2-4 | It's My Superpower

Siang ini, Chloe mendengar bel masuk berbunyi, gadis itu berjalan di koridor bersama Kelsey menuju kelas masing-masing.

"Aku akan mengantarmu pulang," ujar Kelsey.

"Baiklah, jika kau tidak keberatan," jawab Chloe

"Sebenarnya ...." Kelsey menjeda perkataannya. "Temani aku pergi ke mall, please? Temanku bilang MAC sedang diskon. Aku tidak bisa melewatkan diskon dari brand kosmetik favoritku!"

Chloe mengernyit. "Jadi itu tujuanmu yang sebenarnya?"

Kelsey tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Itulah gunanya sepupu, 'kan?"

"Sudah kuduga!" Chloe menggerutu.

"Kau ini perempuan atau bukan, huh? Bagaimana kau bisa tahan dengan diskon-diskon itu?"

"Baiklah, terserah," jawab Chloe cuek.

Kelsey terkekeh. "Aku akan membelikan banana waffle favoritmu!"

"Deal!" seru Chloe. "See you after school, Kelsey!"

Chloe berpisah dengan Kelsey di persimpangan koridor, mereka berjalan menuju kelas masing-masing. Meskipun masih banyak murid yang berlalu lalang di koridor, Chloe tetap tidak ingin terlambat memasuki kelas. Ia benci mendapatkan kesan buruk dari guru-gurunya.

Di persimpangan koridor, ia mendengar seseorang berteriak.

"Sisakan bangku di sebelahmu!"

"Kau gila, Dylan Grayson! Kau harus membuat essay sebanyak tiga ribu kata! Kau tidak mungkin menyelesaikannya sekarang!"

Langkah Chloe terhenti, dengan cepat ia bersembunyi di balik tembok ketika melihat Dylan berbicara dengan salah satu temannya. Atensinya tertuju pada pemuda yang sedang berjalan berlainan arah dengan ruangan kelas murid tingkat pertama.

"Mengapa ia berkeliaran di koridor ketika bel masuk sudah berbunyi?" gumamnya.

Setelah melihat kehancuran Kota Moorevale di dalam mimpinya tempo hari, gadis itu semakin penasaran dengan Dylan Grayson. Pasti ada alasan yang valid mengapa pemuda itu selalu datang ke mimpinya.

Tanpa sadar, sepasang kaki gadis itu bergerak dengan sendirinya mengikuti ke mana Dylan pergi. Di satu titik, ia memperlambat langkahnya, kemudian berhenti.

"Bad idea, Chloe Wilder, bad idea!" Ia bergumam. "Lebih baik kau kembali ke kelas dan jangan mengikuti seseorang diam-diam! That's creepy!"

Semakin lama, langkah Dylan semakin cepat, ia berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Chloe menggeleng, rasa penasaran mengalahkan logikanya.

"Masa bodoh!" gumam gadis itu lagi.

Chloe mengendap-endap menaiki tangga, kemudian berjalan sesunyi mungkin, berusaha membuat sneakers Converse Chuck Taylor soft pink-nya tidak berdecit ketika bergesekan dengan permukaan keramik, berhubung koridor lantai dua sudah sepi dan murid-murid sudah memasuki kelas masing-masing.

Dylan melangkah masuk ke dalam perpustakaan lantai dua, begitu pula Chloe. Dengan hati-hati, Chloe mengikuti ke mana pemuda itu pergi. Berkali-kali ia bersembunyi di balik rak buku agar Dylan tidak mengetahui keberadaannya.

Perpustakaan siang itu benar-benar kosong. Tidak ada seorang pun di sana karena pelajaran sudah dimulai, penjaga perpustakaan juga tidak terlihat batang hidungnya. Chloe mengambil kesimpulan bahwa hanya dirinya dan Dylan yang ada di perpustakaan siang ini.

Sedangkan Dylan, ia berjalan menuju sebuah meja belajar lalu mengeluarkan laptopnya dari dalam tas. Pemuda itu menekan tombol power dan membiarkan laptopnya memasuki Windows.

Setelah ia duduk dan laptopnya siap digunakan, dengan cepat ia membuka aplikasi Word, lalu mengetik identitas dirinya dan judul tugas yang akan ia kerjakan.

Nama: Dylan Grayson
Student ID: 2911xxxx

AMERICAN HISTORY ESSAY
UNITED STATES OF AMERICA AND WORLD WAR II

Pemuda itu menarik napas panjang dan duduk bersandar di bangku perpustakaan. Ia menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaannya di sana dan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

Dengan cepat Chloe menyembunyikan tubuhnya di balik rak buku ketika menyadari hal itu. Setelah beberapa saat, gadis itu mengintip, memastikan bahwa Dylan tidak menyadari keberadaannya di sana. Setelah dirasa aman, gadis itu kembali mengamati apa yang pemuda itu lakukan.

Dylan mengerjap, iris matanya memancarkan cahaya putih kebiruan. Chloe menahan napas, hampir saja ia mengeluarkan suara, gadis itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya!

Setelah iris matanya, kini tangan kanan pemuda itu juga mengeluarkan cahaya putih kebiruan, menyelimuti laptop yang ia sentuh. Dengan cepat, kesepuluh jari Dylan menari-nari di atas keyboard.

Chloe tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi dengan laptop itu, ia hanya tahu Dylan Grayson sedang mengetik. Selain karena cahaya tersebut lumayan membuat silau, jarak di antara mereka juga tidak terlalu dekat sehingga ia tidak bisa melihat dengan lebih detail.

Senyuman di wajah Dylan merekah ketika melihat jumlah kata di Word laptopnya.

"3086 kata. Great!" Pemuda itu bermonolog. Essay sejarah Amerikanya selesai hanya dalam waktu beberapa detik.

Dengan cepat Dylan memasukkan essay sejarah Amerikanya ke dalam flashdisk, memasukkan kembali laptopnya ke dalam tas dan berjalan cepat menuju printer perpustakaan. Lagi-lagi, Chloe bersembunyi di balik rak buku untuk menyembunyikan keberadaannya.

Napasnya memburu, jantung gadis itu berdetak dua kali lebih cepat. Ia teringat dengan mimpinya beberapa bulan lalu.

Dylan di dalam mimpi mengulurkan tangan, mengisyaratkan gadis itu untuk meraihnya. Chloe menurut, ia balas menggenggam tangan pemuda itu.

Kedua netra dan tangan pemuda itu mengeluarkan cahaya berwarna putih kebiruan.

"How can you do that?" tanya Chloe ketika melihat netra pemuda itu berubah menjadi biru.

"I think it's magic!" Pemuda itu mengedipkan salah satu netranya.

"Aku sudah menduga ada yang aneh dengan anak itu!" gumam Chloe ketika ia tersadar dari lamunannya.

Nasib sial menimpa Chloe, meskipun berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan diri, ia tetap saja bertingkah ceroboh. Tanpa sengaja, gadis itu menyenggol sebuah buku yang tertumpuk di rak. Dengan cepat Chloe menahan tumpukan buku itu sebelum terjatuh, tetapi gagal. Salah satu buku yang letaknya paling ujung terjatuh di lantai.

BRAK!

Atensi Dylan Grayson teralihkan. Pemuda yang sedang mencetak essay dengan printer, menoleh ke arah sumber suara. Chloe menyembunyikan dirinya tepat sebelum Dylan melihatnya. Jantungnya berdetak puluhan kali lebih cepat.

"Hello?" Dylan berteriak.

Dylan berjalan menuju sumber suara. Chloe panik, dengan hati-hati ia melangkah menuju sisi rak buku yang lain untuk bersembunyi, berusaha membuat langkah kakinya tak terdengar.

Setelah sampai, Dylan tidak merasakan tanda-tanda seseorang. Pemuda itu menunduk dan melihat textbook kalkulus yang terjatuh. Ia mengambil dan meletakkannya kembali ke dalam rak.

"Ya, mungkin ini semua ulah gravitasi," gumamnya.

Setelah dirasa tidak ada yang mencurigakan, pemuda itu kembali pada essay sejarah Amerika yang sedang dicetak oleh printer. Setelah semua tercetak, pemuda itu melangkah cepat keluar dari perpustakaan.

Ketika mendengar langkah kaki Dylan yang kian memudar, gadis itu menjatuhkan dirinya ke lantai, punggungnya bersandar pada salah satu rak buku.

Gadis itu merasa kesulitan untuk mencerna apa yang baru saja dilihatnya. Dylan Grayson benar-benar bisa melakukan sihir! Ia tidak tahu pasti apa yang dilakukan pemuda itu dengan laptopnya, tetapi tangannya benar-benar mengeluarkan cahaya, persis seperti di dalam mimpi!

"I knew it! Aku tahu ada sesuatu yang ganjil dengan mimpi-mimpiku! Kurasa Dylan berusaha berkomunikasi padaku melalui mimpi. Aku benar-benar harus berbicara dengannya!"

Chloe menyadari bahwa ia sudah terlambat memasuki kelas, dengan cepat gadis itu bangun dan bergegas keluar dari perpustakaan.

"Urusan Dylan bisa kupikirkan lagi nanti."

Ketika Chloe keluar dari perpustakaan, Dylan yang bersembunyi di balik loker siswa koridor lantai dua menoleh ke arahnya. Pemuda itu sengaja berdiam diri di sana untuk melihat siapa yang baru saja menjatuhkan textbook kalkulus.

Meskipun Dylan hanya bisa melihat rambut merah dan punggung gadis itu, ia tahu persis siapa yang baru saja memata-matainya.

*****

Dylan mengetuk pintu kelas dan membukanya ketika guru Sejarah Amerika mempersilakannya masuk.

Beliau melirik jam tangannya. "Anda terlambat enam belas menit, Mr. Grayson."

"I'm sorry, Ma'am," lirihnya, pemuda itu melangkah menuju bangku kosong tepat di depan Sam.

"Siapa yang bilang Anda boleh duduk?" sindir guru Sejarah Amerika.

Dylan menghentikan langkahnya, kemudian memejamkan kedua netra sambil mengulum bibir. Pemuda itu memutar balik tubuhnya dan berjalan ke depan kelas.

Beliau mengulurkan tangannya. "Anda sudah mengerjakan tugas, 'kan?"

"Oh, no. He's in trouble!" gumam Sam panik. Ia tidak bisa berhenti memainkan jari-jari tangannya.

Sedangkan Dylan, ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda panik. Pemuda itu mengambil beberapa lembar kertas dari dalam tas. Diberikannya essay itu pada sang guru.

Kedua netra Sam membulat sempurna. Bagaimana bisa Dylan mengerjakan tugas sebanyak itu dalam waktu enam belas menit? Tentu saja pemuda itu harus melakukan riset terlebih dahulu, baik dari internet maupun buku literatur.

"Duduk!" titah sang guru setelah menerima essay milik Dylan.

Dylan menyeringai, ia melangkah menuju bangkunya untuk duduk. Pandangannya tertuju pada Sam, pemuda itu tertawa kecil ketika melihat ekspresi temannya yang sedang kebingungan.

Setelah Dylan duduk dan meletakkan tasnya, Sam mencondongkan tubuhnya ke depan dan berbisik. "How can you do that?"

"It's my superpower." Dylan berbisik santai. Ya, pemuda itu tidak sepenuhnya berbohong.

"I warn you." Sam kembali berbisik. "Kau akan langsung mendapatkan nilai C jika ketahuan menyalin mentah-mentah essay dari internet. Kau tidak bisa melakukan hal seperti itu selamanya!"

"Aku memanipulasi sedikit kosakatanya hingga persentase plagiasinya masih di bawah batas maksimal, tidak akan ketahuan," jawab Dylan bohong.

"Yeah, but ...." Sam menjeda kalimatnya. "Ya sudah, jangan lakukan hal beresiko seperti tadi lagi."

Dylan tersenyum. Untunglah Sam tidak mencurigainya. Pemuda itu menyangka Dylan menyalin essay seseorang dari internet. Hal itu lebih baik daripada Sam mengetahui tentang dirinya dan Partikel 201X.

"Don't worry, I got this," jawab Dylan santai.

Satu masalah sudah terselesaikan. Essay Sejarah Amerikanya selesai tepat waktu dan Sam tidak mencurigainya sama sekali.

Namun, bagaimana dengan stalker berambut merah yang ada di perpustakaan tadi? Apakah gadis itu melihat Dylan menggunakan kekuatannya? Senyuman di wajah pemuda itu pudar, ia tidak dapat berkonsentrasi terhadap pelajaran yang diberikan gurunya.

"Aku harus berhati-hati dengan anak itu," gumamnya.

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top