Hai! Mau ngasih tau, kenapa sih di setiap chapter ada keterangan tempat dan waktunya?
Karena Avenir alur awalnya
cepet banget. Jadi aku minta kalian perhatiin keterangan waktunya biar ga bingung waktu mencerna alurnya.
Selamat menikmati Avenir! Xoxo
******
The other dimension, unknown date and time.
"Mom! Dad!" seru Dylan ketika membuka pintu rumahnya.
Sunyi, hanya terdengar gemericik api di perapian. Rumahnya kosong tak berpenghuni, tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Perlahan, partikel 201X yang ada di tubuhnya meredup akibat temperatur di dalam rumah naik, Dylan tidak memerlukan kehangatan dari partikel itu lagi.
"No way." Dylan menggeleng. "Mom! Dad!"
Dylan berjalan cepat menjelajahi rumahnya sendiri, mencari ke setiap sudut ruangan. Sayangnya, sosok yang ia cari tidak kunjung ditemukan. Pemuda itu menghabiskan waktunya untuk berkeliling di rumah yang kosong, semuanya sia-sia.
Moorevale di dunia portal benar-benar seperti kota hantu. Dalam perjalanan pulang, Dylan tidak melihat satu pun manusia, begitu pula dengan binatang. Tentu saja ia ingin tahu alasannya, tetapi mencari cara untuk pulang adalah prioritasnya saat ini.
Pemuda itu merindukan kedua orang tuanya. Ia membuka kedua telapak tangan, mengamatinya dengan saksama.
"Hey, Buddy, wake up! Keluarkan aku dari sini!"
Detik demi detik berlalu, partikel tersebut tidak memberikan hasil yang Dylan inginkan. Padahal, ketika kedinginan, benda kecil berkilauan itu mengeluarkan kalor untuk menghangatkannya. Mengapa untuk sekadar keluar dari sini saja partikel itu tidak mau menuruti kemauannya?
Dylan mengerang. "Goddamnit, stupid particle! I need you!"
Hening. Tidak ada hasil apa pun.
Pemuda itu menghela napas pasrah. "I'm sorry, Buddy. Aku terlalu kasar." Kemudian bergumam, "sekarang, bagaimana caranya agar kau menuruti keinginanku?"
Dylan mendaratkan bokongnya di sofa, berpikir keras untuk beberapa saat.
"Apakah partikel ini akan aktif jika dipicu dengan temperatur yang rendah?"
Senyumnya mengembang, ia beranjak dari sofa ruang tamu yang empuk, kemudian mematikan api yang ada di perapian. Lama kelamaan, temperatur di rumahnya turun. Ia menggesekkan kedua telapak tangan untuk menghangatkan badan.
"Okay, Buddy. Hangatkan aku dan bawa aku keluar dari sini!" Dylan masih berusaha berkomunikasi dengan partikel itu.
Perlahan, cahaya putih kebiruan muncul kembali, menghasilkan kalor untuk menghangatkan tubuh pemuda berambut cokelat itu.
"Apakah kau benar-benar menuruti keinginanku? Atau kau hanya bereaksi saat temperatur nyaris nol derajat?"
Pemuda itu berniat melakukan eksperimen dengan menyalakan kembali perapian di ruang tamu. Setelah temperatur rumahnya naik, cahaya putih kebiruan tersebut meredup, perlahan menghilang.
"Jadi inilah kemampuan pertamamu, menghasilkan kalor jika suhu turun menjadi sangat rendah." Dylan menyeringai. "Well, banyak yang harus kuketahui tentangmu. Kurasa kita harus menjadi teman!"
*****
Wilder Mansion, Moorevale, USA.
30 September 2019, 07.30 AM.
Seorang gadis berambut merah terlihat tidak antusias menyambut paginya. Ia menatap kosong mangkuk sarapannya, mengaduk-aduk sereal cokelatnya hingga lembek dan bercampur dengan susu.
"Pumpkin, are you okay?" tanya Mrs. Wilder yang duduk di seberang Chloe.
Chloe tersentak, dengan cepat ia mendongak ke arah ibunya dan mengangguk. "Y-yeah!"
"Mom sering mendengarmu terbangun tengah malam. Apa semuanya baik-baik saja? Kau selalu terlihat muram setelah insiden liburan musim panas lalu."
Chloe menggeleng. "Aku hanya bermimpi buruk, bukan sesuatu yang penting."
Mrs. Wilder menjawab dengan helaan napas lega, keheningan meliputi mereka selama beberapa saat.
"By the way, where's Dad?" Chloe mengalihkan pembicaraan.
Mrs. Wilder tersenyum hambar. "Penerbangannya dibatalkan. Theo bilang, masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Tapi, Dad berjanji akan pulang hari ini." Chloe menekuk wajahnya. "Ia bahkan tidak menjengukku ke rumah sakit ketika kecelakaan itu terjadi."
"I know. Ia hanya sibuk, tapi Theo tidak mungkin lupa padamu, Pumpkin," jawab Mrs. Wilder, "I miss him too."
Chloe menghela napas kecewa. Sudah tidak aneh lagi jika sang ayah tidak pulang ke rumah. Beliau adalah CEO dari multi-company terkemuka di Amerika. Pria itu bahkan tidak sempat menjenguk putri kesayangannya di rumah sakit setelah kecelakaan itu.
Kecanggungan meliputi mereka. Chloe merasa bersalah, karena pertanyaan bodoh itu ibunya turut bersedih.
"I'm sorry," cicit Chloe.
Mrs. Wilder tidak menjawab. Beliau menunduk, masih fokus pada sarapannya. Tiba-tiba, terdengar klakson mobil di depan rumah keluarga Wilder.
"Itu Kelsey. Cepat habiskan sarapanmu, atau kalian akan terlambat!" Mrs. Wilder mengalihkan pembicaraan.
"Oh, crap!" Chloe menghabiskan sarapannya secepat yang ia bisa.
*****
Kedua saudari sepupuan itu berkendara menuju Moorevale Middle School. Sebelum bersekolah, Kelsey terbiasa menjemput Chloe dan mengantarnya terlebih dahulu ke sekolah. Alasannya agar sepupu kesayangannya itu bisa mendengarkan curhatan tidak pentingnya sepanjang perjalanan.
Chloe membuang napas berat, kemudian menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil, menatap kosong ke jalanan. Bagaimana ia tidak stress? Sudah lebih dari sebulan arwah Dylan Grayson mendatanginya lewat mimpi. Meskipun tidak setiap hari, tetapi hal tersebut cukup membuat Chloe kelelahan.
Help me!
"Apa yang harus kulakukan untuk menolong seseorang yang sudah mati?" gumam Chloe.
"Chloe?" tanya Kelsey.
Chloe tersadar dari lamunannya, dengan cepat gadis itu menoleh ke arah sepupunya. "Huh?"
"Kau tidak mendengarkan ceritaku sejak tadi?" Kelsey protes.
"Sorry." Chloe menekuk wajahnya.
Kelsey menyeringai, ia menyikut lengan Chloe. "It's okay, aku tahu pasti kau sedang memikirkan seorang pemuda. Who is he? Apakah ia tampan?"
Kelsey tidak sepenuhnya salah. Chloe memang sedang memikirkan seorang pemuda. Lebih tepatnya, arwah seorang pemuda tampan.
"Pemuda itu sudah tewas." Ucapan Chloe membuat Kelsey terdiam.
"Aw, kau jatuh cinta pada seseorang yang sudah tewas? Atau ... jangan bilang kalau ia teman imajinermu?"
"I don't like him and no, he's real! Aku bahkan tidak mengenalnya, hanya tahu namanya. Ia terus saja datang menghantuiku di dalam mimpi!" keluh Chloe.
"Well, mungkin ia mengenalmu, tetapi kau tidak mengenalnya?" tebak Kelsey, "sudah pernah mencoba mendatangi makamnya?"
Chloe mengernyit. "Untuk apa?"
"Kau tahu, kudengar arwah yang masih bergentayangan di bumi itu masih memiliki urusan yang belum selesai. Kurasa ia ingin kau mengunjunginya," ucap Kelsey.
Chloe tertawa. "Dan berbicara satu arah dengan sebuah batu nisan? Itu konyol! Aku tidak mengenalnya sama sekali, Kelsey. Bertemu dengannya saja tidak pernah!"
Kelsey mengangkat bahu. "Siapa tahu dengan mendatanginya, ia berhenti menghantuimu?"
Chloe menghela napas berat, kembali menatap kosong jalanan Kota Moorevale sambil menopangkan dagunya. Yang benar saja, apakah ia harus benar-benar mendatangi makam Dylan Grayson untuk membuatnya berhenti?
*****
Moorevale Cemetery, Moorevale, USA.
5 Oktober 2019, 03.00 PM.
Chloe melakukan apa yang Kelsey katakan, gadis itu benar-benar datang ke pemakaman umum Kota Moorevale dengan sebuket bunga lily berwarna putih. Tidak sulit untuk menemukan makam Dylan Grayson, batu nisan pemuda itu terlihat cukup mewah dan besar. Di sampingnya, terdapat makam dari ilmuwan terkenal di kotanya, Sean Grayson.
Chloe mengenali pria itu. Sean beberapa kali mendapatkan penghargaan Nobel, wajahnya selalu terpampang di buku pelajaran Fisika mana pun. Gadis itu menatap makam ilmuwan itu selama beberapa saat, kemudian menoleh ke makam di sampingnya.
"Hai, Dylan, it's me, Chloe." Chloe bermonolog. "Kau benar-benar ingin bertemu denganku, 'kan?"
Gadis itu kembali mengingat mimpinya semalam, di mana Dylan lagi-lagi menghantuinya dalam mimpi.
"Kita harus bertemu," ucap Dylan.
"But, how? Kau sudah tewas! Apakah aku harus menggali kuburanmu agar kita bisa bertemu?" tanya Chloe, sedikit frustrasi.
Rasanya ingin menjambak pemuda di depannya agar ia berhenti menghantuinya. Sayangnya, ada tembok pembatas yang memisahkan mereka.
Dylan tersenyum, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh tembok pembatas itu. "Kita akan bertemu saat waktunya tiba."
Chloe mengerjap, tersadar dari lamunan. Gadis itu berjongkok, berusaha membersihkan dedaunan dan bunga yang sudah layu di atas gundukan tanah itu, kemudian menggantinya dengan sebuket bunga lily putih yang masih segar.
"Tadi malam, kubilang kalau aku akan menggali makammu, tapi aku lupa kau tewas karena sebuah ledakan. Tentu saja peti matimu kosong dan semua ini hanya formalitas." Chloe tersenyum.
Gadis itu duduk di atas rumput, ia menatap batu nisan milik pemuda misterius di depannya, kemudian mendesah pelan.
"Sekarang kita sudah bertemu. Now what? Kau akan berhenti menghantuiku, kan?"
Gadis itu masih menatap batu nisan milik Dylan yang tentu saja tidak memberikan jawaban.
Lagi-lagi Chloe bermonolog. "You know what? Aku jadi sedikit penasaran denganmu. Kau itu seperti apa di sekolah, apakah kau punya pacar, apa hobimu, apakah kau bergabung dalam tim football atau grup band sekolah, dan mengapa kau sangat ingin bertemu denganku? Apakah kalau kita saling mengenal, kita akan menjadi teman baik?"
Angin dingin di sore hari berembus, membuat rambut merah gadis itu berkibar, dengan cepat ia menggerakan kedua tangannya untuk menyisir rambut panjangnya. Chloe bergeming sesaat, menikmati pemandangan di sekitarnya. Pemakaman umum Kota Moorevale cukup bersih dan terurus, tidak meninggalkan kesan angker sama sekali. Bahkan, Chloe merasa nyaman berada di sana. Pada akhirnya, ia kembali fokus pada makam pemuda misterius di depannya.
"Kelsey pasti menertawaiku karena aku berbicara satu arah dengan orang asing yang sudah mati." Chloe tertawa pahit. "Kau tahu, Dylan? Setelah kau menghantuiku selama berminggu-minggu, aku jadi ingin bertemu denganmu, tapi itu tidak mungkin. So, we have to move on, right? Kita sudah berada di dunia yang berbeda, sudah saatnya untuk menjalani hidup masing-masing. Jadi, berhentilah mendatangiku lagi."
Gadis itu beranjak, ia membersihkan roknya dari rumput dan dedaunan yang berserakan, kemudian menatap makam pemuda itu sekali lagi sebelum pulang.
"Semoga kau tenang di sana, Dylan Grayson."
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top