BAB 14
"Males." dengus Naufall pelan namun masih mampu di dengar oleh teman sebangkunya, Nandhi.
Nandhi yang sedang menggambar anime di belakang bukunya menoleh lengkap dengan cengiran menyebalkannya. Lalu kembali pada gambar animasi yang baru digambarnya beberapa bagian itu.
"Emang kapan sih Bu Nani itu menyenangkan?" gumam Nandhi dengan nada suara penuh ejekkan.
Naufall mendesah keras lalu menenggelamkan kepalanya. Sebenarnya tadi Naufall sudah ingin bersembunyi di kantin sekolah karena tidak ingin bertatap muka dengan guru bahasa inggris killer ini. Akan tetapi tidak disangka ternyata disana sudah berdiri Bu Nani membuat usaha Naufall untuk bersembunyi itu gagal. Bu Nani seperti sudah tahu bahwa muridnya yang malas akan bersembunyi disana karena tidak mau berhadapan dengannya di kelas.
Tanpa ia sengaja kakinya menendang kursi di depannya. Gadis jutek di depannya itu langsung menoleh padanya dengan tampang galaknya.
"Apaan lo liat kesini?!" desis Naufall kejam lengkap dengan pelototan khasnya yang mampu membuat semua orang takut terhadapnya. "Sana madep lagi ke depan anak rajin!" lanjut Naufall lengkap dengan ledekannya.
"Dia emang jutek tapi cantik." gumam Nandhi pelan.
Naufall menoleh dengan gusar. Teman sebangkunya ini tidak salah bicara, 'kan? Dia mengatakan bahwa gadis jutek di depannya ini cantik. Yang benar saja.
"Gue gak asal bilang lho." lanjut Nandhi sambil tangannya bergerak lincah menggambar bagian badan animasinya.
"Serah lo!" bentak Naufall. Kepalanya lalu ia gerakkan untuk mengintip apa yang sedang Nandhi gambar.
Tiba-tiba saja membuat mata Naufall membelalak. Teman sebangkunya ini sedang menggambar animasi wanita bertubuh seksi yang hanya mengenakan bikini saja. Bukan hanya itu, belahan dadanya pun terlihat. Temannya ini memang selalu sengaja menggambar animasi yang semacam ini tanpa peduli sewaktu-waktu guru datang dan melihat hasil pekerjaannya selama jam pelajaran berlangsung.
"Wooo... Nandhi. Lo emang selalu menyalahgunakan kelebihan lo yah." Naufall memuji sekaligus meledek membuat mood teman sebangkunya ini buruk seketika.
Nandhi hanya menatapnya tajam dan melanjutkan pekerjaannya lagi. "Urus aja diri lo. Jangan urus gambar gue, bangsat!"
Merasa bahwa perkataannya barusan Nandhi abaikan. Naufall pun menggeser posisi duduknya mendekat pada Nandhi.
"Gak aman kalau lo gambar yang kayak ginian di dalam kelas. Gimana kalau kita ke UKS aja?" usul Naufall sambil berbisik pada Nandhi.
Nandhi hanya menoleh padanya lalu menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda dia tidak setuju. Melihat hal itu membuat Naufall tidak suka. Kapan sih teman sebangkunya ini mau seiring dan seirama dengan keinginannya?
Tanpa ampun Naufall mencubit pinggang Nandhi sambil memutarnya.
Nandhi berteriak sangat keras karena cubitan Naufall. Tubuhnya yang sebelumnya duduk tegak di kursinya jatuh ke bawah kursi. Masih meringis memegangi perutnya.
"Nandhi ada apa? Are you okay?" tanya Bu Nani. Guru wanita itu menatap pada Nandhi yang tergeletak di bawah kursinya dengan wajah datar.
"A...anu bu." dengan susah payah Nandhi mencoba menjelaskan apa yang terjadi akan tetapi rasa sakit yang ditimbulkan akibat cubitan Naufall cukup ekstrim. Nandhi merasa bahwa pinggangnya saat ini mengeluarkan darah yang sangat banyak.
Naufall yang merasa bahwa usahanya berhasil segera melompat menghampiri Nandhi. Berpura-pura sangat khawatir.
"Ya ampun Nandhi tadi 'kan gue udah bilang ke UKS aja. Kenapa lo ngeyel banget sih dibilangin." ucap Naufall suaranya sengaja ia buat sekeras mungkin supaya semua teman sekelasnya mendengar suaranya.
Sementara itu Nandhi yang menjadi korban hanya menatap Naufall dengan dahi berkerut. Rencana apa lagi yang sedang dirancang teman sebangkunya yang gila ini?
"Memangnya Nandhi kenapa Naufall?" tanya Bu Nani. Mewakili pertanyaan semua murid.
Nandhi hendak bicara. Namun Naufall lebih cepat menyerobot.
"Dari tadi pagi Nandhi ngeluh sakit perut. Saya udah bilang buat ke UKS aja tapi Nandhinya gak mau katanya gak mau ketinggalan pelajaran apalagi pelajaran ibu." jelas Naufall sok jadi anak rajin.
Bu Nani tampak mempercayai apa yang diucapkannya. "Yasudah kalau begitu antar Nandhi ke UKS." perintah Bu Nani.
"Siap bu!" Naufall setengah berteriak seperti seorang prajurit yang menerima perintah dari atasannya.
"Sampah!" desis gadis jutek di depan bangku Naufall itu.
"Ayo Nandhi. Terus pura-pura sampai keluar kelas oke!" bisik Naufall sambil menyampirkan lengan Nandhi pada bahunya. Nandhi memutar bola matanya merasa masa bodoh.
Beberapa saat kemudian Naufall dan Nandhi sudah sampai di depan ruang UKS. Tepat saat di pintu UKS tanpa memberitahu Nandhi terlebih dahulu Naufall menurunkan lengan Nandhi membuat teman sebangkunya itu hampir saja terhuyung ke belakang.
"Ada apa sih?!" ketus Nandhi memprotes apa yang Naufall lakukan barusan.
Pandangan Naufall terarah lurus pada seorang gadis yang sedang berbaring miring menghadap pada pintu. Gadis yang selama beberapa bulan ini mengabaikan perasaannya dan lebih memilih mengejar cinta pria yang sama sekali tidak menyukainya.
"Dia disini." gumam Naufall pelan. "Kebetulan banget. Ini nih yang namanya benang merah."
"Emangnya dia siapa?" tanya Nandhi ingin tahu.
Naufall menoleh kemudian berkata dengan ketus. "Bukan urusan lo. Lo gak harus tahu dia siapa."
Detik berikutnya Nandhi membelalakkan matanya. "Itu Nazwa, 'kan? Yang katanya ngerokok di belakang sekolah."
Naufall berdecih kesal sesudah memukul kepala Nandhi. "Gue bilang sekali lagi. Itu bukan dia. Bukan dia yang ngerokok."
"Tapi dia yang ngaku, 'kan?"
"Dia cuma ngaku. Lagian gak tentu dia yang ngelakuinnya. Dia cuma mau nyembunyiin aib seseorang makanya dia yang ngaku kalau dia yang ngelakuinnya. Lagian pelaku sebenarnya udah ngaku kan?" Jelas Naufall.
"Dia cuma ngaku. Lagian gak tentu dia yang ngelakuinnya. Dia cuma mau nyembunyiin aib seseorang makanya dia yang ngaku kalau dia yang ngelakuinnya." kata Nandhi sambil tersenyum simpul mengulang apa yang Naufall katakan.
Lagi-lagi Naufall menatap Nandhi dengan kesal. "Udah sana lo keluar! Ke kantin atau kemana kek." Naufall mendorong tubuh Nandhi keluar dari ruang UKS itu.
Nandhi tidak setuju sekuat tenaga ia berusaha masuk. "Kenapa lo malah nyuruh pasien keluar? Bukannya tadi gue yang sakit yah?"
"Udah sana maen aja sana. Kemanaaa....aja yang jauh." Naufall melambai-lambaikan tangannya mengusir Nandhi.
"Emang bangke lo." Itu perkataan Nandhi yang terakhir Naufall dengar setelah ia menutup pintu UKS.
Naufall melangkahkan kakinya sangat pelan berusaha tidak mengeluarkan suara apapun supaya tidak mengganggu Nazwa dalam tidurnya. Lalu ia berjongkok di samping ranjang yang Nazwa tempati sehingga membuat posisi kepalanya sejajar dengan kepala Nazwa yang tertidur.
Naufall memuji kecantikan Nazwa. Gadis ini terlihat lebih cantik saat matanya terpejam seperti ini. Ternyata benar, seorang perempuan akan terlihat jelas kecantikannya saat dia tertidur. Dan saat ini Naufall sedang memandangi wajah pujaan hatinya yang sedang terlelap ini.
Sekarang Naufall merasa sangat beruntung bisa melihat Nazwa dalam keadaan tertidur seperti ini tanpa takut dengan tatapan tajam Nazwa yang selalu menusuk itu.
"Kenapa harus Awan? Apa lo gak bisa milih gue buat gantiin Awan di hati lo?" tanya Naufall pelan pada Nazwa yang sedang tidur pulas itu.
Begitu bodohnya ia sampai-sampai berbicara pada seseorang yang sedang tertidur seperti ini.
~***~
"Nazwa...Nazwa...Bangun."
Dalam keadaan setengah sadar Nazwa mendengar seseorang memanggil-manggil namanya. Seseorang yang entah siapa itu akan tetapi Nazwa tahu bahwa itu bukanlah mamanya ataupun papanya. Beberapa saat kemudian Nazwa menyadari keberadaannya. Di UKS.
Ah...dan siapa pula yang membangunkannya? Tidak tahukah bahwa barusan ia sedang bermimpi indah dan mimpi itu buyar seketika saat dia memanggil-manggil namanya.
"Nazwa bel pulang udah bunyi. Masih gak mau bangun? Yaudah gue cium."
Cium? Astaga! Tanpa peringatan Nazwa membuka matanya sekaligus membuat pria yang berada di hadapannya terjungkal kebelakang membentur meja obat-obatan dengan kerasnya. Beberapa peralatan dan obat-obatan yang berada di atas meja itu terjatuh mengenai kepala pria itu.
"Naufall." Pekik Nazwa.
Sejak kapan pria itu ada disini?
"Aww..." ringis Naufall saat sebuah mangkuk obat mengenai kepalanya. Tangannya bergerak cepat mengusap-ngusap kepalanya.
"Sejak kapan lo ada disini?" tanya Nazwa seketika. Sorot matanya yang tajam mengarah langsung pada Naufall yang masih sibuk dengan rasa sakitnya.
Naufall berdecak lidah. "Seharusnya lo nanya tentang keadaan gue bukannya nanya itu." protes Naufall. "Lain kali kalau mau buka mata pake aba-aba dulu biar gue gak kaget kayak barusan."
Nazwa mencibirkan bibirnya. "Lagian siapa suruh lo ada di depan muka gue kayak tadi, ha?"
Nazwa turun dari ranjang lalu membantu Naufall membereskan obat-obatan yang berserakan di lantai itu.
Naufall menampakkan cengirannya, kali ini lebih terlihat menyebalkan dari sebelumnya. "Lo cantik kalau lagi tidur. Nanti jangan nikah sama siapa-siapa yah. Nikah sama gue biar gue bisa lihat lo tiap hari."
Nazwa bergidik. Naufall lagi-lagi menunjukkan kekonyolannya. Naufall memang tampan, baik, manis, cukup pintar, akan tetapi sikap Naufall yang terlalu konyol seperti ini membuat Nazwa merasa sedikit tidak nyaman berdekatan dengannya.
"Inget itu. Lo cuma boleh nikah sama gue aja, oke!" ujar Naufall diakhiri dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Ih....apaan sih. Emang lo siapa? Teserah gue mau pilih siapapun buat jadi suami gue. Tapi gue harap itu bukan elo."
"Dan gue bakalan mastiin lo bakalan milih gue." kata Naufall dengan penuh percaya diri. "Karena pesona gue yang kayak dewa ini gue yakin lo pasti gak bakalan bisa menghindar."
"Terserah lo!" dengus Nazwa lalu meraba kebawah bantal mencari ponselnya. Seingatnya tadi saat ia menyimpan ponselnya disana.
Dengan sekali tekan pada tombol di pinggiran ponselnya Nazwa sudah berhasil menyalakan ponselnya. Beberapa detik kemudian beberapa pesan sosmed dan BBM masuk.
Jully: "Lo dimana?"
Jully: "Kebiasaan matiin hp."
Jully: "Ruang uks di kunci. Lo pasti diusir pulang 'kan gara-gara kelamaan tidur disana?"
Jully: "Lo udah pulang? Kok ruang uks di kunci?"
Jully: "Iya lo pasti udah pulang. Gue langsung kerumah lo aja ya bawa tas lo?
Jully: "Jangan kemana-mana oke?"
Jully: "Bales dong!!"
Jully: "Wa...lo masih idup kan?"
Jully: "Lo dimana? Gue di rumah lo."
Jully: "Lo gak lagi shooping tanpa gue kan?"
Nazwa meringis melihat begitu banyak pesan yang masuk pada ponselnya dan semua itu dari Jully. Ah, bisa-bisanya ia tertidur seharian penuh. Dan tunggu! Apa maksudnya dengan dikunci?
Kemudian pandangan Nazwa mengarah pada Naufall yang masih asyik memandanginya secara terang-terangan itu. Selain konyol Naufall memang suka memandanginya sambil tersenyum-senyum sendiri secara terang-terangan yang tak jarang membuat Nazwa kadang-kadang seperti sedang ditelanjangi di depan umum karena tatapannya itu.
"Berhenti buat mandangin gue!" bentak Nazwa. Malu sekali dirinya dipandangi seperti itu.
"Emang kenapa? Sesuatu yang indah itu ada emang seharusnya buat dinikmati, 'kan?"
"Terserah lo yah." Nazwa memutar bola matanya. "Tapi dari tadi apa gak ada orang kesini?" tanya Nazwa. Pandangannya mengarah pada pintu ruang UKS yang tertutup itu.
"Ya... mana ada yang bisa masuk orang kuncinya ada disini." Naufall menunjukkan kunci yang baru saja diambilnya dari saku jaketnya. Beberapa detik kemudian pria itu tertawa terbahak-bahak.
Namun tidak sama dengan Nazwa yang malah menatap Naufall dengan tajam penuh amarah.
"Kenapa liatin guenya kayak gitu? Gue gak salah ngomong, 'kan?"
~***~
"Ayolah pulang sama gue." pinta Naufall sambil terus mengikuti Nazwa yang berjalan sambil menutupi telinganya.
"Sekali ini aja." Naufall masih belum menyerah sebelum Nazwa mau pulang bersama dengannya sekali saja. Ya meskipun Naufall sendiri sering mengikuti Nazwa saat pulang secara diam-diam. Bisa dibilang Naufall pun sudah tahu dimana rumah Nazwa. Tapi, tetap saja rasanya tidak sama saat ia mengantar pulang Nazwa secara diam-diam dengan mengantar Nazwa secara langsung. Bukan karena apa-apa tapi Naufall ingin sekali tahu sensasi rasanya mengantar Nazwa pulang dengan sepedanya.
"Yah yah yah hari ini aja."
Karena tidak mendapat jawaban apapun dari Nazwa, Naufall pun bergerak cepat memotong langkah Nazwa sehingga membuat Nazwa terhenti.
"Apa masih gak ngerti juga, ha! Kalau gue gak mau." bentak Nazwa tanpa memperdulikan beberapa murid yang memperhatikan mereka berdua.
Ya. Naufall mengerti bahkan sangat mengerti dan tahu bahwa Nazwa tidak mempunyai persaan apapun terhadapnya. Naufall sangat mengetahui hal itu dan terus berusaha bersikap baik-baik saja. Meskipun tidak bisa dibohongi bahwa hatinya selalu sakit karena sika Nazwa yang seperti itu padanya.
"Iya gue tahu kalau lo gak suka gue deketin lo." Naufall merasa dirinya baru saja bersikap seperti seorang pemain pria lebay dalam drama-drama Korea.
Detik berikutnya senyumnya mengembang sangat lebar. "Lo juga tahu 'kan kalau gue gak bakalan nyerah gitu aja. Justru gue menganggap ketidaksukaan lo sama gue itu sebuah tantangan besar. Dan gue...." Naufall menunjuk dirinya sendiri. "Suka banget sama yang namanya tantangan."
Nazwa terdiam menatapnya. Sorot matanya terlihat beda dari biasanya. Bahkan mata itu terlihat sedih. Apa yang terjadi? Apa barusan ia mengatakan sesuatu yang membuat Nazwa sedih? Apakah perkataannya barusan itu membuat Nazwa sedih?
Naufall mengerjap beberapa kali. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ia melihat tubuh Nazwa yang secara perlahan-lahan merosot sampai akhirnya terduduk di atas tanah sambil menutupi wajahnya.
"Lo...lo kenapa?" dengan ragu-ragu Naufall berjongkok di hadapan Nazwa dan menyentuh pelan bahunya. Sejenak ia memperhatikan sekeliling. Beberapa pasang mata tampak secara terang-terangan memandanginya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan membuat Naufall merasa bahwa dirinya adalah seorang kriminal yang baru saja melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur.
"Gu...gue minta maaf kalau ucapan gue buat lo nangis kayak gini. Gue gak bermaksud buat..."
"Maafin gue." ucap Nazwa tiba-tiba dengan intonasi yang pelan.
"Hah?" Naufall melongo. Tidak mengerti kenapa Nazwa tiba-tiba meminta maaf padanya. "Minta maaf buat?"
"Gue ngerasa malu banget sama lo." Nazwa masih belum menyingkirkan penghalang wajahnya.
Dan apa yang baru saja Nazwa katakan itu membuat Naufall yang mendengarnya semakin tidak mengerti.
"Ma...malu kenapa?" sungguh Naufall sangat tidak mengerti apa yang Nazwa maksud saat ini.
Naufall melihat Nazwa yang menghela nafasnya. Lalu secara perlahan gadis itu menyingkirkan tangannya dari depan wajahnya dan menatap Naufall. Sorot mata yang biasanya menatapnya tajam itu kali ini terlihat teduh, tidak semenakutkan sebelumnya.
"Kenapa lo harus baik kayak gini sama gue?"
"Karena...karena...gue suka sama lo."
"Apa lo gak bisa jauhin gue setelah gue nolak lo. Lo masih baik sama gue. Gue fikir dengan sikap gue yang selalu jauhin lo bisa buat lo menjauh juga dari gue."
"Lo tahu sendiri 'kan kalau gue gak bakalan nyerah gitu aja?"
"Dan itu yang buat gue malu sama lo. Lo terlalu baik, perhatian, pengertian, walaupun lo terkadang konyol menyebalkan dan gue juga selalu jauhi lo, bersikap kasar sama lo, gak nganggap lo. Tapi lo tetep baik sama gue."
"Lo tahu? Gak gampang juga gue bersikap seolah baik-baik aja lo perlakuin gue kayak gini."
Hening.
Untuk beberapa saat tidak ada lagi yang keluar dari mulut Nazwa. Naufall sendiri menunggu apa yang akan Nazwa katakan selanjutnya mengenai dirinya. Apa yang Nazwa barusan katakan padanya itu memang benar. Naufall sendiri merasakan hal itu pada dirinya. Bahwa ia selalu bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa meskipun ia sendiri tahu bahwa Nazwa selalu bersikap buruk padanya.
Naufall sendiri bingung dengan dirinya karena sebelumnya ia tidak pernah sampai sejauh ini saat menyukai seorang gadis. Tidak pernah segila ini. Sebelumnya Naufall selalu langsung menyerah setelah gadis yang ia sukai menjauhinya tetapi hal itu tidak berlaku bagi Nazwa.
Naufall tidak tahu apa yang membuatnya segila ini. Nazwa memang cantik. Naufall mengakui bahwa ia awalnya menyukai Nazwa karena kecantikannya. Akan tetapi semakin kesini Naufall semakin merasa tertarik oleh pesona Nazwa. Ia merasa bahwa Nazwa berbeda dengan gadis lainnya.
Tiba-tiba saja angin berhembus kencang. Membuat rambut panjang Nazwa berkibar-kibar. Poninya yang sebelumnya menutupi keningnya ikut tertiup sehingga Naufall yang berada di hadapannya bisa melihat keseluruhan wajah Nazwa saat itu juga.
Perlahan senyum Naufall mengembang. "Lo cantik." gumam Naufall tanpa ia sadari.
Nazwa berdecih. Sudut bibirnya sedikit tertarik. "Gue udah tahu."
Menyadari hal itu Naufall segera berlari mengambil sepedanya yang berada tak jauh dari tempatnya lalu bergegas mengejar Nazwa sebelum ketinggalan jauh.
~***~
Haiii kalian.... setelah kesekian kalinya aku hiatus dan dalam waktu yang gak sedikit, aku muncul lagiiii!! Yeayyy!!!
#Apaansih
Fb: Iis Tazkiati N
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top