Ayah Aku Rindu🥀
🌹Kejutan dan Arti Kedewasaan🌹
______________________________________
***
Manda menatap keluar jendela. Matanya berkaca-kaca entah karena apa. "Manda, keluar yuk," ajakku masuk ke dalam kamarnya.
Gadis itu menoleh, dia hanya diam tanpa ekspresi. "Ke mana?" tanyanya.
"Ke mana aja," sautku berdiri di depan pintu.
Lantas dia menggeleng. "Nggak Kakak aja," tolaknya.
Alisku bertaut, nggak seperti biasanya Manda bersikap seperti ini. "Yaudah deh," sautku menghela napas.
Pintu kembali ku tutup. Di luar Bang Bihan menyandar ke dinding. "Gimana?" tanyanya menatapku.
"Nggak mau," jawabku. Bang Bihan menghela napas, "Dia lagi ada masalah?" tanyanya lagi. Aku mengedikan bahu.
"Yaudah, aku keluar ya," sautku. Bang Bihan mengangguk lantas dia balik masuk ke dalam kamarnya.
Aku mengendarai motor metic membelah jalanan Padang. Tujuanku sekerang adalah ke Magenta Cokelat, toko kue yang menjajankan berbagai kue baik kering ataupun basah.
Hari ini tanggal 19 Oktober merupakan hari ulang tahun Manda. Tujuan kami tadi mengajaknya pergi hanya sekedar jalan-jalan saja. Namun, beruntungnya gadis itu tidak jadi pergi dan membuat ku dan Bang Bihan lebih leluasa dan banyak waktu untuk mepersiapkan kejutan untuknya.
Magenta Cokelat, papan tokonya sudah nampak olehku, langsung saja aku memacu motor mengarah ke toko tersebut. Di sana aku memesan kue cokelat dengan hiasan simple dengan ukuran sedang.
"Sekalian ya Kak, donat ini satu kotak," ujarnya kepada pelayan tokonya.
"Totalnya 150 Kak."
Aku mengangguk lantas menyodorkan uang pas dan mengambil pesanan. "Terima kasih."
Kue sudah di tangan sekarang tujuanku adalah pulang karena kado sebelumnya sudah kami cari jauh-jauh hari.
***
Seorang gadis tengah mengeliat di atas ranjangnya. Dari pagi dia hanya berada di kamarnya. Tidur, tidur, dan tidurlah yang dia lakukan.
"Huam, membosankan," gumamnya menyibak selimut.
Manda bangkit membuka gorden jendelanya. Sekarang menunjukan pukul 4 sore. Lantas dia segera membersihkan diri ke kamar mandi.
Setelah ritual mandi dia segera turun ke bawah mengingat perutnya belum diisi dari pagi. "Nyeselkan? Bagusnya ikut Kakak tadi," gerutunya clingkak-clingkuk turun tangga.
"Eh, kok ada kotak," gumamnya melihat kotak berwarna merah di atas meja ruang tengah. Langsung saja dia meluncur ke bawah. Kotaknya masih tersegel rapi namun tidak ada alamat di sana, jika kalau itu paket.
Manda kembali meletakan kotak tersebut lantas dia langsung menuju dapur. Matanya terbelalak kaget melihat hidangan yang berada di atas meja. Makanan kesukaannya tersaji semua di sana.
"Masak nggak ada orang sih," gumamnya duduk di kursi. Dia menatap lambat-lambat makanan tersebut, kalau makan sendiri pasti tidak habis, sambil berfikir dia mengetok-ngetok meja dengan jari telunjuknya.
"Eh, oh iya," gumamnya mengeluarkan handphone dari saku piyamanya.
Jari lentiknya mengetik di atas keyboard handphonenya. Keningnya berkerut menatap centang satu.
"Masak makan sendirian sih," gerutunya mencomot kerupuk pangsit yang ada dimangkuk.
"Eh, iya. Telfon aja kali ya."
"Ha?" Matanya menatap handphone Maura yang tergeletak di atas meja bar. "Lah, handphonenya nggak sama pemiliknya," gumamnya.
"Mandaa!!" teriakan dari belakang membuatnya menoleh. "Eh, suara Kak Ura." Lantas dia bangkit dan menuju taman belakang.
"Kakak ngapain?" tanyanya berdecak pinggang menatapku yang berada di atas pohon.
"Ngambil mangga," jawabku polos dari atas sini. "Nanti kalau jatuh gimana? Jaringkan ada, malah manjat-manjat segalak," omelnya.
"Nggak usah ngomel, tangkap," pintaku melempas satu mangga yang sudah masak.
Dengan cekatan Manda mengangkapnya dengan sigap. Aku lantas turun setelah memetik satu buah mangga segar.
"Satu doang?" tanyanya. Mangga yang berada di tanganya aku ambil, "Iya, mau ambil sendiri," sautku menaik-naikan alis menatapnya.
Manda memanyumkan bibirnya. Lantas dia langsung mendahuluiku masuk. "Berjalan sempurna," gumamku. Aku langsung mengambil kue dari meja di dekat pintu masuk ke dalam, ah untung saja tadi tidak kelihatan oleh Manda.
Mangga yang berada di tangan sekarang berganti dengan kue dengan lilin membentuk angka 16.
Manda mendumel duduk di meja makan. Dia bertumpu tangan menatap makanan di depannya tak minat lagi.
"Adek Abang," ujar Bang Bihan tiba-tiba datang diikuti Bunda duduk di hadapannya.
"Eh, Bun," ujarnya dia kira Bunda pergi ke butik hari ini.
"Kenapa manyun aja?" tanya Bunda menuangkan jus yang ada di dalam teko ke dalam empat gelas.
"Gak apa-apa," sautnya singkat.
Saat aku meletakan kue di hadapan Manda dengan lilin menyala dia menoleh ke arahku. "Siapa yang ultah?" tanyanya menyipitkan matanya.
"Lah? Nggak ingat?" kekeh Bunda berdiri. Lantas beliau menghampiri Manda yang masih bingung.
"Anak gadis Bunda udah beranjak remaja," ujar Bunda membuat Manda mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Astafirullah, Manda lupa," saut Manda melainkan Manda mengacak-ngacak rambut gadis tersebut.
"Pikiranmu terlalu lola untuk soal memahami, happy brithday Adek Kakak," sautku. Manda menatapku dengan mata berbinar. Dia menepuk dahinya, "Manda lupa," kekehnya.
Dia langsung berdiri dan langsung memeluk Bunda. "Makasi Bunda," ujarnya dengan tulus. Sudut matanya berair membuat kami terkekeh ternyata Manda masih cengeng kalau menyangkut tentang hal seperti ini.
"Abang sama Kakak nggak dipeluk nih," saut Bang Bihan membuat dia mengangguk. "Sini-sini peluk bareng," ajak Bunda membuat kami berdua langsung mendekap.
"Huaa, makasi Bun, Kakak, sama Abang," lirihnya.
"Tetaplah jadi pribadi yang baik," pesan Bunda melapaskan pelukan kami. "Abang, Kakak, dan Adek," ujar Bunda, kami bertiga mengangguk mantap.
"Makan, Manda laper," celetuknya menyetir kuda. "Dasar bocil," kekeh Bang Bihan.
"Eh, lilinnya belum dimatiin loh." Manda menyetir kuda dia mengibas-ngibaskan tanganya didekat lilin hingga apinya padam.
"Mie ayam," ujarnya semangat mengambil mangkok.
"Besok kalau Manda udah kerja, Manda mau buka restoran khusus jual mie ayam. Biar puas makannya," ujarnya. Membuat kami semua mengaminkan doanya.
"Amin, makanya belajar yang rajin dari sekarang," saut Bang Bihan.
"Pasti." Manda mengacungkan kedua jempulnya ke depan.
Kejutan yang singkat namun sangat berati bagi Manda. Eum, andai saja Ayah masih ada di sisi kami. Mungkin akan menjadi pelengkap kebahagian yang dia dapat hari ini. Menjadi pribadi yang lebih dewasa itu terlalu banyak tantangan yang akan menemuai, proses pendewasaan mengajarkan kita arti kehidupan yang sesungguhnya bukan dari faktor luar menjadi hambatannya. Namun, faktor dalamlah atau diri kita sendirilah yang menjadi penghambat itu semua.
Aku tersenyum melihat binar kebahagian dimanik mata Manda. Jika dulu dia seorang gadis yang cengeng maka sekarang bahunya semakin kuat untuk menghadapi hidupnya sendiri.
"Makan Kak, jan melamun mulu," omelnya lagi. Aku terkekeh lantas mengambil nasi goreng yang ada di hadapanku saat ini.
"Bun, nanti Manda boleh keluar kan?" tanyanya. Bunda tersenyum, "Boleh," ujar Bunda mengizinkan.
"Terima kasih buatmu yang telah berdamai dengan masa lalu."
***
______________________________________
Proses pendewasaan itu bukan berarti proses di mana kita beranjak dari anak-anak ke remaja saja. Proses pendewasaan mengajarkan kita arti sesungguhnya tentang kehidupan, bukan saja tentang keluarga, lingkungan sekitar, ataupun cinta. Namun, masalah pada diri kita sendiri, jati diri yang belum matang.
______________________________________
🥀🥀🥀
(BAB 17)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top