Ayah Aku Rindu🥀

______________________________________

🌹AWAL KISAHKU🌹
______________________________________

***

Mereka kira aku terlahir dari keluarga broken home. Setiap kali mereka berbicara tentang Ayah dan Bunda mereka. Aku sering kali diam dan tak ada yang pernah ku bahas tentang mereka.

Eum, mengdengar cerita mereka sudah membuatku senang. Betapa sempurnanya hidup mereka hidup dengan kedua orang tua lengkap. Tidak sepertiku.

Di tahun 2017 yang lalu Ayah telah kembali kepangkuan Sang Maha Kuasa.

Di sanalah perjalananku dimulai. Hidup tanpa sosok Ayah serta patah sekaligus karena kehilangan cinta pertama.

Gadis bersurai hitam itu tersenyum manatap mading di depannya. Namanya terpampang jelas di sana, akhirnya ia diterima di universitas yang diimpikannya.

"Alhamdulillah," gumamku. Namaku Maura, gadis minang yang mendiami salah satu kota di Sumatera Barat.

Diterima disalah satu  universitas negeri itu suatu kebangganku tersediri. Hari ini tepat aku resmi menjadi bagian dari Universitas Andalas. Kampus yang menjadi salah satu universitas favorit di kota serta di luar provinsi.

"Pinter," gumam abangku mengusap puncak kepalaku.

Aku hanya mengangguk kecil. Mataku tak lepas dari teman-teman  yang diterima di kampus ini. Aku tersenyum kecut melihat itu semua.

"Andai saja," gumamku. Aku langsung naik motor dan meninggalkan pekarangan kampus.

***

Terik matahari menyapa melewati gorden kamarku, aku mengeliat kecil mataku perlahan terbuka menyuasaikan cahaya yang menerubuk masuk ke lensa mataku.

"Pagi," gumamku. Ku lirik jam yang berada di atas nakas. Sudah menunjukan pukul 7 pagi. Untung saja hari ini hari minggu jadi bangun kesiangan tak apa lah.

Kaki jenjangku menuruni anak tangga. "Bunda pasti sudah pergi ke butik," gumamku. Aku langsung berbalik ke lantai atas di mana kamar Adik tengilku berada.

Seketika pintu dibuka terlihat seorang gadis masih terlelap di atas kasurnya. "Astafirullah," decakku.

Ku sibak gorden hingga cahaya masuk sempurna ke dalam kamarnya. "Huaaa Kakak!" teriaknya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Aku tarik paksa selimut itu dari tubuhnya. "Anak gadis nggak boleh molor mulu," ujarku.

"Masih pagi," gumamnya. Dengan malas-malasan dia bangkit dan menatap sinis ke arahku.

"Bangun," desisku. "Kakak aja baru bangun, kan?" tanyanya, aku hanya menyetir kuda. Dan langsung menyeretnya bangun.

"Ke taman kota yuk, Dek," ajakku duduk di sebelahnya dengan wajah ditekuk Manda mendumel tidak jelas.

"Ngapain?" tanyanya.

"Cari cogan kalau dapat," celutukku.

Gadis 15 tahun tersebut langsung meloncat dari atas kasurnya. "Ayuk, Kak," ujarnya semangat berdiri di hadapanku.

Umurku tak terpaut jauh dengan Manda. Hanya selisih dua tahun, saat ini remaja tersebut baru memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas.

"Dasar buaya darat," gumamku. "Kakak juga," celetuknya memperlihatkan giginya.

"Abang juga?" tanyanya menoleh ke arahku. Aku menggeleng dan langsung mendorong tubuh kecilnya untuk segera mandi.

"Cepatan nggak pakai lama, ya," suruhku. Aku pun langsung kembali ke kamar.

Setengah jam berlalu akhirnya aku dan Manda sudah siap. Jam baru menunjukan pukul setengah 9 di taman kota pasti masih banyak orang-orang melakukan jogging. Kami berdua hanya memakai pakaian kaos biasa dan celana training.

"Cari cogan," celetuknya. Aku mendengkus kesal dengan sifat Manda yang kelewatan tengil itu.

Tak heran memang jika minggu pagi taman kota selalu ramai oleh muda mudi bahkan anak-anak sampai kakek–nenek yang melakukan olah raga pagi, jogging atau hanya sekedar mencari sarapan pagi.

Aku dan Manda menyelusuri setiap sudut taman kota. "Eh, eh. Itu bukannya Abang?" tanya Manda. Aku memicingkan mata mengikuti tujuk Manda.

"Biarin ajalah. Anak muda gitu," celutukku. Manda menganggut-manggut, dia mengedarkan seluruh pangannya. Dia nampak tersenyum kecil melihat kesatu titik.

"Bahagianya," gumamnya masih bisa ku dengar. Aku ikut tersenyum, "Beliau sudah bahagia di sana," ujarku menepuk bahu Manda. Matanya sontak berkaca-kaca.

"Melow, mulu kamu. Kuy cari makan yuk," ajakku. Manda mengangguk, dia menarik tangganku untuk mengikutinya. Akhirnya tiba disalah satu penjual mie ayam.

"Mie ayam ya," ujarnya. Aku hanya mengangguk kecil dan duduk di bangku yang sudah disediakan.

"Btw, Kakak besok kuliah?" tanyanya.

"Iya," jawabku singkat. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Mamang mie ayamnya.

"Kenapa?" tanyaku. "Nggak ada sih, cuman nanya doang," jawabnya menggeleng-gelengkan kepalanya hingga ramput yang dia kuncir kuda bergoyang-goyang.

"Abang ke sini tuh," bisikku. Manda langsung menoleh dia sipitkan matanya menatap pria jakung yang tengah beriringan dengan seorang cewek ke arah mereka.

Abang mereka bernama Bihan. Laki-laki yang sudah berumur 24 tahun itu. Saat ini sudah bekerja disalah satu perusahan di kota mereka. Lulusan S2 progam studi Perencanaan Wilayah dan Kota.

"Tumben kalian ke sini?" tanyanya duduk di hadapan Manda. Manda tidak menatap Bihan namun netranya menatap cewek yang ada di samping abangnya itu.

"Lagi pengen sih," jawabku. Aku tersenyum menatap teman Abang yang ada di sebelahnya.

"Abang pacaran ya?" tanya Manda membuatku ingin sekali menjorokkannya ke dalam kali.

"Siapa yang pacaran?" tanyaku pura-pura tidak tau.

"Ngomong apaan sih kalian," gerutu Bihan kepada dua bocil di hadapannya itu.

"Nama Kakak siapa? Aku Manda adiknya Bang Bihan," sapa Manda.

"Salam kenal Manda, Kakak Gaysa," sapanya balik sambil tersenyum. Aku dan Bang Bihan saling pandang.

"Maura, Kak," sapaku. Kak Geysa menangguk.

"Kalian udah dari tadi di sini?" tanya Bang Bihan.

"Ng—" Perkataan Maura langsung dipotong oleh Manda. "Iya, soal Kak Maura mau cari cogan katanya," celetuk Manda membuat cubitan maut aku langsung mendarat di pinggangnya.

Bihan mendengkus kesal kapan Adik tengilnya itu bisa kalem. "Adeh, sakit tau Kak, kejam amat sih," ringis Manda.

"Bodo," gerutu Maura.

"Kalian lucu deh," ujar Geysa tersenyum geli.

Manda menatap Geysa dengan mata tak bekedip. "Woah, kali ini Manda dibilang lucu. Boro-boro kalau mereka, Kak. Yang ada nistain Manda mulu," curhatnya. Geysa geleng-geleng kepala dibuatnya. Sedangkan aku dan Bang Bihan cuman bisa banyak mengucap istifar dengan kelakuan Adik mereka.

Aku tersenyum ketika Kak Gaysa menatapku. "Maura jadi kuliah tahun ini, ya. Jadi ambil progran studi ilmu kedokteran?" tanyanya. Sontak aku langsung mengangguk dan melirik Bang Bihan.

"Iya, Kak. Oh ya Kakak teman kantor Abang Bihan?" tanyaku.

"Bukanlah Kak. Pacarnya," celetuk Manda. Bihan mengusap wajahnya, cukup adiknya yang satu ini membuat dirinya bisa-bisa naik darah.

Geysa tertawa. "Iya, teman kantor," jawabnya.

"Yah, kenapa nggak pacaran aja Kak," sosor Manda lagi.

"Manda!" tegur Bihan. Gadis itu  menyetir kuda. "Iya-iya Abang," ujarnya tertawa geli.

Bihan tersenyum tipis melihat Maura dan Manda bisa langsung akrab dengan Geysa.

***
______________________________________

Aku tau kamu berusaha untuk mengantikan sosok figur Ayah yang telah lama hilang untuk kami. Dengan caramu sendiri kamu membuat kami tertawa, itu lebih dari cukup. Terima kasih Abang~
______________________________________

🥀🥀🥀

Karena Gadis Typo sering typo jadi jangan lupa jejak di mana ada typo ya gaess😋 like dan komennya juga bantu share pun. Makaciii.

Kalian terbaikk ...

Salam hangat dari Gadis Typo😘

(BAB 1)













Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top