BAB 7

~***~

"Kamu ini apa-apaan Nazwa? Apa perhatian mama sama papa sama kamu itu kurang? Kenapa kamu bisa-bisanya ngerokok di sekolah." teriak papanya murka.

Mama dan papa Nazwa berdiri di ambang pintu sambil menatap Nazwa yang meringkuk di bawah selimut tebalnya. Berbaring membelakangi kedua orangtuanya.

Nazwa tidak pernah melihat papanya yang lembut itu terlihat semarah itu. Tidak mampu menatap papanya Nazwa pun menundukkan kepalanya.

Papa menghela nafasnya. Bagaimanapun juga. Seberapa kecewanya ia pada putrinya ia tidak boleh bersikap sangat keras padanya. Seperti kata pepatah anak jaman sekarang tidak seperti besi, yang jika ditempa keras-keras akan lunak dan seperti apa yang diinginkan. Justru sebaliknya jika kita keras anak itu akan semakin keras hatinya.

Papa lagi-lagi menghela napasnya. Entah sudah berapa kali papanya menghela napas seperti itu. Tidak bisa dihitung. Disampingnya ada mama yang sejak tadi mengelus-elus dada papa dengan gerakan menenangkan. Mencoba untuk meredakan amarah suaminya.

"Sekarang bilang sama papa. Kamu ada masalah apa?" tanya papanya lebih lembut dari sebelumnya. Nazwa yang sedang menangis itu menggelengkan kepalanya.

"Wa, kamu tahu 'kan kalau mama selalu ada buat kamu. Kapanpun kamu punya masalah sebesar apapun itu kamu harus cerita sama mama jangan kayak gini." Kali ini mamanya yang angkat bicara. "Atau kamu lagi ada masalah?"

"Gak ada." Jawab Nazwa sebelumnya ia sangat susah payah untuk mengatakannya. "Mama sama papa bisa 'kan tinggalin aku sendiri dulu?" tanya Nazwa karena sungguh saat ini ia sangat menginginkan untuk sendirian terlebih dahulu.

"Oke. Mama sama papa keluar sekarang. Tapi, kalau kamu udah siap cerita apapun masalah kamu sama mama, mama selalu ada buat kamu." ujar mamanya sebelum akhirnya menghilang dari kamar Nazwa meninggalkan Nazwa sendirian. Tak lupa merangkul papa yang berada di ambang pintu untuk keluar dari sana.

Nazwa menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya. Nazwa fikir apa yang ia lakukan untuk Awan ini sudah benar. Tapi kenapa sekarang ia merasa sangat menyesal sudah melakukannya apalagi setelah melihat wajah kecewa mama papanya tadi mengetahui bahwa ia diskors oleh sekolah karena mengaku merokok di sekolah.

Nazwa sebelumnya juga tidak pernah berfikir bahwa ia akan bertindak sejauh ini untuk menolong Awan. Tapi, atas dasar apa? Bukankah hutang pertolongan Awan padanya waktu itu sudah terhitung lunas dengan ia menolong Awan beberapa kali. Atau mungkin... Nazwa memiliki perasaan lain yang menjadi dasar kenapa ia melakukan hal ini untuk Awan. Cinta?

Apakah cinta harus seperti ini? Rela mengorbankan apapun?

Mengingat perasaannya pada Awan yang sudah terlampau jauh itu semakin membuat hati Nazwa sakit. Kenapa juga ia harus sebodoh ini. Berkorban untuk pria yang sama sekali tidak pernah mengetahui perasannya. Pria yang mungkin akan mengabaikan perasaannya jika dia sampai tahu.

Dan semakin memikirkan betapa bodohnya dirinya, Nazwa semakin lelah dan lelah. Sampai akhirnya ia tertidur.

~***~

Hari ini hari kedua Nazwa diskors. Sejak kemarin Awan tidak berhenti memandangi bangku kosong di dekat jendela, tempat duduk Nazwa. Hanya ada Jully saja yang sedang sibuk menyalin catatan dari papan tulis. Biasanya disana duduk Nazwa yang selalu tersenyum dengan alasan kecil apapun dan sekarang gadis itu tidak ada. Biasanya disana ada gadis yang selalu tertidur selama jam pelajaran. Biasanya juga ada gadis yang langsung bangkit dengan girangnya saat mendengar bel istirahat berbunyi.

Awan tahu bahwa dirinya sangat tidak tahu diri. Seharusnya ia berterimakasih dan meminta maaf pada Nazwa karena kalau bukan karena kebaikan gadis itu mungkin sekarang dirinyalah yang sedang berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa.

Tapi, bukankah ia tidak pernah meminta Nazwa untuk melakukan hal itu untuknya? Gadis itu saja yang melakukannya sendiri tanpa memikirkan resikonya akan seperti ini.

Awan berkali-kali mencoba mengatakan pada dirinya sendiri bahwa apa yang terjadi pada Nazwa bukanlah kesalahannya. Akan tetapi, hal itu malah semakin menyiksanya dalam rasa bersalah yang semakin besar. Menjebak dirinya.

Rasanya setiap langkah yang Awan ambil beberapa hari ini terasa sangat berat. Ia sudah berusaha untuk tidak memikirkan Nazwa. Tidak memikirkan pengorbanan apa yang gadis itu lakukan padanya. Tapi, justru dengan hal itu malah membuat Awan semakin tidak tenang.

"Rokok itu punya lo 'kan?" tanya seorang pria yang sedang buang air kecil di samping Awan.

Awan menoleh dan menatapnya keheranan. Selama hampir setahun ia bersekolah disini ia belum pernah melihat pria ini. Pria yang lebih terlihat seperti berandalan dengan gaya rambut yang berantakkan serta kemeja yang sengaja tidak dimasukkan ke dalam celananya. Dari lebih mirip seperti preman-preman sekolah yang sering ia lihat di film-film anak sekolahan.

"Lo siapa?" tanya Awan sambil menatapnya sedingin es. Berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja dengan menanyakan siapa pria itu meskipun ia maksud dari pertanyaan pria itu barusan padanya.

"Meskipun gue gak sedeket itu sama Nazwa tapi gue tahu kalau dia gak mungkin ngelakuin hal yang paling berbahaya di sekolah. Dia terlalu polos dan bodoh buat ngaku kalau dia pelakunya dan dia lindungin elo 'kan?"

Awan hanya terdiam sambil menatap datar wajah pria yang sedang berbicara padanya itu. Sebelumnya ia sedang membuang air kecil dengan nyamannya sampai datang pria itu dan membuat air kencingnya kemana-mana. Sialan.

Siapa pria ini? Dari kelas mana? Kenapa pria ini mengetahui tentang Nazwa dan mengatakan fakta-fakta itu di depan wajah Awan.

Sampai beberapa detik Awan hanya terdiam sambil melihat wajah pria di sampingnya ini dengan tatapan datar sedingin es. Sambil menanti apa yang akan pria ini katakana lagi padanya.

"Gue suka sama Nazwa dan gue gak tahu kalau ternyata ada cowok brengsek yang buat dia ngelakuin hal berbahaya kayak gitu. Harus lo tahu, waktu gue denger kalau Nazwa di skors karena kedapatan ngerokok di belakang sekolah gue gak percaya dan langsung nyimpulin kalau di ngelakuin hal itu untuk melindungi seseorang. Seseorang yang gue yakini sangat bodoh, idiot, autis, dungu."

Pria itu menutup resleting celananya sambil menatap remeh Awan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lalu tertawa kecil.

Awan yang melihatnya hanya diam sambil diam-diam mengepalkan kedua tangannya sampai-sampai membuat buku jarinya memutih. Kedua baris gigitnya saling bergemeletuk menahan amarah yang tersulut dengan perkataan-perkataan pria ini.

"Dan cowok idiot itu ada di hadapan gue sekarang." ucap pria yang ternyata adalah Naufall itu.

"Jaga ucapan lo!" Awan menudingkan jarinya tepat di depan hidung pria itu. Awan terlihat sangat emosi berbeda dengan dirinya yang selama ini terlihat.

"Gue gak nyangka kalau Nazwa bisa berkorban sebesar itu cuma buat cowok brengsek kayak lo. Nazwa gak pantes buat ngelindungin cowok kayak lo. Cowok kayak gak pantes buat..."

Bugh...

Tanpa disangka-sangka Awan menghantamkan kepalan tangannya yang sejak tadi mengepal kuat-kuat tepat pada hidung pria itu membuat tubuh pria itu terjatuh kebelakang. Pria itu terlihat terbaring tak berdaya di atas lantai toilet untuk beberapa saat. Sepertinya pria itu masih kaget dengan pukulan tiba-tiba yang Awan layangkan padanya.

Nafas Awan memburu. Tidak terima dirinya dikatakan tidak pantas untuk Nazwa cintai. Perkataan pria ini yang satu itu membuat Awan tidak bisa menahan emosinya yang sejak tadi sudah ia tahan-tahan.

Beberapa detik kemudian Awan melihat pria itu bangkit setelah sebelumnya tubuhnya sempat oleng ke sisi kiri. Pria itu tampak menyeka darah segar yang mengalir dari hidungnya dengan punggung tangannya. Tidak terima dengan apa yang Awan lakukan padanya sebelumnya. Naufall pun menghantamkan pukulan balasan pada Awan.

Kali ini giliran Awan yang tersungkur. Awan menyeka darah yang keluar dari robekan kecil di sudur bibirnya. Ia lalu menendang perut Naufall sampai pria itu mundur beberapa langkah. Sikutnya lalu menyusul menghamtam punggung Naufall.

Namun, Naufall yang masih sadar dan emosi itu melingkarkan tangannya pada perut Awan dan mendorongnya cepat-cepat sampai Awan terpojok ke dinding. Lututnya ia hantamkan pada tulang rusuk Awan. Menyusul tangannya pada pipi kiri Awan.

Mereka berdua saling pukul membalas pukulan yang lawannya layangkan pada mereka. Pertempuran yang terjadi antara Awan dan pria yang tidak Awan kenal.

Awan menyadari ini pertama kalinya ia membuat masalah besar di sekolah seperti ini. Berkelahi dengan orang yang tidak ia kenal sama sekali. Tapi, perkataan-perkataan pria itu berhasil menyulut emosinya.

"Hey! Hey! Lagi ngapain kalian!!" teriak pria berseragam satpam sambil berlari tergopoh-gopoh menghampiri Awan dan Naufall yang tidak memperdulikan sama sekali teriakan dari satpam sekolah itu.

Awan yang sedang berada di atas tubuh Naufall menghantamkan pukulannya pada wajah Naufall dengan membabi buta di tarik oleh satpam itu ke belakang. Tubuh Awan berjarak beberapa meter dari Naufall. Kedua pria itu saling memandang dengan penuh kebencian.

"Kalian ikut saya!" bentak satpam itu sambil menarik kerah baju Awan dan Naufall dengan kedua tangannya.

~***~

Pukul tujuh malam Awan baru saja memasuki rumahnya. Masih mengenakan seragamnya yang kotor disana-sini hasil dari pertengkarannya dengan pria bernama Naufall itu.

Awan menekan saklat lampu sehingga membuat bagian tengah rumah yang ia tempati beberapa bulan ini terang benderang. Awan lalu berjalan menghampiri dispenser dan menuangkan air pada gelas yang berada tak jauh dari sana.

"Shhhh...." Awan mengerang kesakitan karena ternyata ia tidak sanggup untuk membuka mulutnya sendiri.

Awan pun mengurungkan niatnya sebelumnya untuk meminum air dan melangkahkan kakinya memasuki kamarnya yang hanya di terangi dengan lampu tidur temaram. Ia membanting tasnya ke atas tempat tidur lalu terduduk di samping tempat tidurnya sambil memeluk kedua lututnya.

Awan menyadari kebodohannya sendiri. Membuat Nazwa berada dalam masalah karena dirinya, karena melindungi dirinya. Dan betapa pengecutnya ia bahwa sampai sekarang ia belum menemui Nazwa dan meminta maaf. Dadanya sangat sakit menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan sampai-sampai orang lain berkorban untuk dirinya.

Perkataan Naufall tadi siang benar. Dirinya pria brengsek. Ia pria brengsek yang tidak pantas Nazwa lindungi. Tidak pantas Nazwa cintai.

Dan entah sejak kapan punggungnya sudah bergetar hebat. Hatinya sangat sakit sekali sekarang ini. Sakit sekali memikirkan bahwa ia sangat tidak pantas untuk Nazwa cintai.

Ia menangis.

~***~

Vomentnya ! Habis baca jangan ngilang kayak hantu aja :D Voment ya biar barokah ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #flowerflo