1-9 | Homecoming [Part 2]
"Bisakah kita melupakan hal yang sudah terjadi dan fokus untuk menikmati malam ini?"
Chloe Wilder masih setia menunggu di ruang tamu keluarga Grayson. Gadis berambut merah itu tidak henti-hentinya menggerakan jemari kaki, merasa gugup dengan apa yang akan ia lalui malam ini. Terkadang, pandangannya menyisir seisi ruangan tanpa alasan. Menunggu Dylan bersiap-siap adalah hal yang cukup membosankan.
Pada akhirnya, ia mendengar derap langkah kaki. Dengan refleks, atensinya tertuju pada seorang pemuda dengan suit abu-abu yang sedang bergegas menuruni tangga. Salah satu tangannya tersembunyi di balik punggung. Hanya dengan melihat sosoknya, jantungnya berdetak lebih cepat, rasa senang dan gugup bercampur menjadi satu. Chloe beranjak dari sofa, merapikan gaun yang dikenakannya dan bersiap menyambut Dylan.
"Kau benar-benar datang menjemputku?" tanya Dylan sambil berjalan.
Chloe mengangguk. "Yeah. Ingat apa yang kukatakan saat road trip? Aku akan menjemputmu dengan limo, 'kan?"
"Ta-tapi ...." Dylan menjeda kalimatnya. "Aku sudah pulang lebih cepat untuk bersiap-siap dan pergi ke rumahmu, tapi ternyata kau lebih cepat dariku!"
Chloe terkekeh. "Tapi kau tidak perlu khawatir soal itu, aku tidak terbebani sama sekali."
Dylan berhenti di hadapan Chloe, lalu melirik iris hazel milik gadis itu. Pasangan Homecoming-nya mengenakan gaun berwarna merah muda yang senada dengan warna rambutnya, dilengkapi dengan heels silver berkilauan. Sebagian dari rambut panjangnya tertata rapi dengan ikatan berbentuk pita. Tanpa sadar, senyuman terulas di wajahnya. Dylan tahu bahwa putri dari CEO Stellar Inc. ini akan tampil mewah dan berkelas, tetapi ia tidak menyangka bahwa Chloe akan terlihat secantik ini.
"Beautiful." Dylan kembali membuka percakapan dengan gugup. "I mean, that dress, and you."
"Thanks. Ini dress lamaku, berhubung aku jadi tahanan rumah dan tidak sempat berbelanja." Chloe tersenyum. "You're so good in that suit."
"Yeah, ini suit lamaku juga." Pemuda itu menjadi kikuk ketika Chloe balik menatapnya mulai dari ujung kepala dan berakhir di ujung kaki. Ia nyaris lupa bahwa celana yang dikenakannya terlalu pendek.
"I know that. Celanamu ... terlalu kecil." Chloe terkekeh.
"Maaf, aku tidak akan pakai celana ini. Mom sedang menjahitkan celana milik Dad agar muat di tubuhku. Kau tidak keberatan untuk menunggu, 'kan?" ucapnya cepat.
Chloe mengangguk cepat. "It's okay." Lalu ia melirik salah satu tangan Dylan yang tersembunyi di balik punggung.
Dylan mengikuti arah pandangan Chloe. Untuk sejenak, dirinya sempat melupakan kejutan yang seharusnya ia berikan untuk Chloe. Dengan gugup, pemuda itu mengeluarkan tangannya dari balik punggung dan memberikan kotak akrilik berpita pada gadis di hadapannya. Binar cerah tampak di kedua iris hazel Chloe, senyumnya mengembang ketika melihat wrist corsage yang Dylan berikan untuknya.
"Boleh aku pinjam tanganmu?" tanya Dylan.
Gadis itu mengangguk antusias. Dylan membuka kotak akrilik dan memakaikan corsage tersebut di pergelangan tangan kiri Chloe.
"Aku mencari-cari toko yang masih buka sore tadi. Tidak banyak pilihan yang tersedia, semoga kau menyukainya," ucap Dylan setelah selesai mengikat tali corsage.
Kini Chloe paham, mengapa Dylan meninggalkan Moorevale High lebih cepat dan melewatkan pertandingan final sore tadi.
"It's beautiful. Warnanya cocok dengan dress-ku." Chloe mengamati hiasan di tangan kirinya dengan binar cerah di wajahnya, kemudian ia melirik pemuda di hadapannya. "Thank you."
Dylan menjawab dengan senyum simpul.
"Kukira kau lupa Homecoming diadakan hari ini," ucap Chloe.
"M-mana mungkin aku melupakannya, 'kan?" jawab Dylan cepat. Dalam hatinya, terdapat sedikit perasaan bersalah.
"O-oke, lupakan apa yang kukatakan barusan, yang terpenting sekarang kita akan pergi bersama-sama, 'kan?" sanggah Chloe dengan senyum yang dipaksakan.
Dylan melihat senyum kekecewaan di sana, membuat dadanya terasa sesak. Bagaimana tidak? Ia sendiri yang mengajak Chloe untuk pergi ke Homecoming, tetapi pemuda itu mengabaikannya berhari-hari. Sejak pertemuan mereka yang pertama kali, terlalu banyak dosa yang Dylan lakukan pada gadis itu.
Mengapa Chloe selalu memaafkan dirinya dengan semudah itu?
Dylan mencondongkan tubuhnya ke arah Chloe, membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Keduanya saling merasakan detak jantung masing-masing. Perlahan, Chloe membalas pelukan Dylan, kedua remaja itu hanyut dalam diam untuk waktu yang cukup lama.
"I'm sorry for everything," bisik Dylan.
Chloe bergeming, gadis itu kehilangan kata.
"Yeah, I know. I was stupid," bisik Dylan lagi.
Chloe terkekeh. "Hey! Don't say that!"
Dylan melepas pelukannya. "I hurt you, so many times, but you did everything for me. Kau datang menjemputku malam ini, mendengarkan keluh kesahku, bahkan saat dia tiada, kau ... ada di sampingku."
"Hey, hey, listen," potong Chloe. "Aku melakukan semua itu karena aku mau."
Dylan mendengkus sambil memejamkan mata. "Kau membuatku semakin merasa bersalah."
"Bisakah kita melupakan hal yang sudah terjadi dan fokus untuk menikmati malam ini?" Chloe menggenggam lengan Dylan erat, menatap kedua iris cokelat tua milik pemuda itu. "Please?"
Dylan bergeming, kemudian menarik napas dalam-dalam. Melihat rona serius di wajah Chloe, pemuda itu berusaha membuang jauh-jauh rasa bersalahnya. Ia tidak ingin mengecewakan gadis itu lagi. Maka, Dylan harus menikmati malam ini, 'kan? Itu satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya di masa lalu.
Pandangan mereka bertemu, jemari keduanya masih saling bertautan, tak ada satu pun yang memecah keheningan. Kemudian, kedua netra pemuda itu mengarah ke bibir Chloe yang dipoles lip cream berwarna mauve. Dylan tahu apa yang harus dilakukan, tetapi melaksanakan perintah hatinya tidak semudah itu.
Dylan, lakukan sekarang! batinnya.
Pemuda itu lalu mengerjap dan menggeleng kecil beberapa kali, menepis keinginan hatinya dengan logika.
Ide buruk, Dylan! Terlalu cepat! Itu akan membuat kalian berdua jadi lebih canggung lagi! Tetaplah pada rencana semula! batinnya lagi.
Chloe mengernyit. "Are you okay?"
"Y-yeah, yeah!" jawab Dylan cepat.
Pergolakan hati pemuda itu membuat Chloe turut merasakan kecanggungan. Dengan refleks, gadis itu menahan napas ketika menyadari wajah Dylan hanya berjarak beberapa sentimeter saja darinya.
"Honey!" seru Nancy.
Derap langkah kaki dari arah tangga membuat kedua remaja itu refleks saling menjauh. Tautan jemari mereka terlepas. Sayangnya, Nancy sempat memergoki mereka. Wanita itu berhenti berjalan tepat di hadapan putranya sambil membawa celana milik mendiang sang suami.
"Oh, apakah aku datang di saat yang tidak tepat?" tanya Nancy santai.
Pertanyaan Nancy membuat wajah Chloe memerah seperti kepiting rebus, dengan cepat gadis itu menunduk untuk menyembunyikan kegugupannya.
"Mom!" desis Dylan sambil memelototi sang ibu.
"What?" tanya Nancy polos.
Dylan memejamkan mata dan mendesah pelan. "Nevermind. Apa Mom sudah selesai menjahit?"
Nancy mengangguk sambil terkekeh. Wanita paruh baya itu menyerahkan celana Sean pada putranya. "Segera ganti celanamu dan jangan buat Chloe menunggu lebih lama!"
Pemuda itu menerimanya. Dengan gugup, Dylan mengalihkan pandangan pada Chloe yang kedua pipinya masih merona. "Aku ... akan mengganti pakaianku terlebih dahulu," ucap Dylan gugup.
Chloe mengangguk cepat beberapa kali, mengizinkan Dylan dan Nancy untuk meninggalkannya sesaat. Malam Homecoming masih panjang dan semua ini hanyalah permulaan. Entah apakah gadis itu dapat menahan debaran jantungnya hingga malam ini berakhir atau tidak.
Setelah ibu dan anak itu menaiki tangga, Chloe menjatuhkan tubuhnya di atas sofa sambil menutup wajah dan mengentak-entakkan kedua kakinya pelan. "Astaga, seharusnya aku mengikuti perintah Kelsey untuk tidak pergi ke sini," cicitnya pelan.
*****
Di dalam kamar, Dylan sudah selesai berganti celana. Setelah memperbaiki dasi di leher putranya, Nancy mundur satu langkah. Wanita paruh baya itu meneliti wajah dan pakaian yang dikenakan putranya dengan senyum yang merekah.
"How do I look?" tanya Dylan.
"Putraku sangat tampan malam ini!" Nancy tersenyum. Namun, perlahan kurva lengkung di wajah wanita paruh baya itu pudar.
"Mom, what happened?"
Nancy tak menjawab. Perlahan, wanita itu membawa putra semata wayangnya ke dalam dekapan. Dylan merasakan debaran asing meliputi tubuhnya ketika Nancy memeluknya erat. Entah mengapa, perasaan pemuda itu menjadi damai, tidak ingin melepas sentuhan sang ibu.
"M-mom?"
Nancy melepas pelukannya. Dengan cepat, wanita itu mengusap kristal bening yang menjatuhi pipinya. Dylan merasa sedikit panik ketika melihat air muka ibunya yang mendadak keruh.
"You grown up so fast. Aku bahkan tidak menyangka bahwa kau mengajak seorang gadis untuk pergi ke Homecoming." Nancy mengembuskan napas berat sambil mengusap air matanya. "Maaf, Mom terbawa suasana. Seharusnya aku tidak menangis ketika membiarkanmu pergi malam ini."
"Apa Mom ... melarangku pergi?"
"Mengapa Mom harus melarangmu pergi?" Nancy mengelus pipi Dylan lembut. "You're a teenager, have fun!"
Dylan mengangguk antusias, dilengkapi dengan kurva lengkung terulas di wajahnya.
"But not too much fun!" sambung Nancy.
"Y-yeah, of course!" Dylan mengalihkan pandangan dari sang ibu dengan semburat merah di pipinya.
"Tolong jangan pulang melebihi jam malamnya Chloe. Promise?" ujar Nancy.
Dylan mengangguk patuh. "I promise."
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
19 April 2021,
Nat
*****
Jadi ... hadiah yang Dylan beli itu namanya wrist corsage!
Awalnya aku ceritain corsage yang dibeli Dylan nggak dibungkus sama sekali, tapi kesannya Dylan jadi kayak asal-asalan belinya. Akhirnya, aku googling tuh, bungkus corsage kayak gimana. Taunya ... ya ampun, aku pernah liat ini di suatu tempat!
Ternyata, di Spiderman Homecoming, Peter juga kasih corsage ke Liz, tapi ngasihnya nggak proper gitu gara-gara Peter masih kaget waktu ngeliat siapa bokapnya Liz, jadi kayak cuma ... "Nih, buat lo!" Cuma disodorin doang kayak scene di atas, nggak dipakein kek, atau apa gitu. LOL! 😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top