4
Hari ini Reza berencana untuk pergi ke luar kota selama satu minggu, semua baju dan keperluannya selama pergi telah tertata rapi di dalam koper. Ayana duduk diam, memperhatikan suaminya yang tengah mengancingkan kemejanya. Tatapannya memang tertuju pada Reza namun tidak dengan hatinya.
"Aku pergi dulu. Jaga kesehatanmu selagi aku tidak ada." Pesan Reza sambil mencium kening Ayana.
"Hm, Mas juga."
Setelah kepergian Reza, Ayana masuk ke dalam kamar mandi. Ia mengeluarkan sebuah bungkusan kemudian memakai benda tersebut. 5 menit menunggu akhirnya hasil sudah bisa terlihat, terdapat dua strip berwarna merah dalam benda di genggamannya. Air mata mengalir deras, Ayana memeluk perutnya seraya terisak pelan. Ya Tuhan ia hamil.. Dan sebentar lagi Reza pasti akan meninggalkannya.
Setelah puas menangis Ayana memutuskan untuk mandi, ia tidak ingin mertuanya khawatir melihat penampilan kusamnya. Selesai berpakaian Ayana keluar dari kamar, pamit pada mertuanya untuk pergi sebentar keluar rumah.
"Hati-hati bawa mobilnya ya." Pesan Arin sebelum Ayana pergi. Ayana mengangguk kemudian pergi mengendarai mobilnya.
Mobil berhenti di sebuah rumah sakit, setelah membuat janji Ayana duduk di kursi tunggu bersama pasien yang lain. Ia mengelus perut ratanya, tersenyum lirih menatap beberapa ibu-ibu lain yang ditemani suaminya.
Setelah setengah jam menunggu akhirnya suster memanggil nama Ayana, Ayana bangkit dan memasuki ruang praktek doket kandungan. Rankaian pemeriksaan di lakukan dokter terhadap bayi di dalam perut Ayana, Ayana menganggukkan kepalanya saat dokter memberikan pesan serta nasihat apa saja yang boleh dan tidak boleh ia makan dan juga lakukan.
Selesai melakukan pemeriksaan Ayana keluar dengan tangan yang memegang foto hasil USG bayinya. Kembar, ia mengandung bayi kembar. Dokter mengatakan resiko mengandung bayi kembar lebih besar ketimbang mengandung satu bayi. Namun meski begitu Ayana tetap senang, setidaknya saat Reza meninggalkannya nanti ada dua malaikat kecil yang akan menemani hari-harinya.
Sebelum pulang Ayana menyempatkan menebus resep obat yang di berikan dokter padanya, tak lupa ia juga membeli susu dengan berbagai parian rasa.
Sesampainya di rumah Arin menyambut kabar bahagia itu dengan haru, Ayana bahkan mulai merasakan sifat cetewet mertuanya yang baru keluar. Mulai sekarang ia tidak boleh melakukan ini dan itu. Ayana hanya mampu tersenyum melihat bagaimana antusiasnya mertuanya.
3 hari kemudian Reza kembali pulang ke rumah, lebih cepat 4 hari di banding rencana awal yang ia susun. Pria itu membuka pintu kamarnya dengan tidak sabar, tatapannya jatuh pada Ayana yang kini tengah tidur terlelap di atas ranjang.
Ayana menyerngitkan keningnya saat merasakan sesuatu yang mengganggu tidurnya, ia tersentak kaget saat melihat suaminya Reza tengah menciumi perutnya.
"Maaf membangunkanmu. Tidurlah lagi, kamu pasti lelah."
Ayana bangkit hingga posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang, Reza ikut duduk di samping Ayana menatap istrinya dengan lembut. "Terimakasih." Reza mencium kening Ayana dalam, yang entah mengapa malah membuat hati Ayana terasa sangat perih.
"Kenapa sudah pulang? Bukannya seharusnya 4 hari lagi?" Tanya Ayana saat Reza melepaskan ciumannya.
"Kenapa? Apa kamu tidak ingin aku cepat pulang?"
Ayana menggelengkan kepalanya, tentu saja ia ingin suaminya pulang lebih cepat, namun... Ah sudahlah, Ayana lebih memilih mengabaikan pikiran buruknya. "Tidak ada, hanya penasaran saja."
"Aku merindukanmu." Reza meraih Ayana ke dalam pelukannya, Ayana bersandar dengan nyaman di dada suaminya. "Aku senang akhirnya akan menjadi Ayah."
'Senang karena akan menjadi ayah atau karena sebentar lagi akan terbebas dariku?' Ayana membatin, ia semakin menenggelamkan wajahnya di dada Reza dan memejamkan matanya.
"Berapa usianya?" Tanya Reza.
"3 minggu."
"Benarkah? Berarti tinggal 8 bulan 1 minggu lagi." Ucap Reza yang terdengar antusias di telinga Ayana.
"Hm." Ayana bergumam sebagai jawaban. "Dua." Ucapnya lagi sambil mengangkat kedua jarinya.
Reza melepaskan pelukannya, memegang bahu Ayana dan menatap istrinya itu dengan bingung. Ayana mengelus perutnya, kembali berucap dengan senyumnya. "Ada dua."
"Maksud kamu kembar?" Tanya Reza dengan wajah syok yang di angguki Ayana. "Ya Tuhan, terima kasih." Reza kembali memeluk Ayana, mengecup pucuk kepalanya beberapa kali.
Hari-hari Ayana lalui seperti biasanya, tidak ada yang terlalu berarti. Meski tau ia sedang hamil tak ada tanda-tanda mual seperti ibu-ibu hamil biasanya, ia pun tak pernah menginginkan sesuatu apa pun pada suaminya, membuat Reza sedikit bingung namun tak memusingkannya.
"Aku berangkat kerja dulu. Jaga mereka dengan baik selama aku tidak ada." Reza mencium kening Ayana seperti biasa saat ia hendak berangkat bekerja, kemudian di iringi kebiasaan barunya yaitu nengecup dan mengelus perut Ayana sebelum berangkat. "Anak-anak ayah gak boleh nakal ya. Ayah berangkat kerja dulu." Ucap Reza seraya mengelus perut Ayana. Ia mendongak menatap Ayana yang setia menatapnya. "Pulang kerja nanti kamu ingin dibawakan apa?" Tanyanya yang seperti biasa di balas seperi biasa pula dengan senyuman serta gelengan dari istrinya. Reza menghela nafas, ia mengusap rambut Ayana sebelum berlalu memasuki mobilnya.
Ayana melambaikan tangannya, senyumnya langsung sirna saat mobil suaminya tak lagi terlihat. Air mata mengalir di kedua pipinya, hatinya sakit saat mengingat pesan yang ia baca semalam tanpa sepengetahuan suaminya. Hari ini Reza memiliki janji bertemu dengan wanita yang masih menjadi kekasih suaminya itu, hatinya semakin meradang saat mengingat betapa mesra percakapan mereka.
Mengapa hidupnya seperti ini? Mengapa Tuhan memberikannya jodoh seorang pria yang mencintai wanita lain? Hatinya sakit, sangat.. Ia hanya mampu tersenyum di tengah keperihan hatinya, tak mampu menyuarakan sakit karena selalu tertahan di tenggorokan.
Ayana berjalan kembali memasuki rumah, hari ini tubuhnya terasa tidak enak jadi ia memutuskan untuk berbaring di dalam kamarnya. Ia memejamkan matanya dengan air mata yang mengalir dipipinya. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan beberapa bulan ini, terlalu banyak hingga Ayana lelah menghitungnya. Mungkin ia terlalu cengeng dan mendramatisir keadaan.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, saat Ayana membuka matanya sembuarat orange terlihat di langit.
Ia menyingkab selimut yang membungkus tubuhnya, berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandi. Badannya terasa sangat lemas, mungkin karena seharian ini ia belum makan apa pun. Setelah mencuci wajah dan mengosok gigi Ayana turun dari kamarnya, berjalan menuju dapur berharap memukan makanan yang bisa mengisi perutnya.
"Non sedang apa?"
Ayana yang tengah berjongkok di depan kulkas menolehkan kepalanya, menatap Bi Asih asisten rumah tangga di rumah ini.
"Nyari pisang Bi. Tapi sepertinya tidak ada."
Bi Asih berjalan mendekati Ayana, ikut menengok ke dalam kulkas.
"Kayaknya habis Non. Maaf sepertinya kemarin Bibi lupa beli." ucap Bi Asih dengan wajah meminta maaf.
"Gak apa-apa Bi. Kan besok bisa Bibi belikan." jawab Ayana dengan senyum lembutnya.
Bi Asih menghela nafas lega karena nyonya mudanya itu tidak marah. Semua pekerja di kediaman itu memang mengenal Ayana sebagai wanita yang baik, rajin dan murah senyum. Tidak pernah sekalipun memarahi pelayan meski melakukan kesalahan.
"Non mau buah lain. Jeruk sama mangga muda ada. Kemarin tuan Reza yang membelikan, katanya buat Non Ayana."
Senyum di bibir Ayana berubah kaku, tadinya ia akan menganggukkan kepalanya namun urung saat mendengar bahwa Rezalah yang membelikannya. Entah apa alasannya tiba-tiba minatnya langsung hilang, ia menggelengkan kepalanya kemudian pamit pergi. Ia ke dapur memang untuk mencari pisang, setelah menemukan pisang yang dicarinya tidak ada ia tidak menginginkan apa pun lagi.
Arin sedang menonton tv di ruang tengah, ia melambaikan tangannya memanggil Ayana untuk mendekat. "Baru bangun?" tanyanya dengan lembut.
"Iya. Bunda sedang nonton apa?"
Ayana duduk di sofa di sebelah mertuanya, ikut melirik tayangan di televisi yang di tonton mertuanya.
"Oh, ini.. Lagi nonton pelakor." jawab Arin yang kembali asyik menonton sinetron kesukaannya itu.
Ayana menatap datar film di layar kaca tersebut, tanpa sadar tangannya terkepal erat saat melihat pemeran utama prianya lebih memperhatikan selingkuhannya dari pada istrinya. Mungkin di luar sana Reza juga seperti itu, hanya bermuka manis bila di hadapannya. Namun di belakang suaminya itu begitu muak melihat kehadirannya.
"Kamu kenapa?"
Ayana menoleh menatap Arin yang menyentuh bahunya menatapnya cemas, senyum kembali tersungging di bibirnya meski saat ini hatinya sedang panas membayangkan suaminya tengah bermesraan bersama wanita lain.
"Tidak apa-apa Bunda. Filmnya bagus, Ayana jadi terbawa perasaan."
"Oh, Bunda kira kamu kenapa. Muka kamu pucat gitu."
Ayana hanya tersenyum tipis, kembali menatap layar televisi.
Apakah nasibnya akan sama seperti wanita di sinetron itu, terbuang dan di campakkan oleh suaminya?
Tbc..
🍂🍒🍂
30 Juli 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top