2-5 | The Creepy Stalkers

Beberapa hari kemudian, jam makan siang, Dylan duduk di cafeteria bersama Abby dan Sam.

Setelah drama essay Sejarah Amerika beberapa hari lalu, Dylan menjadi lebih hati-hati untuk menggunakan kekuatannya. Kini ia mencatat segala tugas yang diberikan oleh gurunya agar ia tidak perlu mengeluarkan kekuatannya di sekolah.

Apalagi dengan kemungkinan si Stalker Berambut Merah tidak sengaja melihatnya ketika ia menggunakan kekuatan, pemuda itu harus ekstra hati-hati sekarang.

Dylan melirik Abby yang duduk di depannya. Pujaan hatinya itu sedang asyik mengobrol bersama Sam sambil bersenda gurau. Mereka membicarakan kenangan masa kecil, Dylan yang tidak tahu apa-apa tentang itu hanya bisa mendengarkan.

Ketika sedang asyik mencolek kentang gorengnya dengan saus, tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan sang stalker yang sedang duduk tidak jauh darinya.

"Sam!" panggil Dylan, pemuda itu berpura-pura mengalihkan pandangannya dari sang stalker.

Sam yang merasa terpanggil, menoleh ke arah Dylan, begitu pula dengan Abby.

"Ingat ketika aku cerita padamu bahwa aku memiliki stalker di sekolah ini?" Dylan berbicara pelan.

Abby mengernyit. "You have a stalker? That's creepy."

"It's a long story." Dylan mendekatkan tubuhnya ke arah Sam dan berbisik, "Arah jam dua dariku, gadis berambut merah, jangan—"

Namun terlambat, sebelum Dylan selesai berbicara, Abby dan Sam sudah menoleh ke arah Chloe.

"Menatapnya langsung," lanjut Dylan.

Chloe yang panik, berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia kembali mengobrol dengan Kelsey dan teman-teman cheerleader-nya.

Dylan memelototi Sam sambil menginjak kakinya. "You moron!"

"Ouch!" Sam meringis.

"Sorry! Aku tidak sengaja melihatnya!" ucap Abby panik.

"Ya sudah, mau bagaimana lagi," ucap Dylan kesal.

"Dia manis! Mungkin gadis itu hanya suka padamu, sama sekali tidak berniat mencelakainmu." Abby merespons.

"Yeah, kau berkarisma dan kau bocah yang terkenal karena bangkit dari kematian. Technically, you're a celebrity! Wajar saja jika ada seorang gadis yang suka padamu!" tambah Sam.

"Kalian tidak mengerti! Gadis itu membuntutiku ke perpustakaan dan bilang bahwa aku pernah muncul di mimpinya! That's totally creepy!" sanggah Dylan.

"Kau yakin ia membuntutimu? Sekolah kita tidak sebesar yang kau kira, kau bisa bertemu dengannya di mana saja," ujar Sam.

"Wait. Sepertinya aku ingat gadis itu. Ia sekelas dengan kita di kelas Fisika!" seru Abby.

"Are you kidding me?" tanya Dylan panik, "jadi, aku kan bertemu lagi dengannya sesudah istirahat?"

Abby mengangguk. "Gadis itu selalu duduk di belakang kelas—"

"Duduk di belakang kelas, memimpikan seseorang yang tak dikenal, membuntuti seseorang ke perpustakaan, that's totally creepy, Abby!" ucap Dylan.

Dylan melirik Chloe yang duduk tidak jauh darinya. Gadis itu masih asyik mengobrol bersama murid-murid perempuan, seakan-akan hal tadi tidak pernah terjadi.

Abby mendengkus. "Kau tidak perlu paranoid seperti itu, kurasa ia hanya ingin mengenalmu. Begitulah gadis yang sedang jatuh cinta."

"I agree with Abby." Sam menjentikkan jarinya.

Dylan memijat pelipisnya, rasanya percuma saja menceritakan keluh kesahnya pada Sam dan Abby. Mereka berdua tidak memahaminya sama sekali.

Pemuda itu kembali sibuk mengunyah burger yang ia pesan di cafeteria, sedangkan Abby dan Sam kembali mengobrol.

Tidak jauh dari sana, Chloe kembali melirik Dylan yang sedang menikmati makan siangnya. Gadis itu mendesah pelan.

"Okay. Sekarang Dylan Grayson benar-benar menganggapku anak aneh," gumamnya.

Pandangan gadis itu menyisir seisi cafeteria, memperhatikan satu per satu murid yang sedang makan siang, mengobrol, maupun berlalu lalang. Tanpa sengaja, atensi Chloe tertuju pada seorang pemuda yang sedang bersandar di sebelah pintu ruangan itu.

Seorang pemuda tampan dengan wajah oriental sedang menatapnya dengan tajam. Kedua tangannya terselip di saku jaket.

Chloe mengerjap, ia terkejut ketika seseorang menatapnya dengan tajam. Gadis itu mengalihkan pandangan dan mencolek lengan Kelsey.

"Kelsey! Kelsey!" bisik Chloe.

"What?" Kelsey menoleh ke arah sepupunya itu.

"Seseorang di sana menatapku dengan tajam—"

Chloe menghentikan perkataannya ketika seseorang yang baru saja mengamatinya tiba-tiba menghilang begitu saja.

"What the hell, he's gone!" gumam Chloe.

Kelsey mengikuti arah pandangan Chloe dan mengernyit. "Apa yang kau lihat?"

"Aku melihat seorang pemuda yang menatapku tajam. That's so weird!" ujar Chloe.

"Which one?" tanya Kelsey.

"That's the problem! Aku hanya memalingkan pandangan darinya selama dua detik dan ia menghilang!" seru Chloe.

"Kau terlalu paranoid, Sweetheart." Kelsey mengangkat kedua bahunya. "Mungkin kau salah lihat atau semacamnya?"

"Kelsey—"

"Listen." Kelsey berbisik. "Ini Moorevale High School. Penjagaan sangat ketat, tidak mungkin ada orang jahat yang menyusup ke sini. Mungkin ia hanya murid biasa yang memiliki raut wajah seperti itu?"

Chloe menekuk wajahnya. "Tapi ...."

*****

Sebelum kelas Fisika dimulai, Chloe membasuh wajahnya di salah satu wastafel toilet wanita. Gadis itu menatap kosong pantulan dirinya di dalam cermin.

Gadis itu merutuki diri sendiri, bisa-bisanya ia tertangkap basah ketika melirik Dylan Grayson. Apalagi, pemuda itu membisikkan sesuatu pada kedua temannya. Ia berani bertaruh rumor mengenai 'Chloe Wilder si Stalker' akan tersebar cepat atau lambat.

"Chloe Wilder, kau bodoh!" Ia menepuk kedua pipinya.

Chloe menekuk wajahnya. Rasanya lelah menjadi seorang remaja yang memiliki rasa insecure berlebihan. Gadis itu memedulikan segalanya, bahkan hal-hal kecil sekali pun yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan.

Bohong jika gadis itu tidak memikirkan tentang mimpinya tempo hari. Setelah ia terbebas dari Dylan Grayson, pemuda itu malah datang lagi di dalam mimpinya. Mereka juga kini satu sekolah. Apalagi, mimpi terakhirnya terasa sangat nyata dan terlalu menyeramkan jika sungguhan terjadi.

Seakan-akan semesta memang sengaja mempersatukan mereka, entah mengapa. Saat Chloe ingin menjauh darinya, pemuda itu justru datang lagi ke dalam kehidupannya.

"Mengapa kau selalu menghantuiku, Grayson? Apa yang kau coba katakan padaku?" gumam Chloe.

Chloe mendesah pelan. Setelah berdiam diri dan melamun kurang lebih lima menit, ia mengambil ranselnya dan pergi secepat mungkin dari toilet untuk menghadiri kelas Fisika.

Gadis itu membuka pintu toilet dan hendak berjalan menelusuri koridor. Kedua tungkainya berhenti ketika mendengar suara seseorang di sana.

"Mary Jane?"

Chloe menoleh, melihat pemuda oriental tadi berdiri di depan loker siswa. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, menyadari bahwa tidak ada siapa pun di koridor kecuali mereka berdua.

Gadis itu mengernyit dan menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

"Yeah, you. Red-haired girl," jawabnya.

"I'm not Mary—" Chloe berhenti berbicara ketika menyadari bahwa tokoh fiksi di komik Marvel itu juga memiliki warna rambut yang sama dengannya. "Oh ...."

Pemuda Asia itu menyeringai. Ia berpindah dari posisinya, perlahan berjalan mendekati Chloe. Tiba-tiba saja, bulu kuduk gadis berambut merah itu berdiri, mengingat sosok di depannya sudah mengamati dirinya sejak jam istirahat tadi. Sangat mencurigakan, bukan? Apalagi hanya ada mereka berdua di sana.

Tidak ingin menempatkan dirinya dalam bahaya, gadis itu memutar tubuhnya dan berniat untuk melarikan diri. Sayangnya, pemuda itu lebih gesit darinya. Chloe merasakan dua tangan kekar membekap mulut dan mengunci lehernya.

Chloe berteriak dan memberontak sejadi-jadinya, tetapi usahanya sia-sia. Suara yang lolos dari mulutnya terhalang oleh tangan sialan itu. Ia memukul lengan sang sembekap. Nihil, tangan tersebut lebih besar dan lebih kekar darinya.

"Sssttt!" desis pemuda itu, "relax, I don't want to hurt you."

Gadis itu mendongak ke langit-langit koridor. Sialnya, tidak ada CCTV di sana. Begitu pula dengan murid yang berlalu-lalang. Tidak ada seorang pun di sana karena jam pelajaran sudah dimulai. Dengan sisa tenaga yang ada, gadis itu berusaha melepaskan diri.

Tidak akan ada yang mendengar teriakannya, tidak akan ada yang akan menolongnya pula.

"I just want to talk! Relax!"

Chloe menggeleng. Setelah mendapat peringatan seperti itu, gadis itu malah semakin berontak.

Si Pembekap menghela napas berat. "Fine. You will regret it."

Chloe merasakan sebuah pukulan di tengkuk lehernya. Hanya dalam sekejap, gadis itu kehilangan kesadaran, tubuhnya ambruk ke lantai.

*****

Di kelas Fisika, Dylan tidak bisa berhenti menatap satu per satu murid yang masuk ke kelasnya, mengantisipasi kalau si gadis stalker benar-benar sekelas dengannya.

"Kau mencari gadis itu?" tanya Abby di bangku sebelahnya.

"Yeah, siapa lagi," jawabnya cuek.

"Apa yang akan kau lakukan setelah itu?" tanya Abby lagi.

"Balik mengawasinya."

Abby terkekeh. "Jadi kau juga akan menjadi stalker?"

"Stalker dan hanya 'sekadar mengawasi' itu berbeda." Dylan berdalih.

"Whatever." Abby memutar bola matanya.

Kelas Fisika sudah nyaris penuh, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran dari si Gadis Stalker. Di dalam ruangan tersisa satu bangku kosong, meskipun guru sudah memasuki kelas.

Sebelum pelajaran dimulai, guru Fisika mengabsen murid-murid yang hadir. Murid yang disebut namanya mengacungkan tangan.

"Abigail Langford."

Abby mengacungkan tangannya. "Hadir."

"Dylan Grayson." Sang guru mendongak ke arah depan dan mencari seseorang yang bernama Dylan.

Pemuda yang merasa terpanggil segera menjawab. Namun, ketika hendak mengangkat tangan, guru Fisika mengalihkan pandangan pada lembar absensi.

"Oh, I know you! Aku tahu kau hadir, Mr. Grayson," ucap wanita paruh baya itu santai.

Dylan tersenyum kecut, diikuti oleh kekehan beberapa teman sekelasnya. Kalau wanita itu mengenalnya, untuk apa dirinya diabsen?

"Chloe Wilder."

Hening. Tidak ada jawaban.

"Miss Wilder?" Guru Fisika mendongak ke arah murid-muridnya. Pandangannya menyapu seisi kelas, berusaha mencari murid yang baru saja ia panggil.

Tidak ada jawaban. Beliau melihat satu bangku kosong di paling belakang.

"Kurasa Miss Wilder melewatkan sesi kita hari ini." Beliau memfokuskan kembali pandangannya pada kertas absensi.

Dylan dan Abby saling pandang. Mereka memikirkan hal yang sama.

"Kita tidak perlu memanggilnya dengan sebutan si Gadis Stalker lagi," ucap Abby.

"Yeah, kita tahu namanya sekarang. Chloe Wilder," lanjut Dylan.

Setelah semua murid diabsen, pelajaran dimulai. Dylan terus memikirkan gadis yang bernama Chloe Wilder tersebut.

Mengapa gadis itu tidak hadir di kelas Fisika, sedangkan ia baru saja melihatnya sekitar dua puluh menit yang lalu di cafeteria?

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top