6 - Asing
"Maaf, Aruna. Aku sama sekali tidak ingin melakukan itu."
Aruna menarik napas dalam-dalam ketika suara Bayu saat itu menyelinap di pikirannya.
"Oh, jadi kamu lebih senang melakukannya dengan wanita itu? Aku istrimu, Bayu!"
Kali ini Aruna menutup mata, mengarungi lagi peristiwa bertahun-tahun itu.
"Aku tahu."
Aruna menghampiri Bayu, mengangkat kepala itu agar memandangnya. "Kamu tahu, tapi kenapa kamu berkhianat!"
"Aku mencintainya."
"Tapi dia memanfaatkanmu!"
Bayu terlihat menahan amarah.
"Aku mohon, lakukanlah denganku."
Jakun itu naik-turun.
"Aku ingin memiliki anak denganmu."
Perlahan tangan Bayu menurunkan tangan Aruna dari pipinya. "Sebaiknya aku keluar dari kamar ini."
Aruna masih menggenggam tangan itu, mencegah Bayu keluar dari kamarnya. "Aku janji, Bayu. Aku berjanji jika aku hamil anakmu, aku akan membebaskanmu untuk mendidiknya. Aku nggak akan ikut campur tentang caramu mendidiknya."
Bayu terdiam.
"Aku juga berjanji, kalau kamu boleh menemui anak perempuanmu itu."
Bayu langsung menoleh, menatap wajah Aruna yang sudah basah oleh air mata. Aruna mengangkat tangan Bayu dan meletakkannya ke leher.
"Aku mohon."
Kelopak mata Aruna sontak terbuka dan cairan bening mengambang di sana. Dia berkali-kali menarik napas untuk mengontrol hasratnya. Dia merindukan hangat tubuh suaminya saat itu. Dia merindukan ciuman yang hanya ia rasakan sesaat. Aruna merindukan ranjang yang sempat menghangat kala itu. Sungguh, menikah dengan orang yang tidak mencintainya adalah sebuah siksaan.
Dari awal pernikahannya dengan Bayu, dia sama sekali tidak disentuh oleh pria itu. Dia seperti tinggal dengan orang asing, tidak ada sentuhan hangat yang menyapa tubuhnya. Malah wanita yang pernah ia sakiti mendapatkan sentuhan hangat dan tulus dari Bayu, seorang wanita yang ia cari selama bertahun-tahun, lalu bertemu dalam skenario yang tidak ia duga.
Dari sekian banyak wanita, kenapa suaminya justru jatuh hati dengan Padma. Kenapa orang yang ia cintai harus jatuh di tangan saingannya? Jelas dia tidak terima, walaupun dia sadar dengan kesalahannya. Hanya saja Aruna tidak ingin miliknya dimiliki oleh orang lain. Apalagi oleh wanita yang dulu menjadi saingannya. Aruna tidak akan pernah bisa menerima itu. Dia akan melakukan apa pun untuk memisahkan mereka.
Sejak Adimas mengucapkan nama itu beberapa hari yang lalu, Aruna langsung mengambil langkah. Dia menyuruh orang untuk menyelidiki asal-usul kekasih anaknya. Semesta seolah-olah mempermainkan hidupnya. Padma membawa karma itu kembali dalam hidupnya. Bagaimana bisa Adimas bertemu dengan Lembayung? Kenapa anaknya menyukai anak Padma? Kenapa semesta mengungkungnya dengan wanita itu?
Aruna berdiri, menatap dirinya di pantulan cermin. Dia harus mencari tahu apakah Bayu mengetahui wanita yang disukai anaknya. Aruna langsung melangkah keluar, menuruni tangga, lalu menuju ruang makan. Matanya menangkap keberadaan Bayu di sana. Pria itu selalu menyempatkan untuk sarapan pagi sebelum berangkat kerja.
Bayu menghentikan kunyahan ketika sudut matanya menangkap keberadaan Aruna. Tanpa memedulikannya, Bayu kembali mengunyah.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Bayu mengembuskan napas perlahan, lalu meletakkan sendok dan garpu. Dia menoleh ke arah Aruna yang sudah duduk di sampingnya. Kedua mata itu saling memandang dalam keheningan yang sesaat.
"Jangan temui kekasih Adimas."
Kepala Bayu melengos. Dia tidak tahu kalau wanita ini akan membahas masalah anaknya.
"Kali ini tolong dengarkan aku. Aku sudah menepati janjiku, aku sudah cukup diam dengan segala keputusan yang kamu berikan pada Adimas. A--"
"Dia anakku juga. Kamu sudah lupa dengan janjimu."
Sorot mata Aruna tampak kebingungan. Dia tidak mau kalau Bayu bertemu dengan Padma sekali lagi. Aruna takut kalau keduanya akan kembali menjalin hubungan. "Kamu tahu siapa calon tunangan Adimas?"
Bayu terdiam sejenak, dia teringat Adimas mengucapkan nama itu. Akan tetapi, Bayu yakin kalau kekasih Adimas bukanlah orang yang sama. Tanpa banyak kata, Bayu mengelap bibir, lalu berdiri.
"Bayu, dengarkan aku!"
Bayu terdiam, malas menanggapi wanita ini. Lebih baik Bayu segera berangkat kerja.
"Aku tidak setuju kalau Adimas menikahi anak itu! Aku peringatkan untuk tidak menemuinya!"
Tangan Bayu mengepal kuat, mata hitam legam itu menatap tajam. "Kali ini aku nggak akan tinggal diam jika kamu menghalangi langkah Adimas!"
"Aku nggak mau kamu bertemu dengan wanita itu lagi!" Aruna sudah tidak dapat menahan luapan emosinya. Semula dia hanya penasaran apakah Bayu mengetahui siapa kekasih Adimas, tetapi justru dialah yang menggiring pemikiran Bayu.
Bayu menatap curiga. "Wanita siapa?"
Dada Aruna kembang kempis. "Wanita...," matanya berlarian tak tentu, "yang jelas aku nggak mau kamu bertemu dengan kekasih Adimas! Aku akan melakukan apa pun untuk mencegah itu semua!"
Bayu langsung mencengkeram lengan Aruna, lalu sedikit membungkuk. "Kamu lupa dengan janji itu? Yang berhak menentukan kehidupan Adimas adalah aku. Sekali saja kamu menyentuh Adimas, aku bisa melakukan hal yang mengerikan bagimu, meskipun nyawa taruhannya." Tangannya terlepas dari lengan Aruna dan mulai melangkah pergi. Dia tidak mau Adimas dan juga anak perempuannya terkena imbas dari ego Aruna.
Aruna hanya bisa terdiam dan bergumul dengan amarah yang meletup-letup.
Seiring langkah Bayu keluar dari rumah, pikirannya mempertanyakan perkataan Aruna. Kata 'lagi' yang tersemat menimbulkan tanda tanya. Dia dibuat semakin resah dengan perkataan itu. Apakah benar Lembayung yang dimaksud Adimas adalah Lembayung anaknya?
Damar dari kejauhan sudah membukakan pintu mobil. Bayu masuk tanpa memberi respons yang berarti. Damar mulai melajukan mobil, keluar dari area rumah mewah itu. Sepanjang perjalanan Bayu menatap punggung Damar tanpa henti. Sebenarnya dia ingin menanyakan banyak hal, tetapi rasa sakit yang masih membekas itu menahannya dengan sangat kuat.
Damar yang merasakan gelagat aneh itu, mulai paham. "Ada yang ingin Anda tanyakan?"
Bayu membuang muka. "Tidak."
Damar kembali diam dan berkonsentrasi menyetir. Tidak lama kemudian Bayu kembali menatap Damar.
"Aku sudah lama tidak bertemu Lembayung."
"Akan saya buatkan jadwal untuk bertemu."
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Silakan, Pak."
"Dia... maksudku anakku sudah punya kekasih?"
"Sejauh pengamatan saya, dia masih belum mempunyai kekasih."
"Di umurnya yang sekarang?"
Damar kembali mengangguk.
Bayu menghela napas lega. Dia semakin yakin dengan pemikirannya bahwa Lembayung yang dimaksud Adimas bukanlah Lembayung anaknya. Bisa jadi perkataan Aruna tadi hanya luapan kekhawatiran. Mungkin wanita itu belum melakukan pergerakan apa pun untuk menyelidiki kekasih Adimas. Bisa dipastikan dia tidak akan bertemu dengan Padma sekali lagi. Bukannya Bayu tidak ingin bertemu dengan Padma, tetapi dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia hanyalah sebuah alat bagi wanita itu.
Mata Damar menatap lurus ke arah jalanan, bibirnya terkatup, tetapi hatinya terus bergumam. Semoga langkah yang ia pilih bisa memberi kebahagiaan bagi dua insan yang terpisah oleh ego seorang wanita.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top