5
Jangan lupa tinggalkan vote dan coment-nya.
✨Happy reading✨
Reza menatap lirih tubuh yang terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Tangannya mengusap wajahnya secara kasar, kemudian menatap jam di tangannya yang telah menunjukan pukul sembilan malam.
Ia meraih jas dan tas kerjanya, bangkit dari kursi yang didudukinya beberapa saat lalu. Tangannya menggapai kenop pintu, menoleh ke belakang sesaat sebelum menutup pintu secara perlahan.
Sudah satu minggu ini Naya di rawat di rumah sakit. Magg-nya kambuh karena nafsu makannya yang berkurang drastis. Setiap hari Reza menyempatkan menghubungi kekasihnya baik via sms maupun via telepon untuk mengingatkan meminum obat, dan menyempatkan berkunjung sepulang kerja walau hanya satu jam.
Selama perjalanan pikirannya berkecambuk memikirkan wanita yang saat ini tengah menunggunya di rumah. Ada rasa gamang dalam hati, menyadari jika hatinya telah bergerak tanpa bisa ia kendalikan.
Bayangan Ayana yang menyambutnya dengan senyum membuat dadanya terasa bergetar. Dengan tidak sabar Reza memacu mobilnya berharap segera sampai di rumah.
Mobil terparkir dengan asal. Reza keluar dari mobil setengah berlari memasuki rumah. Keadaan rumah terasa sepi, tanpa mengindahkan sekeliling ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
Pintu terbuka, tatapan Reza terpaku menatap sosok yang tengah berdiri menghadap jendela. Angin berhembus meniup surai panjang Ayana. Ia terlihat begitu cantik. Dengan sinar rembulan yang menerpa wajahnya.
Ayana tetap bergeming meski tau akan kehadiran suaminya. Hatinya terasa perih, jadi ijinkanlah ia untuk malam ini saja menjadi dirinya sendiri. Tanpa senyum yang selalu menghiasi bibirnya, tanpa suara lembut yang selalu mengalun walau dalam hati ia menjerit. Ia hanya ingin diam dalam kesunyian malam yang mampu membuat jiwanya tenang untuk sesaat. Meninggalkan panggung sandiwara untuk saat ini saja.
Ayana merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya, di susul oleh hembusan hangat yang menerpa lehernya. Reza menyandarkan dagu lancipnya di pundak Ayana, menghirup aroma Ayana yang entah mengapa begitu ia rindukan sejak kakinya melangkahkan meninggalkan rumah.
Keduanya sama-sama terdiam,menikmati keheningan malam di temani sang rembulan. Reza semakin mengeratkan pelukannya, rasa takut tiba-tiba menyergap hatinya yang ia sendiri pun tak tau apa alasannya.
"Tubuhmu terasa dingin. Kita tidur ya. Aku tidak ingin kamu sakit." Reza berucap lembut, tangannya membelai pipi Ayana yang terasa dingin.
"Mas duluan saja. Aku masih ingin disini."
Reza menghela nafas mendengar penolakan Ayana. Ia memutar tubuh istrinya, menatap matanya yang malam ini terlihat begitu dingin.
"Kamu bisa sakit sayang. Sudah ya. Lihatlah.. Bahkan bibirmu pun sudah berubah pucat."
Tangan Reza membelai bibir Ayana, tatapannya terfokus pada bibir yang selalu melengkung indah itu. Sejak dalam perjalanan pulang ia membayang-bayangkan senyum indah istrinya menyambut kepulangannya, namun harapannya harus pupus karena bibir itu hanya terkatup rapat tanpa ada tanda-tanda membentuk garis lengkung seperti biasanya. Tak ada sambutan hangat seperti biasanya, Reza mencium kening Ayana cukup lama, mengenyahkan rasa kecewa dalam hatinya. Ia merasa malam ini Ayana-nya berbeda. Membuat hatinya merasa semakin gelisah.
Reza menyerah membujuk Ayana, sekeras apa pun ia membujuk istrinya itu tetap tak beranjak seincipun. Ia masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya selama beberapa menit.
"Sayang.."
Selesai berpakaian Reza kembali menghampiri Ayana. Tatapan Ayana lurus menatap langit bertabur bintang di luar sana. Reza meraih selimut dan memakaikannya pada tubuh Ayana, menggeser sofa hingga posisinya menghadap jendela.
"Duduklah. Kakimu pasti terasa pegal." Reza menyentuh bahu Ayana, menggiringnya dengan lembut untuk duduk di sofa. Ia memeluk tubuh Ayana dari samping, menyandarkan dagunya di pundak Ayana kemudian memejamkan matanya.
Ayana mengepalkan tangannya, berusaha sekuat tenaga agar air matanya tidak jatuh kembali. Ia menoleh menatap Reza yang menutup kedua matanya, jarak wajah mereka begitu dekat hingga ia dapat melihat dengan jelas gurat lelah di wajah suaminya.
Istri mana yang tidak merasakan sakit saat mengetahui suaminya masih memiliki hubungan dengan mantan pacarnya, masih saling beruhungan baik lewat pesan maupun telepon. Dan yang paling menyakitinya ternyata mereka masih sering bertemu, menjalin hubungan di belakangnya seolah ia adalah wanita paling bodoh di dunia.
Ah.. Sebenarnya ia memang bodoh. Bodoh karena hanya bisa terdiam meski tau rencana jahat suaminya yang hanya ingin memiliki keturunan kemudian menceraikannya. Bodoh karena hanya bisa menangis saat membaca pesan-pesan secara sembunyi-sembunyi di ponsel suaminya. Saking bodohnya bibirnya masih tetap tersenyum di tengah kesakitan hatinya. Semua hanya karena sesuatu yang bernama cinta. Cintalah yang membuat ia bodoh, tetap diam berpura-pura tidak tau dan bertahan mengharap dengan diamnya Reza akan membalas cintanya.
Keesokan paginya Reza terbangun karena merasakan silaunya sinar matahari yang menerpa wajahnya, keningnya menyerngit di sertai lambaian tangan di depan wajahnya berharap mengurangi silaunya matahari pagi.
Reza mendudukkan tubuhnya, merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Ternyata ia tertidur di sofa, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Ayana yang tak ia temukan. Helaan nafas keluar dari bibirnya, tangannya menyingkab selimut yang membungkus tubuhnya kemudian bangkit menuju kamar mandi.
Setelah memcuci wajah dan menggosok gigi Reza keluar dari kamar menuju ke dapur, lagi-lagi keningnya menyerngit karena tak menemukan keberadaan istrinya. Biasanya setiap pagi istrinya selalu berkutat di dapur membuatkannya sarapan. Tanpa banyak bicara kakinya ia langkahkan menuju taman berharap menemukan Ayana di sana.
"Pagi bun."
Reza mencium pipi Arin, menghentikan sejenak kegiatan ibunya yang tengah merangkai bunga di sebuah vas.
"Pagi juga sayang. Ayana mana? Dari tadi bunda kok belum liat dia? Dia baik-baik ajakan?"
Senyum di wajah Reza berubah kaku, ia mentap ibunya cukup lama sebelum melangkah meninggalkan ibunya yang menatapnya bingung. Ia masuk kembali ke dalam kamarnya, mengecek kamar mandi, balkon namun tak menemukan Ayana. Dengan langkah tergesa-gesa ia mengecek seluruh ruangan di dalam rumah, namun masih tak menemuksn istrinya. Terakhir ia menuju garasi dan memukan mobil Ayana tidak ada, dengan pikiran yang kacau Reza berjalan menuju pos satpam bertanya pada penjaga rumah sejak kapan Ayana meninggalkan rumah.
"Wah den saya tidak tau. Kan yang jaga semalam mang Ujang." jawab pak Agus saat Reza bertanya.
"Kalo begitu panggil pak Ujangnya ke sini."
Pak Agus menganggukkan kepalanya, segera berlalu untuk memanggil Ujang rekan sesama satpam yang bertugas semalam.
Beberapa menit menunggu akhirnya pak Agus kembali bersama mang Ujang. Reza segera bertanya dengan tidak sabar, menurut mang Ujang ternyata istrinya pergi sekitar pukul 10 malam. Itu artinya saat ia tertidur. Karena seingat Reza semalam ia tidur jam 10an.
Reza mengusap wajahnya kasar, menormalkan detak jantungnya yang berpacu semakin kencang. Tanpa mengatakan apapun lagi ia berlalu memasuki kamarnya, mengambil kunci mobilnya dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi.
Untuk pertama kalinya ia merasakan sebuah rasa asing yang tak pernah ia rasakan walau pada Naya sekali pun, yaitu rasa takut akan kehilangan seseorang.
Kehilangan Ayana..
Berulang kali tangannya memukul kemudi, berharap kemacetan panjang di pagi ini segera berakhir.
Kamu dimana Ayana?
Mengapa pergi tanpa memberitahuku lebih dulu?
Tbc..
🌿🌺🌿
03 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top