Bagian [11]
Ada yang nunggu Ayla?

Update berikutnya kalau terkumpul 501 vote ya... (Ajakin temen baca yes biar cepet kekumpul)
Happy Reading....
😇😇😇
Tubuh Sayla seperti zombie. Kurus kering. Bawah matanya hitam mirip kuntilanak.
"Sakit apa lo?"
Sayla tersenyum menjawab pertanyaanku.
"Nggak makan berapa lama sih sampai jadi setipis ini? Gaji lo nggak dikasih sama bos lo apa? Pak Hadi nggak beli beras?"
Kaget saat Sayla tiba-tiba memelukku. Merasa canggung, kayak orang pertama pacaran. Eh, kayak gue pernah pacaran aja.
"Kalau saja sakit itu enak, aku mau-mau aja dalam kondisi ini."
Ini gadisnya Pak Hadi omongannya sudah enggak benar. Tidak diragukan lagi, dia pasti memang sedang sakit. Jiwanya.
"Kamu cuman cerewet seperti ini kalau aku sedang sakit."
"Gue itu tanya, lo sakit apa? Sebulan yang lalu masih mirip sama gue. Sekarang gue hampir enggak ngenalin wajah lo."
Redup. Pandangan Sayla mengembun. Senyumannya menipis kemudian sirna.
"Aku nggak sakit. Hem ... cuman kecapean aja. Klinik rame jadi kurang memperhatikan makan ... Ayla, kamu sehat?"
"Kesehatan gue jangan ditanya, nggak gampang sakit gue kayak lo. Gila kerja sih lo. Ya sudah, lo istirahat aja. Gue di sini malam ini."
Saat berjalan ke pintu, aku merasa seolah Sayla menatapku lekat. Entahlah, hanya perasaanku atau apa, Sayla ingin menyembunyikan kedukaannya sendirian.
Halah, Ayla sok peduli banget sih lo. Duka apaan coba? Sedih karena gue belum cerai juga sama Ergi?
Aku menuruni anak tangga untuk sampai ke kamarku. Sayup kudengar obrolan Pak Hadi bersama Ergi. Tak ingin bergabung, aku langsung sembunyikan diri di ruanganku sendiri. Ketukan pintu terdengar selesainya aku berganti piyama tidur.
"Ay." Mamalah yang kutemukan di balik pintu.
"Bagaimana hubunganmu dengan Ergi? Hal yang Mama khawatirkan tidak terjadi?"
Aku mengunci pintu dan berbalik pada Mama. "Ma, please jangan bahas hal itu. Aku tahu apa yang aku lakukan, Ma. Mama nggak perlu terus-terusan mengingatkan Ay."
"Karena ini tuh kamu, Ayla Lovelya. Mama kurang yakin sama ucapanmu. Kamu sering menentang apa yang Mama inginkan."
"Oh, iya. Mama enggak percaya aku. Hampir lupa. Lalu bagaimana kalau kenyataannya aku hamil? Mama mau suruh aku aborsi?"
Mama diam. Tak membantah atau mengiakan.
"Kenapa Mama setuju menikahkan aku kalau aku enggak boleh hamil? Mama maunya aku hamil dari laki-laki yang bukan suamiku?"
"Kamu-"
"Mama kenapa yakin sekali kalau Ergi akan kasih aku keturunan yang enggak sempurna? Lihat Mama dan Papa, kalian berdua normal, tapi lihat apa yang kalian lahirkan. Aku! Ayla yang cacat. Ayla yang hanya sebuah boneka, bukan makhluk."
"Ay."
"Aku bingung, Ma. Kalau keinginan Mama sama Papa menikahkan aku agar aku tidak lagi jadi tanggungjawab kalian yang selalu bikin repot, kenapa setelah aku menikah kalian masih ngatur aku maunya gimana?"
"Ini semua demi kamu, Ay. Kamu belum siap jadi orang tua. Suami kamu pun Mama khawatirkan akan kasih kamu anak yang cacat. Mama ingin kamu terhindar dari hal buruk. Mama tidak mengharapkan kamu harus punya keturunan. Tidak apa-apa kalian hidup hanya berdua saja. Sayla punya sifat keibuan meskipun belum menikah. Dia bisa jadi ibu yang baik untuk cucu-cucu Mama dan Papa."
"Lantas untuk apa aku menikah, Mama? Kenapa waktu aku menolak dinikahkan, Mama diam aja? Kenapa Mama tidak bilang semua ini ke Papa? Kenapa tetap memaksa aku jadi istri orang, sedangkan aku tidak boleh jadi seorang ibu? Dan kalau Mama takut, kenapa Ergi yang dipilih? Mengapa bukan sosok sempurna? Toh sama saja dengan siapa pun, Ay enggak bisa membantah."
"Karena cuma Ergi yang terbaik dari segi karakter dan sifatnya. Dia telah mengenal kamu, dan kalian cukup dekat. Tapi sayang, Ergi punya gen yang tidak sempurna."
"Tidak ada manusia yang sempurna. Memangnya Mama pikir Ay sempurna? Bukannya Ayla hanya robot Mama dan Papa?"
"Sudahlah, Ay. Kamu kalau Mama bilangin enggak pernah mau dengarkan. Bisanya kamu selalu membantah Mama. Kapan sih kamu nurut dan patuh seperti Sayla?"
"Aku enggak akan pernah sama dengan Sayla. Aku bukan dia."
Mama menatapku lelah. "Iya ... iya .... Kamu memang bukan dia. Meskipun kembar, kalian berbeda sekali. Mama cuman ingin lihat kamu berubah jadi lebih baik dengan adanya Ergi di samping kamu. Lihat nih, kamu saja masih suka melawan sama Mama, gimana mau mengajarkan anak kalau nanti betulan dikasih hamil?"
"Aku tahu, Ma. Untuk itulah aku belum siap menjalani pernikahan ini. Mama jangan takut. Sampai hari ini aku masih gadis."
"Apa, Ay? Mama tidak melarang kamu. Mama cuma bilang, hati-hati jangan sampai kebobolan, itu aja."
"Kedengarannya sama aja tuh. Barangkali kalau aku sampai hamil, Mama akan minta aku membunuh anakku sendiri. Kadang aku pikir, Mama itu lucu banget sih. Sampai-sampai aku pusing dengan jalan pikiran Mama juga Papa."
"Karena kamu memang tidak perlu memikirkan itu. Yang harusnya kamu lakukan, patuhlah pada orang tuamu." Mama meremas pundakku. "Lebih baik lagi, Ay. Mama dan Papa sayang sama kamu. Mama dan Papa ingin melakukan semua yang terbaik untuk kamu."
Kesimpulannya, kedua orang tuaku tidak sanggup mengurus diriku. Mereka menyerahkan aku kepada orang lain. Kenapa mereka tidak ingin memahami bahwa aku bukanlah Sayla yang selalu bisa membohongi mereka? Ya, meskipun tidak suka, dia akan bilang suka tanpa menolak pilihan Mama dan Papa.
Kaupikir Sayla bercita-cita menjadi seorang bidan? Bukan. Sayla ingin mengajar. Dia menyukai dirinya berdiri di depan anak-anak. Namun, Pak Hadi selalu mengatakan ingin melihat Sayla membantu ibu hamil yang artinya dia akan menyelamatkan dua nyawa dalam sekali waktu. Cita-cita mulia Tuan Hadi pun merasuki Sayla sehingga gadis itu mau kuliah D3 kebidanan.
Sementara aku selalu menjadi diriku sendiri. Urusan pendidikan, aku tidak ingin dikekang. Aku tak ingin hidup di dalam penjara selama aku punya kesempatan untuk bebas. Lain halnya dengan pernikahan. Aku tak tahu apa yang terjadi sehingga aku tidak menolak mati-matian pernikahan ini.
Oh iya. Semua karena Sayla. Dengan mengambil seseorang yang berarti bagi Sayla, aku merasa senang. Mengerjai Sayla sedikit saja di kehidupannya yang telah tertata apik, mencubit hatinya, dan memukul-mukul isi kepalanya. Itu yang kulakukan dan semua itu kini sudah tidak menyenangkan lagi. Kesenangan itu menghilang dengan sendirinya. Tak bertahan lama.
"Ay, minum. "
Ergi menyerahkan segelas dingin ke tanganku. Napasku masih belum teratur akibat beberapa gerakan yang kulakukan baru saja. Sekeluarnya Mama tadi, aku mengganti pakaian dan menyalakan musik. Belly dance mampu membuatku lupa pada kesemrautan yang sedang berlangsung di dalam otakku.
"Sedang memikirkan apa?" tanya Ergi. Mengambil ikat rambut di nakas dan memberikan ke tanganku.
Dua maniknya tak segaja bertemu dengan mataku. Irisnya yang hitam bak menyimpan ketenangan yang sangat dalam. Beralih dari sepasang mata, aku amati dua alisnya yang begitu tebal. Ia seolah menjaga keteduhan mata sang empu. Hidungnya yang diletakkan secara elok oleh Sang Pencipta bukan satu-satunya hal yang istimewa dari wajahnya. Ada rahang yang kokoh dan bersih tampak seksi dan indah.
Masih ada yang begitu luar biasa darinya, yaitu bibirnya yang terang, hampir mendekati merah muda seolah dipolesi dengan lipstick pink. Juga ada bekas kumis tipis yang tak dibiarkan tumbuh. Pada bibir bawahnya juga berhiaskan cetakan tipis janggut yang sampai pada hari ini aku tak pernah lihat dia memeliharanya. Seakan-akan dia alergi dengan semua itu sehingga selalu mencukur bulu halus di wajahnya.
Dia berdeham lalu mengutak-atik remot AC, menurunkan suhunya.
Sambil melepaskan rok panjang yang kupakai, kulihat Ergi baik-baik. Dia melepaskan arloji lalu mengamati benda itu seperti enggan berpaling untuk melihatku lagi.
"Aku dapat jawabannya."
Mendengarku, Ergi berbalik badan. Akibatnya dia kaget melihat tampilanku yang tak jauh dari hinaan Mondy tadi. Aku telah berhasil melepaskan rok panjang. Menyisakan celana dalam saja. Dan atasanku hanyalah sebuah bra menari.
"Gue mau lihat, apa yang akan Mama lakukan kalau gue enggak menurut kali ini."
***
TBC
24 April 2019
Kira-kira apa yang ada dalam otak Ayla, tems????

Lihat ini tems, masih nahan gak si Ay untuk kukuh pada aturannya??
Aturan apa, cek chapter 1😉😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top