3-14 | Team Up [Part 2]

"Dan sekarang kau paham apa alasanku selalu ingin pergi dari tempat ini."

Pagi ini di kantor pengelola, tepatnya ruang CCTV, hanya satu petugas yang berjaga. Sekitar satu jam setelah menikmati segelas kopi dari seorang petugas kebersihan dengan rambut pirang, petugas CCTV itu mendadak mulas luar biasa dan selalu berhasrat ingin buang air. Ususnya tiada henti mengeluarkan suara-suara aneh. Tidak tahan lagi, ia beranjak dari kursi, kemudian berlari keluar ruang CCTV.

Pintu ruang CCTV dibanting secara kasar. Quentin yang sedang membersihkan lantai di lorong menoleh ke sumber suara, melihat seorang pria kurus lari terbirit-birit ke arah toilet sambil memegang bokong. Quentin menoleh ke arah persimpangan lorong, kemudian mendesis, "Psttt! Psttt!"

Dylan muncul dari arah sana, kemudian berjalan ke arah Quentin sambil terkekeh dan berbisik, "I told you! It will work! Jika dosisnya tidak dinaikan, reaksinya tidak akan secepat tadi!"

"Yeah, berhenti besar kepala dan tutup mulutmu!" bisik Quentin.

Keduanya masuk ke dalam ruangan sebesar 4 x 4 meter persegi yang dipenuhi oleh selusin layar komputer dengan masing-masing empat tayangan CCTV. Dylan mendongak, mengedarkan pandangan dan takjub akan teknologi yang ada di tempat ini. "Whoa, inikah rasanya menjadi seorang hacker?" ocehnya.

Quentin tidak menanggapi. Ia langsung duduk, memainkan jemarinya di atas keyboard. Pemuda itu memutar tayangan CCTV di pertigaan lorong lantai empat beberapa hari lalu, di mana ada rekaman yang terhapus. Ia mundur, mempersilakan Dylan melakukan tugasnya.

Dylan merunduk, meletakkan kesepuluh jarinya pada keyboard. Ketika mengedip, kedua matanya bercahaya putih kebiruan. Ujung jemarinya turut bersinar, lalu partikel-partikel kecil berkilauan tersebut membungkus keyboard, kemudian menjalar hingga ke seluruh perangkat komputer di hadapannya. Rekaman dalam layar mengalami glitch, seperti ada ribuan semut hitam-putih yang menyerang tayangan tersebut, begitu pula garis-garis berwarna monokrom, diikuti oleh suara melengking tipis-tipis. Dylan mengangkat jemarinya dari atas keyboard. Cahaya kebiruan di mata dan jarinya meredup, kemudian padam.

Rekaman di dalam layar kembali normal. Di pertigaan lorong, keadaan masih sepi. Kurangnya intensitas cahaya lampu di sana membuat mereka sedikit kesulitan untuk melihat. Dua pemuda itu tidak melepas pandangangan dari layar. Ketika ada seorang gadis remaja berambut panjang melintas, wajah keduanya berubah cerah. Dalam rekaman, Chloe berjalan cepat sambil melekatkan ponsel di telinga.

"Itu Chloe. Dia sedang meneleponku," bisik Dylan.

Atensi keduanya teralihkan ketika ada siluet hitam muncul dari kegelapan. Tidak, lebih tepatnya ... itu seorang pria, bertubuh jangkung dan kekar dengan pakaian serba hitam. Gerakannya begitu cepat. Ketika berpapasan dengan Chloe di pertigaan, ia menarik tubuh gadis itu ke arah lorong yang lain. Ponsel Chloe terjatuh. Terlihat ada perlawanan ketika pria itu berusaha membekap mulut sanderanya. Ketika Chloe menyundul wajah pria itu, cengkeramannya sempat melonggar. Namun, serangan itu tidak berakibat fatal untuk si penculik. Ia kembali mendekap tubuh Chloe dan seseorang yang lain menutup wajah gadis itu dengan semacam karung berwarna gelap, lalu menyeret Chloe hingga kamera CCTV tidak mampu lagi menangkap apa yang terjadi selanjutnya. Beberapa detik setelahnya, terlihat ada pria berpakaian hitam lainnya, tetapi dengan tubuh yang lebih kurus. Ia memungut ponsel Chloe, kemudian berbalik menyusul dua pria kekar tadi.

Dylan dan Quentin syok, merasa kaget sekaligus marah ketika menyaksikan semua itu. Rahang Quentin mengeras melihat Chloe memberontak sedemikian rupa, tetapi tubuh tiga pria tadi terlalu besar. Gadis itu tidak akan menang meskipun menggunakan teknik bela diri terbaik yang pernah ia ajarkan sebelumnya. Lagi pula, Chloe kalah jumlah. Sedangkan Dylan, ia lebih banyak merasakan sesal dibandingkan dengan marah. Seharusnya, ia tidak tidur malam itu dan langsung pergi keluar kamar. Mungkin saja ia berpapasan dengan mereka dan dapat menyelamatkan Chloe dengan kemampuan supernya.

"Kamera lain! Di mana tayangan yang lainnya?" desak Dylan.

Quentin menyampingkan amarahnya dan kembali berkutat dengan keyboard, mencari-cari rekaman lain yang menangkap penculikan Chloe. Beberapa saat kemudian, ia menemukannya. Chloe tidak ditarik menuju lift yang biasa digunakan penyintas, tetapi ke arah tangga darurat. Karena di sana tidak ada CCTV, Quentin mencari secara acak kamera di setiap lantai yang diletakkan di dekat tangga darurat. Pada akhirnya, mereka melihat Chloe ditarik keluar dari tangga darurat lantai satu menuju ke arah sebuah pintu. Alis Quentin berkerut, ia semakin bingung dengan semua ini. Untuk apa mereka membawa Chloe ke tempat itu?

"Ke mana mereka membawa Chloe? Ruangan apa itu?" tanya Dylan.

"Itu pintu belakang klinik lantai satu." Beruntung, pekerjaannya sebagai petugas kebersihan membuat Quentin hapal nyaris seluruh penjuru rumah susun.

"Cek kamera di dalam klinik!" perintah Dylan.

Quentin menurut. Di dalam klinik, Chloe masih diseret secara brutal. Adegan demi adegan terasa semakin membingungkan karena semua perawat yang sedang berjaga di malam hari turut membantu pria-pria besar itu membawa Chloe ke suatu tempat. Dylan dan Quentin menelusuri rekaman demi rekaman, hingga sampai ke ujung koridor dengan lift yang hingga kini tidak pernah mereka masuki.

"Berengsek!" umpat Quentin pelan.

"Kenapa? Kau tahu sesuatu? Di mana ini? Ke mana mereka membawa Chloe?" tanya Dylan bertubi-tubi.

"Sayangnya aku tidak tahu," geram Quentin sambil menggeleng pelan. Amarahnya semakin membuncah. Lift sialan itu, tempat di mana ID tag-nya tidak pernah berfungsi. Tentu saja ia tidak bisa masuk dan tidak tahu ke mana lift itu mengarah. Seharusnya sejak awal ia fokus menyelidiki tempat itu.

Di dalam rekaman, tiga pria berpakaian serba gelap dan dua perawat membawa Chloe masuk ke dalam lift. Kemudian pintu tertutup. Quentin berpindah ke tayangan yang diambil kamera lain, tetapi tidak ada lagi CCTV yang merekam kepergian Chloe. Gadis itu bagaikan lenyap ditelan lift. Dengan itu, selesai sudah penyelidikan pagi ini. Quentin tidak memiliki petunjuk lagi.

Setelahnya, Quentin mengembalikan rekaman seperti semula. Keheningan yang panjang meliputi keduanya. Syok, marah, sesal, kesal, semua bercampur menjadi satu. Dylan mendesah kasar, menggaruk rambut cokelatnya dengan kasar.

"Apakah perawat-perawat tadi baru saja membantu mereka menculik Chloe?" geram Dylan.

"Yeah, dan sekarang kau paham apa alasanku selalu ingin pergi dari tempat ini."

"Tapi kenapa?"

Quentin menggeleng cepat, pikirannya sedang kalut luar biasa, itu sebabnya ia tidak berhasrat mengatakan apa pun. Sejujurnya, ia semakin kesal ketika mendengar ocehan Dylan, tetapi mengomeli pemuda itu hanya akan menghabiskan energinya. Pemuda berambut pirang itu berinisiatif menyalin rekaman yang hilang ke dalam flashdisk. Hening untuk waktu yang cukup lama ketika notification bar di layar memperlihatkan progres pemindahan data.

Quentin baru berbicara kembali setelah semua rekaman tersalin dan ia sudah mencabut perangkat kecil itu dari komputer. "Soal lift itu ...." Quentin menghentikan ucapannya. Ia ingin menjelaskan semuanya pada Dylan. Namun, dirinya sadar bahwa mereka tidak punya banyak waktu. "Tapi sebelum itu, kembalikan rekaman ini seperti semula!" perintah Quentin seraya beranjak dari kursi.

Dylan tidak menjawab. Dengan cepat ia melaksanakan perintah Quentin dengan bantuan Partikel 201X. Layar komputer kembali mengalami glitch ketika Dylan mengembalikan waktu. Setelahnya, pemuda keturunan Jepang itu menghapus seluruh tayangan CCTV pagi ini yang menampilkan dirinya dan Dylan sedang berlalu lalang dengan obat pencahar dan segelas kopi.

"Aku akan jelaskan semuanya di kamarku," ucap Quentin. Dylan mengangguk, keduanya lalu pergi meninggalkan ruangan.

Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

16 Mei 2022

*****

Double updateeee! Semoga kalian kenyang bacanya🥰

Anyway, mau tanya nih. Aku ada rencana nulis cerita baru di platform lain selain Wattpad. Tapi tenang aja, buat Avenir bakalan stay di Wattpad sampai tamat kok. Nah kira-kira, kalian sebagai pembaca pengen aku stay di sini aja atau nggak masalah kalau seandainya aku coba nulis di platform lain? Bukan platform berbayar ya. Jadi kalian masih bisa baca gratis☺️

Kalau jawaban kalian nggak masalah, kira-kira kalian lebih suka ngikutin ceritaku di platform mana nih? Rakata? GWP? Atau Karyakarsa?

MAKASIH BANYAKKKK yang udah bantu jawab! Sampai ketemu lagi di next chapter🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top