Segmen 05
Mata David berbinar membaca nama baru di lambung kapalnya. Akhirnya setelah menunggu hampir tiga bulan proses pengecatan ulang kapal favoritnya rampung juga.
Semula nama kapal ini adalah Starlight. Ingatan David melayang ke waktu lima tahun silam, saat dia membeli Starlight untuk pertama kalinya. Dia merasa perlu melakukan perombakan besar pada kapal bertingkat lima ini. Dibantu oleh Sebastian dan dua orang arsitek kapal asal Jerman dan Perancis, David merancang sendiri desain kapal yang diinginkannya. Proses renovasinya sendiri dilakukan di sebuah galangan kapal raksasa Perancis, tempat di mana beberapa kapal tempur terbaik dunia dibuat.
Namun, Starlight bukanlah sebuah kapal tempur. Secara harfiah Starlight merupakan kapal pesiar mewah berlantai lima. Fasadnya memang persis sebuah kapal pesiar. Namun, isi bagian dalamnya sudah mengalami banyak perombakan.
Berbobot 130.000 ton dengan panjang 1.115 kaki dan lebar 125 kaki, konsep awal Starlight difungsikan mampu mengangkut sekitar 4.000 penumpang. Namun, perombakan yang dilakukan David memangkas daya angkut penumpang hingga tiga perempatnya.
Alih-alih mempertahankan desain kamar yang berjumlah 1.250 kamar, David menghilangkan kamar-kamar tersebut dan menggantinya dengan ruang kantor serbaguna, aula raksasa, juga garasi yang mampu menampung koleksi mobil-mobil mewah miliknya dan rekan satu timnya.
Starlight secara instan berubah fungsi dari kapal pesiar mewah menjadi kantor di atas laut. Berbagai peralatan ultra canggih ditanamkan dalam Starlight untuk mengakomodasi seluruh pekerjaan David. Dia juga memboyong hampir 500 orang pegawainya untuk bekerja di atas kapal. Imperium bisnis David dengan efisien dijalankan di atas Starlight.
Starlight benar-benar berfungsi maksimal di tiga tahun terakhir. Saat pencarian Maia Rara Sembadra yang memakan waktu hampir dua tahun lamanya, David bahkan bermigrasi penuh ke atas kapal.
Dia tinggal sepenuhnya di atas kapal. Sesekali singgah di daratan dengan bantuan helikopter. Selebihnya waktunya dihabiskan di atas Starlight, berlayar di berbagai lautan guna menghindari kejaran sang kakek yang waktu itu masih menentang hubungannya dengan Maia.
Kini nama Starlight telah dimuseumkan oleh David. Secara khusus dia meminta Sebastian mengganti nama di lambung kapal. Sebuah nama yang memiliki arti khusus dan makna mendalam di hati David.
Aveolela.
Itulah delapan huruf yang kini menghiasi lambung kapal. David tersenyum puas pada hasil karyanya yang megah. Perlahan rencananya akan segera dieksekusi. Rencana yang melibatkan peran Maia Rossier di dalamnya.
***
Jam baru menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, sisa sarapan telah dibereskan sejak satu jam yang lalu. Kini mereka berdua duduk santai di atas geladak kapal, menikmati embusan angin laut yang pagi ini terasa cukup kencang.
"Hari ini pegawai baru itu akan tiba." Sebastian melaporkan di sela kegiatannya menyeruput kopi panas.
David yang tengah menikmati sepoi lembut angin laut menoleh. "Dia sudah di Jepang?"
"Ya." Sebastian mengangguk. "Bagian kepegawaian sudah memproses kontrak kerja Venus Gerritsen. Besok dia akan resmi bergabung dengan kita."
Pandang David menerawang. Embusan napasnya panjang. Sebastian meliriknya dengan kening berkerut.
"Ada problem, Dave?"
David terdiam cukup lama sebelum menjawab. "Aku sedikit tak nyaman dengan proses rekrutmen yang dilakukan Anggie."
Sebastian sabar menunggu penjelasan David. Menit berikutnya pria itu mulai bertutur.
"Aku melakukan rekrutmen tim dengan sangat selektif. Bagiku kalian bukan hanya anggota tim semata, tapi juga sudah seperti keluarga bagiku. Tak sembarang orang kuajak bergabung di Rossier."
Sebastian terdiam. David melanjutkan ucapannya.
"Aku tak masalah jika Anggie merekrut pegawai baru untuk bekerja di perusahaan. Tapi bukan sebagai penggantinya. Karena Anggie tak bisa digantikan oleh siapapun." David menekankan kata pengganti.
"Sejujurnya aku lebih suka jika pegawai baru itu ditempatkan di New York dan mengurus pekerjaan Anggie di sana."
"Aku mengerti." Sebastian mengangguk paham. "Instingmu tak pernah salah, Bos. Karena itulah kamu bisa sukses di usia semuda ini."
David tersenyum tipis. Dia melanjutkan perkataannya, tak terpengaruh oleh pujian Sebastian.
"Aku mengkhawatirkan Maia
" David akhirnya mengutarakan kecemasan terbesarnya. "Maia sedang dalam proses pemulihan. Aku tak ingin mengurus pekerjaan dulu. Tapi ...." David termenung.
"Tapi Maia mulai terlihat bersemangat lagi?" Sebastian meneruskan kalimat David yang terpotong.
David memgangguk. "Sinar di matanya telah kembali. Setelah berbulan-bulan redup. Aku tak ingin memadamkan sinar itu lagi."
Sebastian mengamati David lekat-lekat. Senyumnya misterius. "Aku tak percaya jika gunung esmu bisa leleh setelah bertemu Maia. Zulaykha bahkan tak bisa menembus hatimu meski sudah bertahun-tahun bersama."
David meringis. "Jangan sebut nama wanita itu lagi."
"Setuju! Dia sudah tenang di klinik Hannah." Sebastian tertawa.
"Aku sangat mencintai Maia," gumam David lirih.
"Kami tahu itu, Bos." Sebastian menyeringai. Dia saksi hidup bagaimana bos kesayangannya ini begitu berjuang habis-habisan mendapatkan cinta sang kekasih. Perjuangan yang dibayar dengan begitu mahal. Sekaligus perjuangan yang diam-diam membuat kagum seluruh anggota Tim Sembilan.
Mereka berdua sama-sama terdiam. Sampai keheningan yang nyaman itu dipecahkan oleh Sebastian.
"Kami akan menjaga Maia sekuat tenaga. Kami tak akan membiarkan siapapun mengusik ketenangan hidup kalian."
David menepuk lengan sahabatnya. "Thanks, Brother."
David menenggak habis sisa kopi. Tangannya lantas melambai pada ABK yang kebetulan lewat. Dia meminta tambahan dosis kafein lagi pada lelaki itu.
"Ngomong-ngomong pastikan berkas Gerritsen lengkap di mejaku. Seluruh detail yang kuperlukan harus ada di sana, Sebas."
"Siap, Bos!"
Mereka berdua kembali terdiam. David sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Sebastian beberapa kali melirik Big Bos kesayangannya ini.
Sebastian masih mengingat dengan jelas kontak pertama yang dilakukan David berkaitan dengan Maia Rara Sembadra.
Waktu itu dirinya sedang asyik lembur di kantor dan David tengah berada di Singapura. Panggilan internasional di pagi buta itu tak terlalu mengejutkannya karena David sudah biasa mengganggu jam istirahat anggota tim. Namun, isi perintahnya yang sangat mengejutkan.
David memintanya mencari wanita bernama Maia.
Oke, waktu itu dia mengira Maia adalah seorang "wanita". Sama sekali tak terbayang di benak Sebastian jika Maia yang dimaksud adalah seorang gadis ingusan berusia belasan tahun.
Bahkan sosok Maia pun masih absurd. Mereka tak tahu sama sekali bagaimana rupa Maia kecuali secuil informasi yang diberikan David.
Mencari seorang pemilik nama yang tak diketahui asal-usulnya bagaikan mencari sebatang jarum di atas berhektar-hektar lahan jerami. Demi Tuhan, Tim Sembilan benar-benar dibuat kelimpungan waktu itu.
Sedikit demi sedikit mereka menyusun kepingan informasi yang terkumpul dengan susah-payah. Saat kepingan itu mulai membentuk informasi yang utuh, Sebastian benar-benar dibuat tercengang oleh David.
Dia bahkan sempat menuduh bosnya seorang pedofilia. Pasalnya David jelas-jelas menyatakan jatuh cinta pada gadis yang bahkan belum menempuh jenjang high school.
Saat David bersikeras menyatakan cintanya, Sebastian masih mengira itu adalah sebentuk cinta eros (1) yang akan hilang seiring waktu. Sesuai perkiraan Sebastian, waktu akhirnya memberikan jawaban atas wujud cinta David. Pria itu memang tulus mencintai gadis yang terpaut sangat jauh di bawahnya.
Saat itulah Sebastian akhirnya menyadari sedalam apa cinta David pada Maia. Pada akhirnya dia adalah orang pertama yang mendukung seratus persen perjuangan David mendapatkan cinta Maia. Meski untuk itu, mereka harus berseberangan kubu dengan Julian Rossier yang notabene adalah kakek kandung David, satu-satunya anggota keluarga Big Boss yang masih hidup di dunia.
"Sebas?" Suara David memutus lamunan Sebastian.
"Yes, Dave?"
"Jangan biarkan orang lain naik ke sini."
Sebastian tertegun. Perlahan senyumnya terkembang. Tentu saja dia tak akan membiarkan siapa pun naik ke atas kapal ini, sebelum sang Nyonya mengijinkan.
"Don't worry, Boss. By the way, kapan kamu akan membawa Maia ke sini?"
"Sebentar lagi." Pandang David menerawang. Senyumnya terkembang. Dalam hati dia sedikit menyesali pilihannya meneguk kopi.
Seharusnya di suasana hati menggembirakan seperti ini, segelas champagne yang menemani pagi harinya.
Sayang, koleksi minuman keras di dalam kapal tak mencakup Armand de Brignac Brut Gold, champagne favoritnya. Sedikit cemberut David harus puas dengan dua cangkir espresso.
Namun, sejak kapan espresso bisa mengalahkan kelezatan Brut Gold?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top