1-2 | Dylan Grayson [Part 1]
Vortex Laboratory, Moorevale, USA.
20 Juli 2019, 04.00 PM.
Setengah jam yang lalu.
Seorang pemuda berambut cokelat membuka pintu kaca bangunan modern nan megah di pinggiran Kota Moorevale, tempat sang ayah bekerja. Ia berjalan menelusuri lobby sambil bersenandung dan menghampiri seorang wanita berusia tiga puluh tahunan di meja resepsionis.
"Saya ingin bertemu Sean Grayson," ucapnya.
"I know. Kau putra Prof. Grayson, siapa lagi yang ingin kau temui di sini?" ucap wanita itu santai, "naik saja ke lantai lima, Dylan."
Dylan tersenyum lebar. "Thanks!" Pemuda itu melangkah menuju lift untuk naik ke lantai lima.
Vortex Laboratory adalah laboratorium milik Sean Grayson. Pria itu mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Tidak terhitung berapa jumlah penghargaan yang ia terima, terutama Nobel di bidang Fisika.
"Daaad!" seru Dylan ketika membuka pintu ruang kerja ayahnya. Namun, sosok yang ia cari tidak ada di sana.
"Daaad?"
Dylan berkeliling ruangan untuk mencari Sean, tetapi sosok yang dicarinya tak kunjung ditemukan. Pada akhirnya ia menyerah, Dylan mendaratkan bokongnya di kursi kerja sang ayah sambil merengut.
Pemuda itu mengambil ponselnya dari dalam saku celana untuk melakukan panggilan telepon.
"Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan—" ucap operator otomatis dari seberang telepon.
Dylan menutup teleponnya. Ia merasa semakin kesal karena tidak biasanya Sean berada di luar jangkauan. Dirinya yakin jika ayahnya berada di sini, Dylan pasti bisa menghubunginya.
"Where is he?" gumamnya.
Pemuda itu beranjak, berkeliling untuk mengamati semua hal yang ada di ruangan. Atensinya tertuju pada buku-buku tebal yang tersusun rapi di rak. Ia mengernyit, membayangkan isinya saja sudah membuatnya mual. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya sangat terobsesi pada ilmu pengetahuan, terutama Fisika.
Dylan mengambil salah satu buku yang berjudul 'Teori Relativitas Albert Einstein.' Benda tersebut begitu menarik perhatiannya, karena itu menjadi satu-satunya buku yang tidak tertutup debu, setiap lembarnya pun terlihat usang, pertanda seseorang sering membacanya. Ketika ia membukanya, terdapat sebuah halaman yang tercoret oleh pena. Pemuda itu memicingkan mata, ia berusaha membaca tulisan yang sudah tercoret itu.
"Tidak ... ada ... partikel ... yang ... bisa ... bergerak ... melebihi ... kecepatan ... cahaya." Dylan membaca tulisan tersebut.
Pemuda itu membolak-balik halaman dari buku itu. Tiba-tiba, beberapa kertas kecil terjatuh dari dalam sana. Ia membungkuk untuk mengambilnya. Kini, Dylan sedang melihat artikel lama dari sebuah media cetak yang dipublikasi tahun 2011.
'Ilmuwan Swiss dan Italia Menemukan Partikel yang Lebih Cepat dari Kecepatan Cahaya.'
'Neutrino, Partikel yang Membantah Teori Relativitas Einstein.'
'Benarkah Neutrino dapat Bergerak Melebihi Kecepatan Cahaya?'
Dylan mendengkus, ia kembali menyelipkan artikel tersebut ke dalam buku yang ada di tangannya, kemudian menutupnya dan mengembalikannya ke tempat semula. Ia tidak mengerti mengapa ilmuwan masa kini harus repot-repot mematahkan teori Einstein. Einstein sudah sangat pintar, siapa yang bisa mematahkan teorinya?
Di salah satu rak buku, Dylan melihat patung Ganesha, Sang Dewa Ilmu Pengetahuan. Rasanya wajar jika Sean mempunyai patung tersebut di kantornya, mengingat ia sangat terobsesi pada ilmu pengetahuan.
Ketika Dylan mengangkat benda kecil itu, ia melihat permukaan rak buku di bawah patung tersebut terbuka. Tentu saja pemuda itu terkejut, ia takut sekali ayahnya akan mengomelinya seandainya ia merusak fasilitas yang ada di sana. Namun, dugaannya salah. Ketika rak buku tersebut terbuka, sebuah mesin pemindai sidik jari keluar dari dalam sana.
Kedua manik Dylan membulat sempurna, ia tersenyum lebar. "Awesome! Absen sidik jari rahasia!"
Sedetik kemudian ia sadar, ruangan ini hanya dipakai Sean. Untuk apa ayahnya memiliki mesin absen sidik jari di kantornya? Jantungnya berdetak semakin tak karuan, ia meletakkan ibu jarinya di mesin pemindai sidik jari tersebut.
'Access denied.' Mesin itu berbunyi.
"Oh, shit. Dad akan membunuhku karena mencoba membobol kantornya," gumam Dylan, "tapi masa bodoh!"
Dylan yang sering menonton film-film kriminal tiba-tiba memiliki ide bagus. Ia membuka laci kerja ayahnya dan berusaha mencari-cari sesuatu. Tidak puas dengan mencari di satu tempat, ia mencari di laci-laci lainnya. Senyumnya mengembang ketika ia menemukan sebuah OPP tape berukuran besar dan lem silikon di sana.
Pemuda itu menyeringai. "Ada untungnya aku sering menonton film-film kriminal."
Dylan mengamati laptop yang ada di meja kerja Sean, kemudian menempelkan tape tersebut ke salah satu ujungnya. Lalu ditariknya kembali benda itu dan diterawang. Senyumnya mengembang ketika berhasil mendapatkan sidik jari ayahnya.
Setelah itu, ia menuangkan lem silikon ke atas permukaan tape. Dalam beberapa menit, lem tersebut sudah mengering sepenuhnya. Pemuda berambut cokelat itu melepasnya secara perlahan dan melangkah menuju mesin sidik jari.
Dengan sangat hati-hati, Dylan melekatkan sidik jari tersebut ke atas mesin. Setetes keringat mengalir di pelipisnya, jantungnya berdetak berkali-kali lebih cepat.
"Please, please, please. Semoga ini berhasil!" Ia bergumam.
'Sean Grayson, welcome back!' Akhirnya mesin tersebut berbunyi.
Dylan dapat bernapas lega sekarang. "Really? Semudah itu?"
Dylan mendengar bunyi 'klik' di belakangnya. Pemuda itu bersumpah, pintu yang ia lihat sekarang tidak ada di sana ketika ia memasuki ruangan. Di bawah handle-nya, lampu berwarna hijau menyala.
Dylan masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Apa yang terjadi di film-film benar-benar terjadi padanya! Sebuah pintu rahasia? Rasanya ia ingin menertawakan sang ayah karena memiliki sistem keamanan yang sangat payah untuk kantornya.
"Lain kali kau harus memakai mesin pemindai retina, Dad. Seseorang tidak akan bisa membobolnya kecuali ia adalah Mystique atau Skrull dari komik Marvel." Dylan bermonolog sambil memasuki ruangan tersebut.
Dylan berjalan melewati lorong yang ada di balik pintu sambil mengagumi detail-detail sekitarnya. Pemuda itu kagum, Sean tidak pernah memberitahunya bahwa ia memiliki laboratorium secanggih ini. Dylan hanya tahu sebuah ruangan membosankan yang dipenuhi dengan labu erlenmeyer dan cairan berwarna-warni, atau ruangan yang dipenuhi dengan pesawat sederhana. Tidak ada yang memilik interior futuristik seperti ini.
Pada akhirnya, Dylan sampai di sebuah ruangan dengan banyak layar hologram.
"Astaga. Aku merasa menjadi Tony Stark!" Dylan terkagum-kagum.
Layar dari monitor-monitor di sana menampilkan dua susunan partikel yang membentuk sebuah atom. Dylan mengernyit, ia tidak pernah menemukan partikel serumit ini di kelas Sains. Partikel yang pertama bertuliskan 'Neutrino'.
Pemuda itu melipat tangannya di dada. "Mengapa Dad terobsesi dengan partikel ini? Aku tidak pernah melihatnya di kelas Kimia."
Di sebelah Partikel Neutrino, terdapat partikel dengan susunan atom yang lebih rumit dari sebelumnya, yaitu 'Partikel 201X' dengan tulisan 'SUCCESS' berwarna merah di bawahnya.
Pemuda itu kembali berkeliling. Ruangan tersebut kosong, tetapi semua power menyala, membuat rasa penasarannya semakin besar. Hormon adrenalinnya berpacu liar, jantungnya berdetak puluhan kali lebih cepat. Dylan suka akan hal itu.
Dylan mengikuti ke mana kedua tungkainya melangkah, menikmati interior futuristik di sekitarnya. Ia berhenti berjalan ketika sampai di salah satu ruangan yang sangat besar, bahkan lima kali lebih besar dari gymnasium sekolahnya. Pemuda itu bahkan kesulitan memprediksi berapa tingginya. Suasana di sana gelap, hanya ada cahaya biru yang mendominasi di satu titik.
Kedua maniknya membelalak, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
*****
NEUTRINO adalah partikel 'hantu' yang ditemukan di Antartika, awalnya dianggap sebagai partikel yang dapat bergerak lebih cepat melebihi kecepatan cahaya.
Memang benar, Neutrino dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya, tetapi partikel ini ternyata masih memiliki massa. Jadi pernyataan Einstein tetap tidak bisa dibantah, yaitu tidak ada partikel yang sanggup bergerak melebihi kecepatan cahaya. (Sudah diuji oleh OPERA, gabungan ilmuwan Swiss dan Italia pada tahun 2011.)
Apa yang terjadi kalau ada partikel yang bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya dan kalian bisa mengendalikan partikel itu?
Well, waktu tidak akan bekerja untuk kalian. Entah kalian bisa menghentikan waktu, pergi ke masa depan, atau bergerak sangat cepat seperti Quicksilver.
Semoga penjelasan ini membantu ya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top