2

Sebuah resepsi pernikahan di gelar dengan megah di salah satu hotel bintang lima, tamu undangan berdatangan mengucapkan selamat pada kedua mempelai yang berada di atas pelaminan. Senyum bahagia menghiasi bibir keduanya, kebahagiaan tak hanya di rasakan oleh kedua pengantin namun kedua pihak keluarga pun turut merasa bahagia.

Acara selesai tepat pada pukul sebelas malam. Reza-sang pengantin pria pamit undur diri membawa wanita yang telah berstatus sebagai istrinya masuk ke dalam kamar.

Ia melempar asal jas yang selama lima jam ini membungkus tubuhnya, senyum bahagia yang selama acara berlangsung setia terpatri di bibirnya pun lenyap tak bersisa berganti raut dingin.

Ayana, wanita yang pagi tadi di persunting Reza pun hanya bisa terdiam melihat wajah kusut pria yang telah menjadi suaminya. Ragu ia berjalan mendekatinya, aneh rasanya seolah ada tembok tak kasat mata yang membatasi mereka berdua, kehangatan yang selama acara pernikahan dan resepsi yang dirasakannya seolah habis tak bersisa.

"Mas."

Tidak ada sahutan sama sekali, Reza duduk di sofa kamar hotel mereka dengan mata yang terpejam.

Ayana berdiri di samping sofa tempat Reza duduk, meremas jari-jarinya dengan gelisah. Badannya terasa sangat lengket, walau ragu ia memberanikan diri kembali berbicara. "Mas, yang mau pakai kamar mandi aku dulu atau mas dulu?."

Hening.. Tidak ada jawaban sama sekali. Kebingungan menghiasi wajah cantik Ayana, ia menghela nafas melangkah menjauhi suaminya dan memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dia terlalu lelah, pikir Ayana.

Reza membuka matanya, getaran di saku celananya membuyarkan lamunannya. Nama Laura tertera di layar, mengusap wajahnya kasar ia bangkit berdiri mengangkat panggilan telpon dan berjalan menuju balkon.

Teriakan histeris terdengar dari sebrang sana, kata maaf tidak henti-hentinya Reza gunamkan pada kekasihnya yang saat ini tengah berteriak mencaci makinya mengeluarkan amarah.

"Aku membencimu Mas. Aku membencimu." terdengar suara lirih Naya, Reza memejamkan matanya merasakan sakit di dadanya.

"Sayang. Percayalah, aku hanya mencintaimu. Tidak ada wanita yang aku inginkan selain dirimu." Reza berucap lembut, berharap bisa menenangkan kekasihnya.

"Tapi kamu menikahinya mas." isak Naya.

"Ini hanya untuk menyenangkan Mamaku, tidak lebih. Ayolah Naya kita sudah membicarakan ini sebelumnya."

"........."

"Sayang tolong maafkan aku. Aku janji tidak akan pernah menyentuhnya percayalah."

".........."

"Sayang.."

Reza kembali mengusap wajahnya kasar, mendongak menengadahkan kepalanya keatas dengan mata tepejam.

"............"

"Aku juga mencintaimu sayang. Tenanglah, sebentar lagi aku akan ke sana. Jangan berbuat nekat! Lima belas menit lagi aku sampai." ucap Reza yang tergesa-gesa mengambil kunci mobilnya di atas nakas.

Ia pergi begitu saja tanpa memberitahu istrinya, Ayana yang baru selesai mandi hanya diam terpaku di depan pintu kamar mandi. Tubuhnya bergetar menahan isak tangis, ia membekap mulutnya dan segera berlari masuk ke dalam kamar mandi kembali. Tubuhnya lemas seketika, meluruh ke lantai yang dingin.

Astaga, apa yang di dengarnya tadi. Reza suaminya mencintai wanita lain, lalu kenapa ia menikahinya? Apa arti sikap lembutnya selama ini? Ia kira pria yang telah resmi menjadi suaminya itu memilki perasaan yang sama dengannya. Walau awal hubungan mereka karena perjodohan ia telah mencintai Reza karena sikap lembutnya, karena perhatiannya selama ini itu sebabnya ia bersedia menerima pinanganannya.

Air mata berderai membasahi pipinya, bahunya bergetar hebat, Ayana menangis pilu di malam pernikahannya. Reza meninggalkannya di malam pengantin mereka untuk menemui wanita yang di cintainya.

Sakit.. Sangat menyakitkan.. Sakit di hatinya tak dapat di lukiskan dengan kata-kata. Hatinya berdarah begitu parah, seakan banyak pedang tak kasat mata menghujam jantungnya. Beginilah rasanya ditinggalkan di malam pengantin, begitu menyakitkan hingga ingin rasanya ia menjerit.

Ia menikah dengan Reza berharap untuk bahagia. Jika ia tau bahwa Reza sama sekali tak mencintainya dulu ia tidak akan menerima pinanganannya.

Setelah lelah menangis selama berjam-jam akhirnya Ayana pun bangkit, ia melangkah keluar dari kamar mandi berjalan dengan gontai menuju ranjang. Sepi, ia hanya sendiri di dalam sana. Air mata kembali mengalir seiring sakit di hatinya.

Ayana merebahkan tubuhnya di atas ranjang, terisak di balik selimut sambil mendekap bantal. Entah sampai kapan ia menangis, yang jelas saat Ayana terbangun matanya terlihat begitu sembab, wajah pucat dan penampilan yang nampak kacau. Ia melirik seluruh penjuru kamar, kosong.. Suaminya belum kembali hingga menjelang sore hari.

Supir menjemputnya untuk membawanya pulang, selama perjalanan Ayana habiskan dengan melamun menatap ke luar jendela. Mama Arin, ibu mertuanya menyambutnya hangat begitu ia sampai di rumah barunya, Ayana hanya mampu tersenyum lirih saat mertuanya itu menanyakan keberadaan putranya.

Kaki Ayana melangkah masuk ke dalam sebuah kamar, kamar Reza yang juga menjadi kamarnya mulai saat ini. Ia menatap sekeliling kamar yang di dominasi warna abu-abu, Ayana meletakkan kopernya di penjuru kamar dan segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Ia menyentuh cincin yang di sematkan Reza kemarin pagi, air mata mengalir tanpa bisa di cegahnya. Apa yang harus di lakukannya? Haruskah ia mengakhiri pernikahan yang hanya baru berumur satu hari ini?

Perlahan mata Ayana mulai terpejam, dengan sisa air mata yang membasahi pipinya.

Sebuah usapan lembut membuat kesadaran Ayana kembali, ia membuka matanya menatap Reza yang tengah menatapnya dengan tatapan lembutnya.

Betapa rindunya Ayana melihat tatapan itu, tatapan yang selalu menggetarkan hatinya hingga hatinya benar-benar terpaut pada Reza.

"Maaf." bisik Reza di dekat telinga Ayana, ia mencium kening Ayana cukup lama dengan mata terpejam.

Maaf? Mungkinkah ia menyesali perbuatannya? Namun perbuatan yang mana yang menjadi pertanyaan Ayana. Menyesal karena telah meninggalkannya atau karena telah menikahinya.

Cinta itu buta, pepatah itu memang benar. Sesakit apa pun yang ia rasakan, sebanyak apa pun ia menumpahkan air matanya, ia langsung luluh saat melihat tatapan teduh dan lembut dari Reza.

Ayana bangkit dan menghambur memeluk tubuh Reza erat, Reza membalas pelukannya serta membelai rambutnya.

"Maaf, maafkan aku." bisik Reza kembali.

Ayana hanya mampu terisak di dalam pelukan suaminya.

Sakit..

Sangat menyakitkan..

Namun aku tak bisa melepaskanmu..









Tbc..




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top