Ayah Aku Rindu🥀
______________________________________
🌹Sekolah dan Teman Baru🌹
______________________________________
***
Manda menyusuluri koridor sekolahnya, ia tersenyum kikuk ketika ada yang menyapanya.
"Assalamualaikum," sapanya pelan memasuki kelas yang sudah rame.
Dia mematung di depan pintu mrlihat semua mata tertuju ke arahnya. Manda menjadi risih karena tatapan teman-teman kelasnya.
"Manda boleh masukkan?" tanyanya pelan.
Mereka menatap Manda bingung. "Silakan," jawab remaja laki-laki yang duduk paling depan.
Manda melangkahkan kakinya menuju bangku kosong. Ia mengerutuki dirinya sendiri. "Kenapa canggung sekali," desisnya.
Kebetulan bangku yang ia tempati belum ada temannya. Manda meletakan tasnya di atas meja lalu melirik sekitar, semua teman-teman kelas ini rata-rata memakai hijab hanya 1 atau 3 orang saja yang sepertinya.
"Boleh kenalan?" tanya remaja perempuan menghampiri bangku Manda.
"Boleh, aku Manda,"sapaku dulu. Dia nampak tersenyum dan langsung duduk di sampingku.
"Caca," sapanya balik.
Manda mengangguk senang akhirnya mendapatkan teman di kelas ini. Menajdi siswa baru dan tahun ajaran baru sungguh menyebalkan memang.
"Btw Manda asli orang Padang?" tanya Caca karena melihat fesien Manda dirasa tidak.
"Manda asli orang Padang, tapi lama tinggal di Jakarta," ujarnya membuat Caca mengangguk paham.
"Oh, pantes sih," ujarnya mangut-mangut. "Maaf ya Manda kaku," ujarnya membuat Caca tertawa.
"Sans aja Da, ntar juga kebiasaan," kekehnya.
"Caca boleh duduk di sini kan?" tanyanya menaik-naikkan alisnya.
"Boleh dong," ujar Manda mengangguk.
"Da cowok yang duduk di depan itu ganteng ya," celetuk Caca membuat Manda menoleh.
"Ha, yang mana Ca?" tanya Manda penasaran.
"Itu yang di depan yang nyuruh kamu masuk tadi," ujarnya.
Manda langsung melirik dan kebetulan remaja cowok tersebut juga menoleh ke belakang tepatnya ke bangku mereka.
"Ciee," ledek Caca membuat Manda salting.
"Apaan sih," dengkus Manda membuat Caca tertawa.
Kami bertukar cerita cukup banyak, ternyata asik juga Caca anaknya yang super humbel dan cerewet membuat Manda tertawa. Tak lama guru bel sekolah berbunyi mendandkan mereka harus segera berkumpul di lapangan sekolah.
"Panas banget, kenapa nggak di dalam aula saja," gumam Manda menyandarkan kepalanya ke bahu Caca.
Caca terkekeh, mungkin bagi Manda tidak terbiasa berjemur di bawah terik matahari apa lagi mendengarkan ceramah yang sudah hampir 2 jam.
"Untung duduk ya, kalau nggak kamu dah pingsan dari tadi," ujar Caca. Manda mengangguk, ah jadi ingat dia pas waktu upacara di SMP ia tak pernah mengikuti jadwal upacara sekali pun karena tidak bisa berdiri terlalu lama.
"Kita mos juga ya?" tanya Manda. "Sepertinya iya," jawab Caca pasalnya mereka tidak ada menyimak apa yang di sampaikan oleh kepala sekolah di depan.
"Menyebalkan," dengkus Manda. Caca terkekeh sebab beberapa kali mendengar Manda mendumel tidak jelas.
"Ca, aku nggak enak deh, serius."
"Why?" Kali ini Manda lah yang lebih cerewet dari Caca membuatnya tekekeh.
"Semua pakai hijab cuman aku aja yang nggak. Kan aneh rasanya," gumanya. Caca mrngangguk memaklumi mungkin Manda risih karena dilihatan mulu sama anak-anak yang lain.
"Biarin aja lah, berarti mereka fans sama kamu tuh," ujar Caca. "Gitu ya," ujar Manda membuat Caca tertawa kecil.
"Polos banget sih kamu, jadi gemes," ujarnya.
Manda cemberut karena ucapan Caca. Ia menoleh ke barisan cowok lagi-lagi matanya bertemu lagi dengan mata dia.
"Ah, kenapa dia lagi?" gumamnya.
***
"Halo, tuan putri yang cantik sejagat raya pulang dengan selamat ke kerajaan Bunda, red carpetnya mana?" teriak Manda heboh masuk ke dalam rumah.
Aku yang berada di ruang tengah berkelik kesal. "Di bawa ke kebun binatang laku nggak ya," gumamku.
"Kak Ura!" teriaknya langsung melocat duduk di sampingku.
"Tau nggak tadi Manda ditatap cogan mulu," ujarnya mulai bercerita.
"Nggak nanya," ujarku memilih fokus dengan laptop yang menyala di hadapanku.
"Idih, Manda cuman mau cerita," dengkusnya.
"Bodo."
"Biarin," dengkus Manda.
"Kakak, Adek ke sini!" teriak Bunda dari belakang.
Kami saling tatap dan langsung pergi ke belakang. "Kenapa Bun?" tanya Manda melihat wanita yang sangat dia cintai itu berdiri di bawah pohon mangga.
"Bikin rujak yuk," ajak Bunda.
"Ha? Rujak?" tanyaku sambil menatap pohon mangga yang tinggi itu.
"Ayukk Bun," sahut Manda semangat.
"Kenapa Kak?" Aku menggeleng. "Yang manjat siapa?" tanyaku.
Bunda dan Manda saling tatap. "Kakak lah," ujar mereka berbarenga.
Aku mendengkus kesal. Aku mengambil tangga yang ada di samping gudang. "Nggak bisa tangga, Kak," ujar Manda duduk di atas rumbut berlesahan.
"Ntar jatuh tau rasa," ujarnya. Bunda sudah masuk ke dalam membuat sambal rujak.
"Trus gimana dong?" tanyaku.
"Ya, tinggal panjat. Ribet bener, Kakak," cibirnya. Aku mendengkus kesal.
"Emang semudah kamu memakan?" sautku. Manda mengedikan bahu menatapku.
Aku menatap pohon mangga yang ada di hadapanku. Aku ambil ancang-ancang untuk memanjatnya.
"Yo, Kak," ujar Manda menyemangati
Pijakan demi pijakan ku naik ke atas pohon, hingga bisa duduk di atas dahannya. "Dek, sambut mangganya dong!" ujarku sedikit berteriak. Manda di bawah sana bangkit dan berdiri di dekat pohon.
"Lemparnya pakai perasaan ya," ujarnya.
"Apa, lempar pakai kekerasan?" tanyaku terkekeh.
Manda mendumel dan langsung saja aku lempar buah mangga ke bawah. "Astafirullah, allahuakbar," ujarnya dengan sedikit kesusahan menangkap karena ku lempar tampa aba-aba.
"Kakak!" protesnya. "Naon tah eta?" tanyaku pura-pura tidak tau.
"Lempar tu, kasih aba-aba kek. Untung ketangkep kalau nggak ntar mangganya ancur kalau jatuh ke lubang buaya," omelnya.
"Oh ya," sautku dari atas sini.
"Tangkap," ujarku. Lagi-lagi Manda tidak siap dan langsung tersungkur karena kesandung batu.
"Sakit," ringisnya.
Aku tertawa melihat penderitaan Manda di bawah sana. "Sakit, Dek?" tanyaku. "Nggak!" ketusnya.
"Cepatan," ujarnya kembali bangkit dan meletakan dua buah mangga yang sudah ada di tangannya di atas rumput.
"Cepatan Kakak," ujarnya dengan kesal.
Aku lempar dua buah sekaligus mangga. Untung dia dengan sigap menangkapnya. Sekitar delapan buah mangga sudah berada di bawah. "Cukup nggak?" tanyaku. "Lebih dari cukup, cepatan turun," suruhnya aku lantas berpengangan untuk turun mencari pijakan yang pas.
Namun ...
Bruak!
"Aduh, Bunda!" teriakku.
"Bhahahaha." Tawa Manda pecah melihat aku tersengkur di atas tanah.
"Sakit nggak Kak, karma," celetuknya langsung kabur masuk ke dalam rumah. Aku bangkit dengan rasa sakit dibagian punggung. "Huaa, Bundaa," teriakku.
Tapi nggak ada sahutan dari dalam. Dengan rasa nyeri dibagian punggung aku masuk ke dalam dan tak lupa membawa tiga mangga di tangan.
"Sakit nggak Kak?" tanya Manda datang dengan batu ulekan di tangannya.
"Nggak," ketusku.
"Karma tuh," ujarnya langsung kabur ke depan.
Aku mengusap sudut mataku, sakit memang. Dan langsung menyusul Bunda dan Manda ke depan.
***
______________________________________
"Tak semudah membalikkan telapak tangan. Memang, pada dasarnya karma itu berlaku dan sudah menjadi ketetapan alam."
______________________________________
🥀🥀🥀
(BAB 4)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top