau Tuhan sudah ngasih. Lo tahu nggak sih, Say, laki gue kasih hadiah yang manis banget semalam. Rupanya semenjak kita sekolah, sejak masuk SMA, Ergi suka gue! Sayla ... lo harusnya lihat video Ergi, eh, nanti gue lihatin. Atau mau sekarang? Itu masih ada di TV-nya. Ergi suka nyuri foto gue. Dia bucin banget tahu. Ah, tapi gue bahagia. Ganteng-ganteng cupu juga dia cintanya cuman sama gue. Aah gue kangen sama papanya anak gue coba. Masih pagi lagi ini."

"Aku senang mendengarnya, Ayla."

"Ah ... jangan gitu, Sayla, gue jadi nggak enak. Gimanapun dulu kalian pernah pacaran walau sebentar. Saat itu Ergi bilang enggak tega menolak perasaan lo. Mana bisa ya 'kan dia nyakitin perasaan adik dari perempuan yang dia sukai. Lumer banget gue diginiin, Say. Dia emang perhatian banget. Gue sadar sih, tapi gue pikir karena dia emang baik ke semua orang. Antar jemput gue njir selama bertahun-tahun. Rela jadi supir tanpa dibayar buat menemani gue ke mana-mana. Uh suami gue setia banget. Dan asal lo tahu, Ergi tahan nggak nyentuh gue walau gue sering telanjang di depannya dia. Laki-laki biasa mana bisa, ya. Dia ini langka banget. Sampai gue serahin diri gue, dia yang kayak jaga gue banget. Perlakukan gue kayak vas kristal dan hati-hati banget. Gimana gue nggak jatuh cinta coba—"

Aku terengah. "Gue bilang apa barusan, Say?"

"Memang sudah waktunya cinta kepada suami, Ay. Jangan heran."

"Gue cinta suami gue, Sayla? Gue nggak tahu sampai mulut ini kebablasan. Yang jelas gue ketergantungan sama dia."

"Kamu sudah ke dokter? Apa kata dokter bayinya sehat? Mau aku temanin nggak hari ini?"

Tangan ini melambai-lambai cepat. Kepala menggeleng-geleng. "Nggak usah. Nggak mau ke dokter gue. Mama juga belum tahu gue hamil. Dan asal lo tahu, ya, bukan lo aja yang mengalami fase ngidam di sini sehingga gue harus repot-repot nurutin ngidamnya elo. Aha! Lo nggak bisa minta sesuatu ke Pokemon sebab dia bukan suami lo dan lihat wajahnya aja bokap akan pasang senapan. Gue ada Ergi yang pasti akan lari paling kenceng nurutin apa yang gue minta."

"Iya, Ayla, aku paham. Sudah. Aku mengerti. Kita memang beda. Kamu punya suami dan aku enggak."

"Yah iya gue ingat, Ergi mau kasih sesuatu hari ini sebagai hadiah. Apa sih? Dia bikin gue nggak sabar."

"Kalian ini! Kenapa belum ke bawah? Sudah sesiang ini belum makan apa-apa 'kan?" Mama tiba di ujung tangga. Tangannya yang berkuteks merah berpegangan pada gagang tangga.

"Gimana pusingnya? Sudah hilang atau masih pusing?" tanyanya pada Sayla.

Jawaban anaknya hanya seulas senyum.

"Ma, anaknya yang satu lagi nggak ditanyain apa?"

Mama menoleh kepadaku. "Kamu kayak sakit, ke dokter?"

Aku tersenyum samar. "Enggak usah. Sekarang sudah nggak kerasa pengin muntah lagi."

"Perhatikan makan juga, Ay, kamu suka makan cepet dan nggak kira-kira," kata Mama menepuk-nepuk punggungku dengan pelan.

"Kalau aku muntah-muntahnya bukan karena itu, tapi karena ... hamil gimana?"

Mama menjauhkan tangannya. "Kamu lupa Mama sering bilang apa? Nggak usah hamil. Kalau kamu sampai hamil, Mama nggak tahu harus ngomong apa sama kamu. Entah kapan kamu bisa patuh pada ucapan Mama."

See. Aku tak bisa mengatakannya sampai Mama melihat sendiri perutku membesar.

"Ayo ke bawah. Mama sudah masak, tapi nggak ada yang makan selain Papa." Mama merangkul bahu Sayla berjalan lebih dulu di depanku. "Ay, makan dulu!" bentaknya saat melihatku tak kunjung bergerak.

***


Kira-kira ada nggak, ya, seorang ibu melarang anaknya hamil? Sambil tiduran di ruang tengah, aku mencari kejadian itu di peramban. Iya ada, tapi ibunya melarang karena anaknya sudah dua. Mungkin dia takut menantunya tidak bisa memberikan makanan dan pendidikan yang cukup. Lah saya?

Alasan Mama jika kalian lupa, takut cucunya yang lahir akan cacat. Apa Mama begitu takut punya keluarga yang terlahir tidak sempurna? Kalaupun aku menikah dan hamil dengan orang yang tak punya adik seperti Yogi, belum tentu anakku seratus persen normal. Semua itu kehendak Tuhan.

Nah, aku jadi religius begini. Jika Tuhan berkata anakku cacat, dengan siapa pun aku menikah tetap akan kejadian juga. Kenapa Mama tak terima saja jika aku sudah bahagia dengan suamiku dan kini sedang menunggu janinku tumbuh dan kembang?

"Assalamua'alaikum."

Suara suamiku di siang bolong begini membuatku cepat bangkit dari pembaringan. Gawai di tangan aku letakkan sembarangan. Tubuh langsung kutegakkan hingga sedikit rasa pusing menyerang kepala.

"Wa'alaikum salam. Kamu kok pulang?"

"Mau makan siang bareng kamulah, Ay." Dia menunjukkan paper bag bawaannya.

"Kamu jadi romantis gini." Aku mengalungkan lengan ke lehernya, mengecup bibirnya.

"Iya? Makin cinta sih sama istri."

Kucubit pipinya. "Uwah gemes."

Kami tertawa. Yang paling kusenangi saat melihat Ergi tertawa adalah dia makin terlihat muda. Ganteng banget suamiku ini.

Dia menggandengku ke ruang makan. "Mama mana, Ay?"

"Di atas. Mantan nggak ditanyain?"

Dia tak menghiraukan. Tangannya dengan terampil menyiapkan makanan yang ternyata soto betawi. Aneh.

"Ini kamu kenapa beli soto? Tumben."

"Pengen aja. Terus teringat kamu juga pasti belum makan jam segini."

"Kamu kayak lagi ngidam aja. Pengennya kok soto betawi."

"Ay ... aku ada sesuatu mau tunjukin ke kamu. Habis makan kita temui Sayla, ya."

Otomatis aku jadi mikir, Ergi pulang ke rumah saat jam makan siang hanya karena pengin makan soto denganku. Katanya semalam mau kasih hadiah, tapi sekarang malah mau bertemu Sayla.

Eh ada yang aku lupakan. Di rumah ini Ergi dan Sayla jarang ketemu. Sayla memang senang mengurung diri di kamar, sedangkan Ergi selalu membuntutiku. Kalau Tuan Hadi enggak mengajak dia ngobrol, Ergi selalu di sisiku. Mungkin faktor itu juga bikin Sayla malas keluar kamar. Kami bukan pasangan pengantin baru, namun menempel terus. Buat orang seperti Sayla apalagi ada hati pada suamiku, mana tahan melihat kami. Syukurin deh, lo!

"Kalian lihat ini," kata suamiku memberikan ponselnya kepadaku.

Kalau katanya 'kalian', artinya Sayla juga harus lihat. Dengan enggan, aku duduk di sebelah Sayla dan melihat ponsel Ergi. Dalam posisi begini, semua orang akan percaya bahwa gadis kembar pasti punya hubungan yang akrab.

"Sayla."

Nama Sayla diucapkan oleh seseorang yang paling menyebalkan tingkat neraka. Wajah yang tampil awalnya blur ketika dia mulai bicara. Lama-lama video itu semakin fokus memperlihatkan muka penuh kerut milik Pokemon kudis.

"Apa kabar bayi kita?"

Gue mau muntah bukan faktor kehamilan.

Mondy tampak berusaha menarik ujung-ujung bibirnya untuk menciptakan sebuah senyuman.

"Aku belum bilang ke kamu kalau kamu sudah mengisi seluruh kepalaku akhir-akhir ini?"

Anjir si tai.

"Wajah kamu sering datang ke mimpiku. Di sana kamu tersenyum manis sekali. Kapan, ya, kamu pernah senyumin aku?"

Aelah parah ini anak ngerayunya.

"Aku mau bilang makasih banyak karena kamu mau menerima permintamaafanku. Juga terima kasih karena kamu sudah memberikan kesempatan untukku bertanggung jawab serta mengizinkanku berada di sampingmu hingga tahun-tahun ke depan."

Kalau seperti ini kenapa Pokemon kelihatan seperti orang yang mau mati besok? Orang yang sudah melihat kopelan kerak neraka. Jadi, dia takut dan berubah menjadi orang baik.

"Lewat seseorang aku menyadari kalau bukan seperti ini caranya bertanggung jawab terhadap kamu dan keluargamu. Semua kesalahanku tidak layak diberikan tempat terbaik, yaitu di sisimu. Aku minta maaf karena tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita. Aku tahu kamu pun sebenarnya terpaksa demi bayi kita. Aku ikhlas jika nanti bayi kita diasuh oleh ayah yang lebih baik dariku. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu dan anak kita. Aku akan mulai memperbaiki diri dan menebus semua kesalahan yang telah kulakukan kepadamu serta keluarga. Aku minta maaf karena telah mengucapkan janji untuk selalu di sisimu. Pada kenyataannya aku tidak berhak."

"Gi dia ...."

Ergi mengangguk untuk membenarkan pradugaku. "Mondy. Dia harus menyelesaikan semua masalah ini sampai tuntas."

Yang kudengar selanjutnya adalah isak tangis dari ibu hamil yang menatap tayangan video Mondy.

"Sayla ... maafkan aku. Sampai jumpa saat kamu telah bahagia. Aku akan selalu berdoa dari sini. Dan semoga doa dari pendosa ini dikabulkan Tuhan."

Video itu berakhir dengan senyuman dilapisi tangisan milik Pokemon.

"Kenapa kamu lakukan ini, Ergi?" tanya Sayla kepada suamiku dengan tatapan menyalahkan.

"Ini adalah hal paling benar yang dilakukan Mondy," jawab Ergi datar.

"Memang apa salahnya jika dia ingin berubah? Aku sudah tidak mempermasalahkan semua itu. Kenapa dia harus ditahan?"

"Lo nggak tahu apa aja yang sudah dia lakukan, Say. Jangan melihat suami gue dengan tatapan itu! Dia tidak jahat. Yang biadab itu Mondy!"

"AYLA! Kenapa kamu bentak-bentak Sayla?"

Emaknya Tuan Putri datang dengan tergopoh-gopoh lalu menyingkirkanku dari anak kesayangannya.

"Aku nggak suka dia menyalahkan Ergi karena sudah menjebloskan Mondy ke penjara. Mondy memang pantas di sana. Biar dia bisa merenungi semua kesalahannya."

"Dipenjara? Kenapa? Kalian tahu Mondy akan menikahi Sayla setelah anak ini lahir."

"Ini soal cyber chrime, Gi?" tebakku.

"Selain itu, pelaku kekerasan seksual pun tidak bisa lepas dari jerat hukum." Ergi berkata tegas. Sepertinya Ergi membawa Pokemon minta maaf kepada kami semua, namun tetap tidak ingin melepaskan pria itu dari pertanggungjawaban hukum.

"Apa yang kalian sembunyikan?" selidik Mama.

"Mama ... apa Mama yakin biarin si Say nikah dengan Mondy keturunan setan toilet itu? Mama dan Sayla nggak tahu biadabnya dia. Mana ada tersangka pemerkosa menikahi korbannya? Kecuali lo sama dia sama-sama suka, Say. Yang mana? Lo tidur sama dia karena emang suka sama dia, ya?"

"Jaga ucapan kamu, Ayla!"

"MA! Pokemon itu sengaja kasih obat ke Sayla supaya apa? Karena dia terlalu suka sama wajah ini!" tunjukku pada muka sendiri. "Apa lo nggak sadar, Mondy itu tergila-gilanya ke gue? Menjadikan lo pelampiasan karena nggak bisa dapatin gue! Lo mau aja kawin sama orang yang tidak bisa menerima kekalahan?"

"Kamu nggak mengerti di posisi aku, Ayla."

"Kalau gue jadi lo, gue akan besarin anak gue sendirian tanpa perlu bantuan bapak bajingan—Mama jangan menyela dulu. Dengar kalian, Mondy sudah minta maaf ke kalian. Iya gue juga melihat dia amat menyesal. Tapi apakah penyesalan aja cukup untuk membayar semua duka dan malu keluarga ini? Mondy itu kumat-kumatan! Gue nggak jamin dia akan jadi orang baik selamanya. Dia bahkan tega merusak dua perempuan setelah adiknya mendapatkan perlakuan yang sama. Dia itu nggak bisa tobat."

"Pikiran kamu yang salah. Kamu nggak bisa melihat Sayla mendapatkan kebahagiaannya. Kamu itu dari dulu suka iri pada Sayla. Kenapa kamu ingin sekali menghalangi pernikahan Sayla?"

"Mondy itu nggak baik, Ma."

"Di mana letak nggak baiknya? Dia sudah minta maaf dan sungguh-sungguh ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya pada Sayla."

"Belum semua." Aku mengambil ponsel, mencari file penting yang sengaja kusimpan, kemudian memperlihatkan kepada mereka.

"Apa ini, Ay?" teriak Mama memelototiku.

Di sebelah Mama, Sayla mematung.

"Video apa menurut Mama? Dua manusia berlainan jenis tanpa pakaian. Bergumulan di tempat tidur dengan suara-suara yang bahkan bikin bulu ini semuanya merinding. Sayla, lo tahu ini siapa?"

"Kamu dapat itu dari mana?" tanya gadisnya Mama pelan.

"Siapa lagi? Gue yakin lo bahkan nggak tahu kalau kegiatan kalian ada yang merekam. Gila, Say, lo bakat juga jadi model film blue. Salut gue. Di ranjang lo ternyata ganas juga. Beda banget dengan lo sekarang."

"Kamu jangan memfitnah Sayla!"

"Fitnah? Jadi menurut Mama itu bukan Sayla? Kalau bukan dia, lalu siapa? Aku? Buka mata Mama. Aku nggak akan tidur dengan pria yang bukan suamiku. Dan kalian harus tahu, cowok di video itu bukan suamiku. Enak aja aku dituduh ada main dengan laki lain. Yang seperti itu baru namanya fitnah."

"Dari mana, Ay?" tanya Sayla hampir hilang suaranya.

"Intinya sih, aku cuman mau ngasih tahu ini. Mondy telah menyebarkan video kalian ke seluruh warga kampus kami. Ada grup yang dia bikin untuk share video-video dan foto-foto kalian. Bukan cuman satu ini kok file-nya, masih banyak banget. Aku mah jijik simpen banyak-banyak. Coba masuk aja ke grupnya kalau masih ada. Sekarang tahu 'kan kenapa aku bilang Mondy itu tidak baik? Dia nggak ada kapok-kapoknya."

Ergi merebut ponselku dan aku yakin dia memusnahkan video itu.

"Dia harus menebusnya di penjara, Mama, Sayla," kata Ergi. "Dia menggunakan video ini untuk merusak nama baik istriku. Aku tidak akan tinggal diam apalagi membiarkan dia melenggang bebas setelah melakukan itu kepada Ayla."




***

Bersambung ...

23 Agustus 2019

Part terpanjang di cerita ini guys.
Cerita ini pengen aku selesaikan 2 part lagi. Nah, Siap-siap untuk ikutin lanjutannya di cerita Sayla.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top