9
Hi..
Maaf baru bisa up..
Beberapa hari ini aku kehilangan mood buat nulis setelah berhasil menamatkan cerita The Owner's Heart. Sekarang mood baru balik, jadi mohon pengertiannya.
Jangan lupa tinggalkan vote dan coment-nya.
✨Happy reading✨
"Kamu ingin sesuatu?"
Ayana menoleh saat mendengar suara hangat dari samping dan mendapat ciuman di pipinya membuat kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Ia senang dengan perubahan sikap suaminya, yang lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dan lebih perhatian. "Aku rasa tidak." Jawab Ayana setelah berpikir cukup lama.
Reza menghela nafas mendengar jawaban istrinya, selama hamil Ayana tidak pernah meminta apa pun darinya padahal teman-temannya pernah bercerita tentang suka duka menghadapi istri yang tengah mengidam dan ia pun ingin mengalaminya. Tangannya mengusap perut Ayana dimana kedua buah hatinya berada, hatinya selalu menghangat setiap ia melakukannya. Ia menyerukan kepalanya di ceruk leher istrinya, dengan tangannya yang melingkari pinggang Ayana semakin mengeratkan pelukannya. Setelah kepulangan Ayana, Reza memang semakin posesif padanya, selalu pulang cepat dan membuntuti kemana pun Ayana pergi. Entah mengapa Reza merasa jika ia melepaskan pengawasannya Ayana mungkin saja pergi darinya.
"Ya sudah kalau begitu aku mandi dulu. Kamu hati-hati memasaknya. Jangan sampai jari-jarimu teriris." Reza mencium kening Ayana sebelum berlalu pergi menuju kamar, Ayana mengusap perutnya yang tadi di usap suaminya dan masih merasakan hangat belaian bekas tangan suaminya.
Masakannya telah tertata rapi di meja, ia memiliki hobby memasak itulah sebabnya ia lebih suka mengerjakan pekerjaan dapur sendiri ketimbang menyerahkannya pada pembantu. Ia tidak ingin suami dan ibu mertuanya makan masakan pembantu, jadi dalam urusan makan Ayanalah yang berkuasa mengatur segala hal.
Aira turun dan memasuki ruang makan. Ia tersenyum lembut pada menantunya, duduk di kursi yang biasa di tempatinya. "Dimana suamimu?"
Ayana yang sedang menuangkan air pada gelas menoleh, menaruh gelas yang telah di isi air tersebut ke hadapan Aira. "Mungkin masih di kamar. Tadi ia bilang ingin mandi." Aira mengangguk mendengarnya.
Tak lama kemudian Reza pun muncul dengan pakaian santainya, ia mencium kening istrinya sebelum duduk di kursinya. "Lama sekali." Reza hanya tersenyum mendengar gerutuan Ibunya, setelah itu mereka memulai makan malam di selingi obrolan-obrolan ringan.
Ayana menata piring-piring kotor ke bak cuci piring setelah makan malam usai, ia tidak akan mencucinya karena suami dan mertuanya melarangnya melakukan pekerjaan itu. Mereka bilang pembantu yang akan melakukannya, jadi ia pun hanya bisa menurut setelah membereskan meja makan meninggalkan piring-piring kotor itu tergelak di sana walau sebenarnya ia tak terbiasa melakukannya.
Reza bersandar di kusen pintu dapur dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku celana, matanya setia mengawasi gerak-gerik Ayana. "Sudah?" Tanyanya saat istri cantiknya berjalan mendekat.
"Mm, sudah." Ayana mengangguk.
Keduanya beriringan memasuki kamar, Ayana yang hendak mengganti bajunya dengan piyama tidur berhenti saat Reza tiba-tiba berucap.
"Aku lupa mengambil air minum. Kamu tunggu sebentar aku ke dapur dulu." Setelah itu Reza pun keluar dan kembali ke dapur.
Ayana mengganti pakaiannya, kemudian duduk menyandar di sandaran ranjang dengan buku di tangannya. Perhatiannya teralihkan saat mendengar dering ponsel yang terletak di atas nakas, tangannya meraih ponsel tersebut dan nama 'Naya' tertera di layar.
"Hallo."
Hening dari sebrang, Ayana masih setia menempelkan benda tipis itu di telinganya menunggu respon dari sana.
"Dimana Mas Reza?"
Ekspresi Ayana tetap tak berubah masih datar tanpa ekspresi. "Dia tidak ada, ada apa?" Tanyanya dengan suara datar. Hatinya sakit.. Tentu saja. Selama beberapa hari ini ia melupakan satu hal, terlalu hanyut dengan perlakuan manis Reza melupakan wanita yang menjadi dalang kesakitannya selama ini.
"Aku ingin bicara dengannya." Ujar Naya yang terdengar dengan entengnya.
"Tidak ada yang melarangmu."
Kekehan di sebrang sana membuat tangan Ayana mengepal. Entah terbuat dari apa hati dan pikirannya, benar-benar tidak tau malu dan tak berperasaan.
"Kalau begitu tolong kau berikan padanya."
"Aku bukan pelayan. Kau katakan saja sendiri padanya." Setelah mengatakan itu Ayana memutuskan sambungan. Setenang apapun ia di permukaan ia bisa saja meledak. Tidak, ia tidak ingin membuat wanita itu senang karena telah berhasil menganggu ketenangannya. Hal lumrah setiap wanita pengganggu rumah tangga orang lain ingin si istri meledak-ledak dan akhirnya mengambil keuntungan dari pertengkaran mereka. Dan ia tidak akan memberikan apa yang ia inginkan. Akan ia buktikan jika pernikahannya baik-baik saja, sebisa mungkin ia akan menahan Reza agar tetap disisinya dan meninggalkan wanita itu.
Reza mengerutkan keningnya saat masuk ke dalam kamarnya melihat ekpresi istrinya. Ia menaruh gelas di atas nakas, kemudian naik ke tempat tidur mendekati istrinya. "Ada apa?" Tanyanya dengan lembut.
"Ini." Ayana mengulurkan ponsel yang ada di genggamannya, Reza menerimanya dengan raut kebingungan. Melihat kebungkaman Ayana membuatnya semakin bingung, tangannya menekan tombol dan layar benda tipis itu pun menyala. Hati Reza berdebar saat memeriksa daftar panggilan terakhir, dengan panik ia menggadap Ayana, perasaan takut dan cemas bercampur menjadi satu takut jika Naya 'wanita pujaannya yang lain' mengatakan hal yang tidak-tidak pada istrinya.
"Sayang aku bisa jelaskan semuanya."
Ayana masih bergeming di tempatnya, tatapannya tertuju pada tangannya yang terkepal erat dan Reza pun melihat hal itu. Reza segera memeluk Ayana erat, masih tidak ada respon dari istrinya. Ia terus menggumamkan kata maaf seraya menjelaskan semuanya dengan pilihan bahasa yang terdengar hati-hati takut salah bicara membuat istrinya semakin marah dan akhirnya meninggalkannya.
"Jadi kamu menikahiku karena ingin memanfaatkanku?"
Reza tercekat tidak tau harus menjawab apa, matanya menatap sendu istrinya yang masih enggan menatapnya, ia menggenggan kedua tangan Ayana yang masih terkepal, membawa pada bibirnya dan kembali menciumnya.
"Itu dulu sayang. Sekarang tidak lagi. Tolong maafkan aku. Aku sungguh mencintaimu dan anak-anak kita. Aku tidak ingin kehilangan kalian. Tolong jangan tinggalkan aku." Pintanya memelas. Reza tak perduli dengan harga dirinya, sekarang baginya tak ada yang lebih penting dari Ayana dan calon anak-anaknya. Ia akan melakukan apapun untuk menahan Ayana agar tetap di sisinya. Apapun..
"Lalu bagaimana dengan wanita itu?"
Ayana akan bermain cantik untuk membalas trik murahan Naya. Ia tidak akan mengatakan jika ia sudah tau sejak lama hubungan mereka bahkan pernah menemui wanita itu. Akan ia buat Reza tetap disisinya dan anak-anaknya.
"A-Aku.."
Reza tergagap tak dapat mengatakan sepatah kata pun, ia memang sangat mencintai Ayana namun ia tak pun tau harus menggambarkan dengan apa perasaannya terhadap Naya. Wanita itu telah bertahun-tahun menjadi kekasihnya, dan sebelumnya ia telah berjanji untuk tak meninggalkannya.
"Aku tidak pernah suka berbagi."
Reza memandang Ayana yang kini bersedia menatapnya, ada senyum di wajah cantik itu, namun sorot matanya menujukan kesakitan yang teramat dalam. Hatinya berdenyut sakit melihat tetesan bening mengalir di pipi tirus Ayana, tenggorokannya terasa begitu kering, tak terasa matanya berubah kabur oleh cairan hangat yang selama lebih dari 10 tahun ini tak pernah di keluarkannya.
"Aku ingin kau memilih." Ujar Ayana dengan suara seraknya. "Kami.. atau dia.."
Tbc..
***
22 September 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top