3

Reza terpekur di sofa kamarnya, ia menatap wanita yang telah menjadi istrinya tertidur lelap di atas ranjang. Ia mengusap wajahnya kasar, mengingat semua perkataan ibunya tadi sore. Masih terbayang raut kekecewaan ibunya dalam benaknya, namun apa daya ia tidak mencintai Ayana, karena yang ia cintai adalah Naya.. Wanita yang entah kenapa tidak disukai oleh ibunya.

Reza bangkit berdiri, keluar dari kamar dan berjalan menuju balkon kamarnya. Ia mengeluarkan sebungkus rokok, menyalakannya dan menghisapnya. Bayangan Naya berkelebat dalam matanya. Hampir saja ia kehilangannya, terlambat sedikit saja wanita yang dicintainya itu pasti telah meregang nyawa. Semalam saat ia datang ke apartemen kekasihnya ia mendapati kekasihnya tengah memegang sebuah pisau yang hendak ia iriskan ke pergelangan tangannya, beruntung ia cepat datang hingga pisau tersebut ia rebut dan melemparnya jauh. Saat itu tubuh Naya bergetar hebat, ia menangis dalam dekapannya sambil menggumamkan bahwa ia membencinya.

Ini sangat menyakitkan baginya, di satu sisi ia menyayangi ibunya berharap bisa membahagiakannya dengan menikahi wanita pilihan ibunya, namun di sisi lain ia menyakiti hati wanita yang dicintainya. Rasa cintanya tak mampu membahagiakan Naya dan malah menyakitinya.

Entah hingga pukul berapa Reza termenung di balkon, ia hendak kembali mengeluarkan sebatang rokok namun bungkusannya telah kosong. Berjalan gontai memasuki kamarnya, ia membaringkan tubuhnya dan mulai menutup matanya di atas sofa.

Di balik selimut di atas ranjang Ayana tengah menangis terisak, ia tau Reza tidak mencintainya dan ia memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya. Tak ada gunanya meneruskan semua ini, hanya saling menyakiti yang akan di perolehnya, ia tidak ingin menangung kesakitan lagi yang akan membuat hatinya hancur berkeping-keping. Reza bahkan enggan tidur satu ranjang dengannya, pria itu lebih memilih tidur di atas sofa yang tidak mampu memuat seluruh tubuhnya.

Perlahan Ayana turun dari atas ranjang, memunguti bajunya yang berserakan di lantai. Dengan tertatih-tatih ia melangkah menuju kamar mandi, di bawah kucuran shower ia kembali menangis terisak sambil memeluk kedua lututnya. Reza hanya menginginkan anak darinya, tak lebih. Bahkan saat pelepasan di raihnya pun bukan namanya yang suaminya ucapkan, melainkan wanita lain.

Naya..

Nama itulah yang Reza sebutkan usai percintaan mereka, hatinya remuk redam mengetahui bahwa wanita lain yang suaminya bayangkan saat menyentuhnya.

Sinar matahari mengintip di sela-sela tirai jendela, Ayana menyerngitkan keningnya merasakan silaunya bias cahaya yang menerpa netranya. Ia melirik tempat tidur di sampingnya yang masih rapi, kemudian matanya melirik menatap sofa yang telah kosong.

Ayana menghela nafas saat melihat jarum jam menunjukan pukul sembilan pagi, ia bangkit berdiri berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi.

"Pagi Bunda." Sapanya begitu melihat ibu mertuanya yang tengah asik menyiram tanaman di taman depan.

"Pagi sayang. Kamu sudah sarapan?" Tanya Arin menatap menantunya dengan tatapan berbinar. Hari ini ia merasa sangat bahagia, pagi tadi Reza mengatakan akan segera memberikannya cucu.

Ayana menggelengkan kepalanya, tersenyum lembut membalas senyum ibu mertuanya.

"Kamu makan dulu gih. Setelah itu bantuin bunda merangkai bunga."

Ayana menganggukkan kepalanya, berjalan masuk ke dalam rumah kemudian mencari di mana letak dapur. Setelah bertanya pada pelayan Ayana pun menemukan dapur, tampak elegant dan nyaman itulah penilaiannya. Ia mulai makan setelah pelayan menyajikan makannya. Dan setelah selesai Ayana kembali ke taman di mana ibu mertuanya tengah menunggunya, ia pun mulai belajar bagaimana cara merangkai bunga ke dalam vas agar tampak lebih cantik dan indah. Ayana belajar dengan giat dan sesekali menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya.

"Bagaimana Bunda?" Tanya Ayana meminta pendapat ibu mertuanya untuk hasil rangkaiannya.

"Bagus. Kamu memang pintar, tidak sulit mengajarimu. Lain kali kita bikin kue ya, nanti bunda ajari cara buatnya bagaimana."

Ayana mengangguk senang, berutung ia memiliki ibu mertua yang baik. Setidaknya dengan membantu ibu mertuanya bisa sedikit mengobati kesakitan di hatinya.

Hari-hari Ayana lalui dengan senyum, meski hatinya merasa sakit ia tetap memaksa senyum di bibirnya. Reza masih bersikap lembut padanya, tersenyum walau ia tau senyum itu tak pernah sampai ke matanya. Reza juga tak pernah menyebut nama wanita lain lagi saat menyentuhnya, seperti percintaan yang baru saja terjadi, saat ini Reza tengah berbaring lemah di pundaknya setelah pelepasan mereka.

Reza mengangkat kepalanya, menatap Ayana dengan pandangan yang sulit Ayana artikan. Pria itu mengecup keningnya dalam, kemudian berguling dan memeluk tubuhnya. "Tidurlah. Kamu pasti lelah." Bisik Reza yang telah memejamkan matanya.

Ayana bersandar di dada Reza, mencoba memejamkan matanya walau sulit. Ia tau kebahagiaan ini hanya sesaat, setelah Reza mendapat apa yang ia mau darinya suaminya ini akan meninggalkannya dan kembali pada wanita yang dicintainya. Ayana mengetahui itu saat tak sengaja mendengar percakapan Reza dengan seorang wanita yang Ayana yakin adalah Naya saat ia berkunjung mengantarkan makan siang ke kantor suaminya itu dua minggu yang lalu, sakit.. perih.. Tak dapat di lukiskan dengan kata-kata. Ayana ingin menyerah pada pernikahan ini, namun rasa cintanya mendorongnya untuk bersikap egois. Ia memilih diam, berpura-pura tidak tau seolah semuanya baik-baik saja.

Salahkah jika ia berharap keajaiban datang? Ia berharap suatu saat Reza akan membalas mencintanya.

**

Pagi ini Ayana tengah berkutat dengan masakannya, setelah selesai menata semua masakannya di meja makan ia pun beranjak menuju kamar untuk membangunkan suaminya.

"Mas."

Ayana mengguncang tubuh Reza, gumaman terdengar membuat Ayana menggelengkan kepalanya. Ayana beralih membuka tirai, membiarkan bias-bias cahaya masuk ke dalam kamar mereka. Ia kembali mengoyangkan tubuh suaminya, dan Reza malah munutup seluruh tubuhnya dengan selimut hingga kepala di sertai gerutuan.

"Bangun bayi besar. Bukankah kamu mengatakan jika hari ini ada meeting penting di kantor. Ayo bangun, nanti kamu terlambat."

Satu kebiasaan buruk Reza yang sekarang Ayana ketahui, suaminya itu paling sulit untuk di bangunkan.

"Mas.."

"Iya, iya aku bangun."

Reza membuka selimut yang membungkus tubuhnya, menatap Ayana dengan pandangan kesal yang malah membuat istrinya itu tertawa karena merasa lucu dengan tingkahnya. Reza menghela nafas melihat tawa pertama Ayana di pagi ini, ia memeluk perut Ayana sambil beberapa kali menciumi perutnya membuat Ayana tersenyum sambil membelai rambutnya.

"Kamu belum datang bulankan?"

Pertanyaan Reza membuat senyum di bibir Ayana berubah kaku, ia menelan ludah yang tiba-tiba terasa seperti menelan duri, ia menatap Reza yang masih setia membenamkan wajahnya di perutnya, elusan di kepala Reza terhenti membuat pria itu mendongak menatapnya.

"Ada apa?" Tanya Reza melihat perubahan di wajah istrinya.

"Tidak ada apa-apa. Mandilah, aku tunggu di ruang makan." Ayana melepas pelukan Reza dari perutnya, keluar dari kamar tanpa menoleh sedikit pun. Setelah keluar dari kamar Ayana tak mampu membendung tangisnya, ia berjalan gontai menuju dapur dengan air mata yang mengalir deras seiring kesakitan yang di tahannya.

Di dalam kamarnya Reza duduk termenung menatap lantai, ia mengusap wajahnya kasar sebelum berlalu menuju kamar mandi. Ia tidak boleh lemah. Berulang kali ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia memiliki Naya yang mencintainya dan selalu setia menunggunya.











Tbc..

🌿🌺🌿

Bagaimana pendapat kalian dengan cerita ini?

Jelek atau gimana?

(yang tidak suka dengan curhatan di sarankan tidak membaca ocehan saya di bawah ini)

Hah~ aku sebenarnya ingin mengeluh, tapi gak tau harus kemana.
Rasanya dada ini sakit, air mata sudah berliter-liter aku keluarkan namun percuma.
Kenapa harus selalu aku?
Itulah yang selalu menjadi pertanyaan di dalam hatiku. Aku merasa ujian berat di dalam hidupku tidak pernah berakhir. Selasai satu maka akan datang yang lain.
Aku tidak bisa mengatakan apa saja cobaan berat yang telah menimpaku, yang jelas ada musibah, ada derita, ada juga aib yang teramat menyakitkan.
Lagi-lagi aku bertanya, kenapa harus aku?
Aku selalu berusaha menjalani hidup dengan baik, mencoba menerima takdir walau begitu menyakitkan. Namun ternyata itu hanyalah awal, penderitaan panjang sedang menantiku.
Aku lelah..
Aku ingin menyerah..
Aku menulis di wattpad untuk sedikit menghibur hati, melupakan sejenak permasalahan yang ada dengan berkhayal.
Rasanya begitu miris, namun..
Hah sudahlah..

Terima kasih untuk yang sudah membaca, tulisan di atas tidak penting jadi abaikan saja.

23 Juli 2018

18 : 34

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top