2-12 | Adrenaline
"Aku tidak percaya akan bertemu denganmu di sini! Aku bahkan baru mengirimkanmu pesan lewat Instagram!" seru Dylan.
"Aku juga tidak percaya bahwa guru baru teman sekamarku adalah ibumu dan kau muncul tiba-tiba di sampingnya!" Sam berseru balik.
"Tunggu, Andrew bukan adikmu?"
Sam terkekeh. "Yeah, mungkin kami terlihat mirip karena sama-sama berkulit hitam, tapi tidak, aku tinggal di kamar yang sama dengan Andrew dan kakaknya." Kemudian Sam menjeda perkataannya sejenak, masih tak percaya akan bertemu lagi dengan sahabatnya semasa SMA. "Dang! Ke mana saja kau selama ini?"
Setelah pertemuan mengejutkan itu, Sam mengajak sahabat lamanya untuk mengobrol di perpustakaan. Keduanya memilih untuk duduk di meja pojok yang agak sepi dan merupakan titik buta CCTV, agar lebih leluasa untuk mengobrol. Pemuda berkulit eksotis itu bertanya berbagai macam hal, termasuk menghilangnya Dylan selama empat tahun tanpa ada kabar. Pada akhirnya, Dylan tidak bisa lagi menutupi soal dunia portal dan kekuatannya pada Sam.
"You're totally crazy." Sam menggeleng tak percaya. "Sehari setelah Homecoming, Kota Moorevale lagi-lagi digemparkan dengan berita hilangnya kau! Tidak hanya kau, bahkan Theo Wilder juga mencari putrinya ke mana-mana! Potret wajah kalian memenuhi seisi kota!" Tiba-tiba, pemuda berkulit eksotis itu teringat akan satu hal. "Ah, apa jangan-jangan ... orang yang kutabrak di kafetaria beberapa hari lalu adalah Chloe? Tapi ... ia terlihat seperti anak remaja."
"Yeah, maybe it's her, karena kami tidak bertambah tua di dalam dunia portal." Dylan mengedikkan bahu. "Look at me! I'm still eighteen now!"
Sam memindai fitur-fitur pemuda di hadapannya. "Yeah, kau tidak menua sama sekali." Lalu mengusap-usap janggut tipisnya. "Aku sudah berusia dua puluhan sekarang dan mulai malas untuk mencukur janggut. Dang! I'm so jealous, kau terlihat sangat muda jika dibandingkan denganku!"
"I know, right."
"Oke, biar kuulangi," ujar Sam, "jadi selama ini kau menetap di dunia paralel yang kau sebut 'dunia portal', menghabiskan waktu di sana entah berapa lama dan kembali empat tahun kemudian? Lalu ketika terjadi insiden ledakan Vortex Laboratory pada tahun 2019 dan kau dinyatakan tewas, kau juga menyelamatkan diri ke dalam sana?"
Dylan menjawab dengan anggukan.
"Dan kau terpapar semacam partikel alien yang membuatmu dapat masuk dan keluar dari dalam sana?"
Dylan lagi-lagi mengangguk. "Aku bahkan bisa melakukan hal yang lebih hebat dari itu." Pemuda itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengamati mereka, lalu ia meraih sebuah buku hard cover yang terlihat seperti dongeng anak-anak. Dibukanya buku tersebut hingga halaman yang paling tengah. Kedua netra Sam membulat sempurna ketika Dylan menyobek beberapa lembar dan meremas kertas itu hingga menjadi bola.
"Kau gila!" cicit Sam.
"Watch this!" Dylan menyeringai. Ia membalut bola kertas dan buku di tangannya dengan Partikel 201X. Waktu berputar mundur, buku dongeng anak-anak yang telah rusak itu bersatu dengan lembarannya yang sempat terpisah dan kembali seperti semula.
Sam masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia mengambil buku itu dari tangan Dylan dan mengamati detail-detailnya. Pemuda berambut ikal itu terperangah ketika membolak-balik lembaran yang baru saja Dylan sobek.
"Dang! Kau seperti Doctor Strange!" ucapnya tak percaya. Diletakkannya kembali buku tersebut di atas meja. "Kau memiliki kemampuan seperti itu sejak lama dan tidak memberitahuku sama sekali? Well ... aku sungguh ingin marah. I mean, we are best friend!"
"I can't take a risk, Sam. Tapi sekarang aku sudah memberitahumu, 'kan?" Dylan terkekeh. "Anyway, kau tahu bagaimana kabar Abby? Aku mengiriminya pesan di Instagram, tetapi ia belum membalasnya."
Sam bergeming, senyumnya pudar, lalu ia menunduk dan menatap kosong ke arah sepasang tungkainya. Namun pada akhirnya, Sam melirik netra cokelat tua lawan bicaranya sambil mendesah pelan. "We broke up."
Dylan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Kedua netranya membola. "What?"
"Kau berharap kami masih berkencan? I mean, kami saling jatuh cinta saat SMA. Itu hanya sekadar cinta monyet, 'kan?"
"Tapi kalian sudah bersahabat sejak kecil!"
"Senior year mengubah segalanya, Grayson. Kami banyak berselisih pendapat hingga menutuskan untuk berpisah. But don't worry, kami berpisah secara baik-baik."
"But ...." Dylan menghentikan ucapannya, kemudian mendesah pelan sebagai bentuk kekecewaan. "Dulu kita terbiasa menghabiskan waktu bertiga. Tanpa Abby ... segalanya akan berbeda."
"Semenjak kau menghilang, semuanya memang telah berubah. Empat tahun bukan waktu yang sebentar."
Dylan memaksakan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi kecewa. "Meskipun segalanya telah berbeda, aku benar-benar ingin tahu kabar terbaru Abby."
"Kudengar ia berkuliah jauh ke California. Sayangnya, kami tidak pernah berhubungan lagi sejak putus." Sam bercerita. "California adalah zona kuning dan sebagian lagi adalah zona merah, di sana tidak ada sinyal internet. Ia tidak akan membalas pesanmu."
Mendengarnya, suasana hati Dylan semakin kacau. Reuni kecil-kecilan dengan Sam adalah salah satu hal yang membahagiakan setelah ia keluar dari dunia portal. Namun, semua itu tidak lengkap tanpa kehadiran Abby, 'kan? Mau bagaimanapun, gadis berambut pirang itu juga merupakan sahabatnya saat SMA.
"Menurutmu, apakah ia baik-baik saja di sana?" tanya Dylan dengan rona wajah yang keruh.
Sam bergeming sesaat sebelum menjawab, kemudian menunduk sambil menggeleng pelan. "Tidak ada yang tahu soal itu. Mari berharap ia sudah mengungsi di suatu tempat yang aman."
Dylan mengangguk lemah. Keduanya diliputi keheningan panjang, terperangkap dalam pikiran masing-masing.
"Listen. Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Ketika bom itu dijatuhkan, semua orang mengalami masa-masa sulit. Hingga detik ini, aku bahkan tidak tahu kabar kedua orang tuaku yang masih menetap di Moorevale," lirih Sam, "berkuliah dan merantau ke luar kota adalah hal yang akan kusesali seumur hidupku. Kalau tahu akan begini, aku pasti membawa mereka pergi bersamaku."
"Sam, I'm so sorry ...." ucap Dylan penuh simpati.
"Ah, sudahlah." Sam menggeleng pelan. "Bagaimana keadaan Kota Moorevale saat kau kembali?"
"Moorevale kini telah menjadi kota mati," ucap Dylan pahit. "Kau punya sanak saudara lain di zona hijau?"
Pemuda berambut ikal pendek itu mengangguk. "Paman dan bibiku menetap di Negara Bagian Montana. Aku sempat berkomunikasi dengan mereka dua bulan setelah mengungsi ke tempat ini."
"Syukurlah ...."
"Suatu hari jika keadaan sudah aman, aku akan pergi menyusul mereka," tegas Sam, "aku tidak bisa selamanya tinggal di sini, 'kan?"
"Yeah, di sana akan lebih baik jika dibandingkan di lokasi pengungsian." Dylan mengangguk setuju.
Akibat obrolan itu, keduanya mendadak sendu. Keheningan yang panjang lagi-lagi meliputi mereka. Sesekali, Dylan melirik sahabatnya, mencoba mencari topik obrolan lain untuk mencairkan suasana. Namun, untuk melakukan itu, tentu tidak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dylan harus berhati-hati dalam berucap agar tidak membuka luka lama yang telah Sam kubur rapat-rapat.
Pada akhirnya, Sam melirik arlojinya. "Aku harus pergi. Teman sekamarku menitipkan Andrew padaku selama ia bekerja dan aku tidak bisa meninggalkan bocah itu sendirian untuk waktu yang lama." Kemudian pemuda berambut ikal itu beranjak dari bangkunya.
"Aku juga harus kembali ke kamar." Dylan turut beranjak dari bangkunya.
*****
Dylan dan Sam membelah koridor lantai satu menuju ke arah lift dalam keheningan. Banyak pekerja berpakaian rapi berlalu lalang di sana, begitu pula pria-pria kekar dengan rompi antipeluru. Sudut mata Sam menangkap vending machine yang terletak di sebelah kanan koridor, kemudian ia berhenti berjalan. Di dalamnya, terdapat banyak minuman kaleng maupun botol yang menggugah selera.
Pemuda berambut ikal itu mengeluarkan dompetnya dari dalam saku jeans. "Aku haus. Kau mau satu?"
Dylan menggeleng. "Aku tidak punya uang."
Sam terkekeh. "Ini hanya sekaleng soft drink. Aku akan membelikannya untukmu." Ia membuka dompet kulit cokelatnya dan mencari recehan yang tersisa. "Anyway, bagaimana kau bisa bertahan hidup di dunia portal jika tidak memiliki uang?"
Dylan mengedikkan bahu. "Aku dan Chloe bisa mengambil apa saja yang kami inginkan. Tidak ada orang lain selain kami di sana."
Sam mengeluarkan satu buah koin keperakan dari dalam sana, kemudian terkekeh. "Technically, kau mencurinya?"
"Namanya bukan mencuri jika tidak ada siapa pun yang memilikinya, 'kan?" Dylan berkilah.
Sam memasukkan koin ke dalam mesin, samar-samar terdengar bunyi metal yang saling beradu. Ketika pemuda berkulit eksotis itu sedang sibuk memilih minuman, Dylan menengadah, mengedarkan pandangan ke langit-langit koridor yang rupanya tidak dilengkapi dengan CCTV.
Kembali terdengar bunyi metal yang saling beradu, tetapi kini lebih kencang. Sam membungkuk, mengambil sekaleng cola dari dalam mesin. Ia hendak memasukkan koin lainnya ke dalam sana, tetapi tangan Dylan menghentikannya. Sam menoleh, mengangkat salah satu alisnya.
Dylan menyentuh lubang koin di vending machine dengan telunjuknya. Butiran cahaya putih kebiruan berpendar di sana, menjalar masuk ke dalam lubang kecil tersebut. Kedua netra Sam membola, ia menoleh kanan kirinya dengan cepat, memastikan tidak ada siapa pun yang menyaksikan Dylan menggunakan kemampuannya.
Kembali terdengar bunyi metal yang saling beradu. Tiba-tiba, koin yang baru saja dimasukkan oleh Sam melayang keluar dari dalam mesin, kemudian kembali ke tangan pemiliknya. Untung saja Sam menangkapnya dengan sigap. Pemuda itu membuka telapak tangan, mengamati koin satu dolar yang diselimuti oleh partikel kecil dengan cahaya kebiruan yang perlahan meredup, kemudian menghilang.
"Inilah yang disebut dengan mencuri," bisik Dylan sambil menyeringai.
Belum sempat Sam merespons, Dylan sudah merebut koin di tangannya, kemudian memasukkannya kembali ke dalam mesin. Satu lagi kaleng cola dengan merk yang sama keluar dari dalam sana, Dylan membungkuk untuk mengambilnya.
"You crazy son of a bitch," bisik Sam. Pemuda itu tidak kuasa menahan seringainya. "Memutar balik waktu, seakan-akan koin tersebut adalah sebuah kaset film. Cukup genius."
Kedua pemuda itu saling pandang dengan seringai terulas di wajah. Seakan-akan melakukan telepati, mereka sudah saling memahami apa arti dari tatapan tersebut. Dylan kembali menggunakan kemampuannya, sedangkan Sam bertugas untuk mengawasi keadaan sekitar.
Derap langkah kaki di kejauhan membuat Sam menoleh. Ia menyikut Dylan ketika seorang wanita berpakaian perawat berjalan melewati vending machine, lalu keduanya berpura-pura bersikap normal, meskipun mereka harus menahan napas akibat tegang setengah mati. Pandangan Dylan dan Sam mengikuti hingga perawat tersebut berbelok di persimpangan. Setelah keadaan aman, kedua pemuda itu malah melanjutkan aksinya.
Keduanya tertawa penuh kemenangan ketika satu per satu minuman gratis jatuh dari tempatnya. Sam memeluk empat kaleng cola, ia mulai kesulitan ketika harus membungkuk dan terus-terusan mengambil minuman dari dalam mesin, tetapi ia menikmatinya. Adrenalin kedua pemuda itu berpacu liar, terlebih lagi ketika seseorang melintas.
Selama beberapa tahun ke belakang, Sam tidak pernah melakukan hal senekat ini. Senyum di wajahnya sungguh lebar, bagaikan anak kecil yang diajak untuk menjelajahi lokasi wisata yang tidak pernah dikunjungi sebelumnya.
"Mau mengadakan pesta mabuk soda, Gambino?"
Suara bariton di belakang membuat jantung kedua pemuda itu nyaris copot. Dengan cepat mereka berbalik. Dylan mengenali sosok itu; pria kekar dengan potongan rambut undercut dan janggut tipis, rompi antipeluru, serta dog tag yang menghiasi lehernya. Sosok itu melipat kedua tangan di dada, melirik mereka satu per satu dengan tatapan menyelidik.
"I-it's Grayson." Dylan mengoreksi. Debaran jantungnya kian menggila, tetapi ia berusaha menormalkan ekspresi wajahnya.
"Whatever," jawab Henderson cuek. "Kalian sudah selesai dengan vending machine itu? Karena aku haus sekali."
Sam dan Dylan saling pandang. Melihat respons Henderson, sepertinya tentara itu tidak menyadari ada hal yang ganjil. Yeah, setidaknya begitulah keadaan yang terlihat.
"Yeah. Vending machine ini milikmu sekarang," ucap Dylan pada Henderson, sedikit gugup. Pemuda itu melangkah mundur, mempersilakan Henderson untuk menggunakan mesin itu, diikuti oleh Sam.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Henderson melangkah maju sambil bersiul, memasukkan koin ke dalam mesin dan memilih minuman yang disukainya. Setelah mendapatkan sebotol minuman isotonik, tentara gagah itu berlalu meninggalkan Dylan dan Sam yang membeku di tempat. Ketika pria berusia sekitar pertengahan tiga puluh tahunan itu menghilang di persimpangan koridor, barulah Dylan dan Sam dapat mengembuskan napas lega.
Kedua lutut Sam masih terasa lemas. Netranya sedikit membola, peluh menetes di pelipisnya, jantungnya masih berdegup kencang. Melihat sahabatnya kesulitan membawa beban di pelukannya, Dylan memindahkan beberapa minuman kaleng ke tangannya.
"You okay?" tanya Dylan.
"Jangan pernah melakukan hal gila seperti tadi lagi!" protes Sam. Sambil membawa kaleng-kaleng soda, keduanya berjalan menuju lift untuk kembali ke kamar.
"Tapi tadi itu menyenangkan, bukan?" Dylan menyeringai sambil menyikut lengan sahabatnya.
Sam menoleh. Pemuda itu sungguh ingin protes, tetapi ia mengurungkannya. Perlahan, senyumnya mengembang. Ia mengumpulkan kaleng-kaleng soda di satu tangan, kemudian mengangkat telapak tangan yang lainnya, melakukan high five dengan Dylan.
"Yeah, like the old times," lirih Sam. Senyumannya tidak kunjung pudar, merasa beruntung bahwa dirinya dipertemukan lagi oleh sahabatnya yang sempat menghilang.
Bagaikan sebuah kaset film, memori masa SMA berputar kembali di otak Sam. Ia harus mengucapkan terima kasih pada Dylan. Berkat pemuda itu, Sam dapat merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi seorang remaja yang dapat bertindak sesukanya. Meskipun tidak pernah mencuri seperti tadi, tetapi banyak kegilaan lainnya yang pernah mereka lakukan. Semua adrenalin dan euforia itu, Sam begitu merindukannya. Jantungnya tidak pernah berdetak sekencang ini sejak dirinya dinyatakan lulus dari Moorevale High School.
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
13 Agustus 2021
Halooo, maaf telat update. Seperti yang pernah aku bilang di announcement, aku lagi garap Riflettore juga biar bisa tamat bulan ini.
Tapi bab ini udah aku tambahin jadi 2000+ words biar kalian kenyang bacanya🤗
Oiya, buat yang gagal paham sama konsep reverse time lapse yang Dylan lakuin tadi, ini mirip-mirip sama scene final Doctor Strange ya!
Nah, kalau Doctor Strange ini dia mutar balik waktu satu kota (keliatan areanya luas banget waktu temple di Hongkong hancur), dan dia bikin Mordo sama Wong nggak ngerasain efeknya.
Sebaliknya, Dylan cuma memutar balik waktu si koin (sesuatu yang sangat kecil), dan bikin Sam serta keadaan sekitarnya nggak ngerasain efeknya. Kira-kira gitu deh. Makanya, yang ke-rewind time-nya cuma si koin. Jadinya keliatan mirip-mirip telekinesis, tapi beda ya.
Sampai jumpa di part selanjutnya!🤗❤️✨
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top