BAB 1
~***~
Bel pertanda istirahat baru saja berbunyi. Di saat yang bersamaan juga guru wanita yang sebelumnya sedang menerangkan itu keluar dari kelas sambil membawa buku-bukunya. Tak lama dari itu seorang pria yang duduk di paling pojok keluar dari kelas sambil menjejalkan headset ke telinganya. Berjalan dengan santainya menembus orang-orang yang berhamburan keluar dari kelasnya menuju tempat tujuan pertama mereka, kantin sekolah.
Lapangan mendadak menjadi ramai. Beberapa anak tampak berjalan memasuki lapangan dan salah satu diantara mereka terlihat membawa bola voly di tangannya. Sedangkan siswa yang lainnya duduk di pinggiran kelas bersiap melihat pertandingan abal-abal yang akan berlangsung itu. Meskipun tidak seseru pertandingan sebenarnya, tetapi adanya permainan seperti ini setiap istirahat cukup menjadi penghibur penat setelah beberapa jam menyerap materi dari guru yang masuk.
Pria tadi—yang keluar kelas sambil menjejalkan headsetnya—tampak berjalan dengan tenangnya melewati barisan penonton yang berjajar cukup rapi di depan kelas. Tidak terlihat sama sekali guratan rasa malu atau apapun saat dia melewati begitu banyak orang sendirian meskipun dia tahu saat dia lewat dia menjadi pusat perhatian sementara mereka semua.
Tak jauh dari pria itu berjalan, dua orang gadis tampak berjalan di belakangnya. Langkah salah satu dari mereka tampak seperti sedang mengendap-ngendap seolah-olah hendak menyergap musuh di depannya. Sementara yang satunya lagi berjalan biasa sambil bersikap acuh tak acuh sambil memainkan ponselnya. Tidak tahu apa yang mereka lakukan yang pasti kelakuan mereka berdua lebih mirip seperti aktor dalam film detektif yang cukup terkenal.
"Ya ampun."
"Aww."
Dua gadis itu bersuara yang satu memekik dan yang satu lagi mengaduh kesakitan. Bola sialan itu mengenai kepala gadis yang berjalan mengendap-ngendap.
Gadis yang terkena bola itu memegangi kepalanya sambil memandangi bola yang menggelinding satu meter dari tempat ia berdiri. Matanya menyala saat itu juga. Tidak, ia tidak malu sama sekali. Ia sangat marah. Sangat. Sampai-sampai membuat bola matanya menyala seperti kobaran api. Akan tetapi sebisa mungkin ia membuat dirinya terlihat sangat tenang dan tersenyum manis menatap beberapa pria di lapangan voly yang sedang menatapnya cemas bercampur takut itu. Kenapa? Karena gadis ini bukan hanya terkenal cantik, tapi juga terkenal dengan sifat jutek dan pemarahnya yang membuat siapapun takut untuk membuat gara-gara terhadapnya.
Sementara itu gadis yang berada di belakang gadis yang terhantam bola itu meringis ketakutan. Tahu jika sebentar lagi amarah sahabatnya itu akan tersulut dan itu pasti akan sangat menakutkan. Sahabatnya ini memang sesuatu. Tidak tanggung-tanggung mau memarahi siapa saja yang mengganggunya atau membuatnya tidak nyaman.
"Hey tolong bolanya dong." Teriak seorang pria yang berdiri di belakang garis service pada gadis itu.
"Wa lo gak apa-apa 'kan?" dengan ragu-ragu Jully yang berada di belakang menyentuh pundak sahabatnya itu. Terlihat jelas sekali bahwa saat ini Jully sedang melihat sahabatnya yang baru saja dia panggil Wa itu dengan penuh antisipasi.
Nazwa menepis tangan sahabatnya. Lalu beralih menatap tajam pria-pria yang berada di lapang voly itu. Jully yang melihatnya semakin ketakutan.
"Nazwa tolong dong bolanya." Pinta salah satu dari mereka sambil menunjuk bola yang berhenti tak jauh dari kedua kaki Nazwa.
Nazwa menarik nafasnya lalu tersenyum manis. Kemudian ia membungkuk untuk memungut bola yang berada tak jauh darinya. Hal itu membuat pria-pria itu tersenyum karena mereka fikir bahwa rumor yang beredar tentang sifat buruk Nazwa tidak seburuk itu. Buktinya gadis itu mau membawakan bola untuk mereka.
Namun berbeda dengan Jully yang malah meringis melihat kilatan senyuman misterius di wajah sahabatnya itu. Tahu bahwa senyum itu adalah pertanda buruk.
Nazwa melangkahkan kakinya seperti hendak menghampiri pria yang akan melakukan service itu. Senyumnya masih terlihat menghiasi wajahnya dan pria itu mengulurkan tangannya hendak menyambut bola yang ada di tangan Nazwa itu dengan senyuman manis. Terlampau manis malah.
"Mak..." pria itu hendak mengucapkan terimakasih saat Nazwa dengan sadisnya memasukan bola voly itu ke dalam tong sampah. Lalu tanpa memperdulikan umpatan-umpatan yang keluar dari pria-pria itu ia pun melanjutkan langkah kakinya mengikuti pria tadi.
Seusai melakukan hal itu ia menepuk-nepuk kedua tangannya menampik debu yang menempel di tangannya dan tersenyum puas.
Tapi, kemana dia? Nazwa celingak-celinguk mencarinya. Kemana?
"Sumpah lo keren banget. Emang yah elo itu sesuatu." Puji Jully sambil memberikan dua jempol pada Nazwa.
"Emm... Awan kemana sih?" tanya Nazwa lebih kepada dirinya sendiri.
"Jadi dari tadi kita ngikutin si Awan itu?" tanya Jully setengah berteriak. Ia kaget mendengar apa yang baru saja sahabatnya ini katakan.
Nazwa berdecak lidah. "Jangan salah faham dulu. Gue disuruh Pak Setiadi buat maintain tugas dia aja."
"Kenapa gak tadi pas di kelas aja?"
"Gue lupa. Kalau gue gak lupa udah gue kasih tahu dia dari tadi."
"Terus sekarang dia kemana?" tanya Jully ikut celingak-celinguk mencari keberadaan Awan.
"Gue juga gak tahu." jawab Nazwa sambil mengangkat kedua bahunya.
~***~
"Wa, Wa, Nazwa, bangun Bu Dewi udah masuk." Ucap Jully sambil mengguncang pundak Nazwa yang sedang tidur itu.
"Biarin." Gumam Nazwa sambil menggeser tubunya supaya Jully tidak bisa mengganggunya.
"Sekarang ulangan bego." Umpat Jully. Benar-benar jengkel ia dengan sikap Nazwa yang selalu seperti ini. Memang ya sudah tabiatnya Nazwa selalu tidur di kelas. Baik itu saat ada guru atau sedang tidak ada guru.
"Males ah. Jangan ganggu gue. Gue ngantuk."
Jully berdecak lidah sebal. "Nanti nilai lo kosong. Lo mau?" ucap Jully sambil agak mengancam Nazwa.
"Biarin aja." Namun Nazwa malah bersikap tidak peduli dengan apa yang baru saja Jully ancamkan padanya. Bukan karena memang ia tidak peduli tapi karena Nazwa tidak terlalu mendengarkan apa yang Jully katakan itu.
"Tidur sih tidur tapi jangan pas ulangan juga kali." Dengus Jully pelan. "Dasar putri tidur." Umpatnya sambil terkekeh pelan.
Sungguh, Nazwa sangat malas untuk mengikuti pelajaran apapun hari ini. Yang hanya ia inginkan adalah tidur seperti ini sepanjang jam pelajaran, lalu jajan, lalu tidur lagi.
"Dia gak bangun?" tanya Shandy yang duduk di belakang Nazwa pada Jully.
Jully memutar tubuhnya pada Shandy yang duduk di belakangnya lalu mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. Terlihat menyerah untuk membangunkan sahabatnya ini.
"Gak salah kita sebut dia putri tidur. Padahal mau ulangan. Dasar." Shandy sama-sama menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengumpat sambil tertawa kecil.
Tapi tunggu. Di tengah kesadarannya ia mendengar sesuatu. Apa? Ulangan? Apa Nazwa tidak salah dengar. Tapi jika difikir-fikir lagi.... Ya ampun! Nazwa lupa kalau hari ini dan jam ini ada ulangan. Segera ia bangun dari posisinya dan celingak-celinguk menatap satu persatu teman-teman satu kelasnya. Meja mereka sudah bersih dari apapun, hanya sebuah pensil dan penghapus saja yang berada di atas meja.
"Ada ulangan?" tanya Nazwa dengan tampang polosnya pada Jully yang berada di sampingnya.
"Ya... tadi gue bilang sama lo 'kan." Jully berjawab dengan sedikit malas.
"Kenapa lo gak bangunin gue? Jahat!"
"Kan tadi udah gue bangunin, onta. Lo nya aja yang kebo."
"Wah... yang bener lo udah bangunin gue?"
"Menurut lo? Apa gue setega itu gak bangunin lo di saat-saat yang menegangkan kayak gini."
Nazwa tidak menyahut lagi ia tersenyum malu. Setelah itu ia mengambil buku dari tasnya. Nazqa sempat melirik Awan yang duduk di bangku dekat jendela paling belakang dari barisan itu. Pria itu masih saja terlihat sama. Flat, tanpa ekspresi sama sekali. Membuat Nazwa heran setiap kali melihatnya. Tidak bisakah pria itu terlihat tegang sekali saja saat menghadapi ulangan seperti ini.
"Katanya tadi gak mau ikut ulangan." Ujar Jully dengan nada menyindir sambil menuliskan nama lengkapnya pada lembar LJK yang baru saja dibagikan itu.
"Gue lupa kalau gue pernah di marahin mama gara-gara dia tahu gue tidur pas ulangan." Kata Nazwa setengah berbisik. Keduanya pun tertawa bersama dalam intonasi yang pelan. Nazwa pun mulai mengisi LJK di hadapannya itu menyusul Jully yang sudah mulai mengisi tanggal lahirnya.
"Dia tahu dari mana?" tanya Jully heran beberapa menit kemudian.
Nazwa mendekatkan bibirnya ketelinga Jully lalu membisikkan sesuatu. "Guru disini bawelnya minta ampun. Tukang ngadu. Apa lagi guru yang di depan itu, hampir tiap hari dia laporin apa yang gue lakuin di sekolah sama mama gue."
Perkataan Nazwa barusan berhasil membuat keduanya tertawa terbahak-bahak. Diam-diam mereka berdua melirik Bu Dewi yang sedang mengisi buku agenda kelas. Lalu saling membungkam mulutnya masing-masing tidak ingin kelakuan mereka berdua memancing perhatian ibu guru galak itu.
~***~
Senyum Nazwa mengembang saat ia melihat Awan berjalan di depannya. Nazwa akui bahwa dirinya menyukai Awan sejak pertama kali mereka bertemu. Sejak Awan menolongnya saat MOPD berlangsung. Ia sendiri bingung kenapa ia bisa menyukai pria dingin, flat, pendiam, penyendiri seperti Awan.
Pandangannya lalu mengarah pada langit di atasnya. Ini sudah jam 2 siang, tetapi sinar matahari masih saja terasa membakar kulit. Sudut bibirnya kembali tertarik membuahkan sebuah senyuman tatkala ia melihat goresan Awan halus di atas kepalanya. Bahkan Awan yang di atas sana dan di bawah sini pun sama pendiamnya. Hanya diam mengikuti kemana bumi membawanya, kemana angin yang membawanya. Flat. Entah sejak kapan Nazwa menjadi menyukai kata itu.
Fikiran Nazwa kemudian menjelajah pada kejadian beberapa bulan yang lalu saat MOPD berlangsung. Saat itu sedang apel pagi. Ritual yang biasa di lakukan setiap hari sebelum pembelajaran oleh kakak-kakak OSIS berlangsung. Sebenarnya Nazwa tidak pernah mau sengaja datang terlambat ke sekolah karena tahu jika itu terjadi ia akan menjadi sasaran empuk bagi kakak-kakak OSISnya. Dipermalukan? Itu mengerikan.
Nazwa berlarian mengejar gerbang yang hendak di tutup oleh satpam. "Pak... pak... pak... bentar." teriak Nazwa dari kejauhan.
Rupanya satpam berkumis tebal itu tidak mendengarkan teriakannya. Saat itu juga Nazwa mempercepat laju langkahnya. Dan.... Ia berhasil menyelipkan tubuh langsingnya pada gerbang yang hampir tertutup rapat.
"Makasih pak." Ucap Nazwa di sertai senyumannya.
"Lain kali jangan telat ya. Tadi bapak udah sengaja gak cepet-cepet nutupna karena kasian sama kamu." Ujar satpam bername tag Jamaludin itu.
"Sekali lagi makasih." Pungkas Nazwa setelah itu ia berlari lagi hendak menuju barisan. Dan sampailah ia di barisan paling belakang. Segera saja ia melakukan gerakan istirahat di tempat seperti yang dilakukan gadis di depannya.
"De namanya siapa?" tanya kakak bernama Bella yang baru saja menyentuh pundaknya dari belakang.
Nazwa menoleh dan mendelik sebal ke arahnya. "Nazwa." Jawab Nazwa singkat. Sedikit enggan untuk menjawab, sebenarnya.
"Nazwa apa?" tanyanya lagi sambil belagak mencatak pada note kecil di tangannya.
Nazwa berdecak lidah sebal. Memangnya apa pentingnya menanyakan namanya. Dasar! Mau minta foto? Atau mau menstalkernya diam-diam disosmed?
"Nazwa Mutia."
Kakak kelas bernama Bella itu mengangguk-angguk kemudian pergi meninggalkan Nazwa yang tengah sibuk menggerutu tidak jelas tentang kakak kelas yang lumayan tidak ia sukai itu.
Tiba-tiba suara perempuan lewat pengeras suara terdengar. "Yang di sebutkan namanya harap maju ke depan."
Semua calon siswa baru ini langsung fokus pada wanita paruh baya yang sedang memengang mikrofon di depan sana.
"Cahya Ilahi, Awan Hermawan, Julian Murtisari, Surya Fardiana, Tasya Cahya Utami, Dara Desy Anwar, Nazwa Mutia. Ya. Hanya tujuh orang itu saja. Silahkan maju kedepan."
Nazwa menghenbuskan nafas beratnya. Pasti ia akan mendapatkan hukuman. Seharusnya tadi saat kakak kelas bernama Bella itu menanyakan namanya ia harus sudah tahu bahwa nanti ia akan mendapatkan hukuman.
Kemudian dengan sedikit malas ia pun melangkahkan kakinya. Ia melihat beberapa orang juga yang ikut maju kedepan bersamanya. Ia bisa melihat beberapa orang yang menatap ke arahnya dengan tatapan yang... tidak bisa di jelaskan. Yang pasti mereka terlihat sangat, sangat menyebalkan.
Nazwa menarik nafasnya sambil ia melangkahkan kakinya maju kedepan. Ia tidak sadar dengan kecepatan langkah kakinya yang dipengaruhi oleh perasaan tidak mau menjadi pusat perhatian semua orang lebih lama lagi karena itu merupakan penderitaan baginya.
Nazwa tidak menyangka bahwa rumput yang di injaknya itu licin sehingga ia terjatuh begitu saja setelah menginjak rumput itu. Saat ini ia berbaring terlentang dengan mata membulat penuh. Nazwa masih belum bisa mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Ia masih diam disana tidak bergerak sama sekali. Suara tawa orang-orang asing terdengar di telinganya. Namun, itu belum cukup untuk menyadarkannya bahwa sekarang ia menjadi satu-satunya pusat perhatian. Setelah kesadarannya muncul ia merasa benar-benar malu sampai-sampai ingin menangis karenanya.
Entah siapa itu. Seorang pria mengulurkan tangannya tepat di depan wajahnya. Matanya terpaku pada sebuah tangan di depan wajahnya kemudian beralih menatap wajah pria itu. Wajah pria itu terlihat tenang bagai air danau yang tenang di sore hari. Mata pria itu menatapnya teduh namun terlihat bersinar. Dan tangan pria itu terasa sangat lembut saat di setengah kesadarannya Nazwa menyambur uluran tangan pria itu. Dan itu adalah pertama kalinya Nazwa bertemu dengan Awan.
Yang Nazwa ingat dari kejadian waktu itu adalah bagaimana wajah Awan saat menolongnya. Seperti seorang penyelamat yang membantunya naik dari jurang rasa malu yang luar biasa menyeramkannya. Yang ia ingat adalah bagaimana bersinarnya wajah Awan saat mengulurkan tangannya. Ia merasa seperti melihat malaikat. Ya... meskipun wajahnya terlihat masih sama seperti sekarang. Datar, tanpa ekspresi sedikitpun. Seperti tidak tahu caranya mengekspresikan dirinya.
Tapi, lebih dari itu ia sangat berterimakasih pada Awan. Sangat, sangat, sangat berterimakasih telah membawanya naik dari jurang itu. Karena diantara semua orang yang menertawakannya hanya Awanlah yang datang untuk menolongnya dan tidak menertawakannya sama sekali.
Awan, thanks.
~***~
gak pernah bosen-bosen buat ngingetin supaya jangan lupa vote sama komennya chingu. Biar berkah gitu hihihi :D
#FVC guys #follow #vote #coment
Jung Da Bin as Nazwa
Kang Min Hyuk as Awan
Lee Hyeri as Jully
Yook Sung Jae as Naufall
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top