1-6 | Death Will Always Follow You
Halo, aku kembali! Maaf banget minggu kemaren absen update🙈 Aku harus fokus revisi Avenir pertama karena sebuah kewajiban. Ya, kewajiban. Karena nggak mau numpuk tugas, jadi kuselesaikan dulu satu-satu. Ditambah lagi RL yang super hectic. Kalau nggak kerja, ya nggak makan.
Sebenernya aku udah nabung chapter, banyak banget, tapi tiba-tiba di chapter ini merasa ada yang janggal, jadi aku rombak total dan aku ketik ulang (makanya minggu kemarin absen update, dan versi sekarang beda banget sama yang sebelumnya). Kadang rasa insecure juga muncul, aku takut karyaku nggak bisa menghibur kalian, sekarang aku jadi lumayan berhati-hati dan teliti kalau nulis😢
Anyway, chapter ini nyambung sama chapter sesudahnya, ya! Aku saranin baca sekaligus. Cari waktu luang, biar bacanya nggak keganggu.
Langsung aja, happy reading guys, hope you like it!❤️
*****
"Kau memenggal kepala salah satu dari kami, maka kami akan membelah diri untuk menghantuimu. Kematian akan selalu mengikutimu."
Seorang pemuda berambut sewarna langit malam dengan hoodie duduk di meja makan. Atensinya tidak lepas dari layar di hadapannya, kesepuluh jarinya asyik berkutat dengan keyboard. Sesekali ia mengalihkan fokusnya dari laptop dan meraih cangkir di sampingnya, kemudian menyesap teh hijau, menikmati aromanya sebagai bentuk relaksasi.
Samar-samar, dirinya mendengar pergerakan di depan rumah. Pemuda itu berhenti mengetik, bergeming sesaat sambil mempertajam indra pendengarannya. Merasakan ada yang ganjil, ia beranjak, kemudian mengendap-endap ke arah jendela depan, berusaha agar langkahnya tidak terdengar.
Sesampainya di sana, ia mengintip melalui celah-celah tirai blind. Kedua netranya membulat sempurna ketika melihat dua orang pria dengan pakaian serba hitam di balik kegelapan malam. Salah satu dari mereka sedang mondar-mandir, sedangkan pria lainnya terlihat sedang mengamati keadaan rumahnya, seperti berusaha mencari celah untuk membobol masuk.
"Shit," umpat pemuda itu sambil berbisik.
Ia mengendap-endap ke kamarnya, dengan sangat hati-hati membuka laci nakas dan mengambil Glock 43 dari dalam sana. Setelahnya, ia menutup wajah dengan hoodie, mengambil sneakers di rak sepatu, kemudian melangkah menuju dapur dan membuka jendela belakang, lalu melompat keluar dari rumah.
Pemuda itu sampai di gang sempit belakang rumah. Langit Kota Moorevale sudah menggelap secara keseluruhan, lolongan anjing membuat bulu kuduknya berdiri. Sambil memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie, ia berjalan secepat mungkin untuk pergi dari sana. Tikus-tikus yang mengerubungi bak sampah di sepanjang gang berhamburan ketika mendengar langkah kakinya.
Ketika berjalan, pemuda itu mendengar langkah kaki di belakangnya. Ia menoleh, mendapati pria bertubuh besar dengan jaket kulit hitam mengikutinya. Tidak ingin menempatkan diri dalam bahaya, pemuda itu berlari, terdengar gemericik air ketika sepatunya menginjak kubangan sisa hujan sore tadi. Merasa tidak punya pilihan lain, pria berjaket kulit itu mengeluarkan senjata api dari saku, menodongkannya ke arah pemuda itu.
Sambil berlari, pemuda itu menjatuhkan bak sampah dan dus-dus bekas yang ada di sana untuk memperlambat langkah pria yang mengejarnya. Terdengar suara tembakan beberapa kali, beruntungnya, serangan itu meleset. Adrenalinnya kian terpacu, pemuda dengan hoodie berbelok ke gang yang lebih sempit, berharap pria bertubuh besar itu kehilangan jejaknya. Untuk berjaga-jaga, ia mengeluarkan Glock 43 dari saku celana, membuka kunci senjata api itu.
Ia hampir sampai di ujung gang. Di sana, terlihat jalan raya, terdengar pula kendaraan bermotor yang melintas. Dalam ekspektasinya, pria berjaket kulit itu tidak mungkin terang-terangan menembakinya di jalanan padat penduduk. Sayang, pria bertubuh kurus dengan jaket kulit hitam lainnya menghadangnya di sana.
Dengan sangat terpaksa, pemuda itu berhenti berlari dan menodongkan pistolnya pada si pria kurus, bersiap untuk menarik pelatuk. "Minggir!" pekiknya.
"Drop your weapon!" pekik pria bertubuh besar di arah lain. Pemuda itu menoleh, mendapati pria yang mengejarnya juga menodongkan pistol ke arahnya. Kini, dirinya terkepung. Menembak pria bertubuh kurus adalah sebuah kebodohan. Setelah ia melakukan itu, pria bertubuh besar juga akan balas menembaknya.
"I've killed you two. Bagaimana bisa kalian mendatangiku lagi?" ucapnya.
"We're everywhere," ucap pria bertubuh kurus dengan seringai di wajahnya. "Kau memenggal kepala salah satu dari kami, maka kami akan membelah diri untuk menghantuimu. Kematian akan selalu mengikutimu."
"Let me live in peace! Aku tidak membunuh seseorang demi kesenangan pribadi!" pekik pemuda dengan hoodie histeris. Suaranya menggema di seluruh penjuru gang.
Pria bertubuh besar menyeringai, masih menodongkan senjata api. "Bagaimana dengan membunuh untuk membalaskan dendam?"
Pemuda dengan hoodie bergeming sesaat, debaran jantungnya semakin tidak terkendali. Perlahan, emosinya meledak ketika menyadari bahwa yang pria itu bicarakan adalah Sean Grayson. "He killed my father! What I'm supposed to do?" pekiknya lagi, "lagi pula, dia tidak mati karena pistolku!"
Tiba-tiba saja, terdengar suara dentuman besi, diiringi oleh erangan si pria bertubuh kurus. Pemuda itu menoleh, mendapati seorang gadis remaja berambut merah baru saja memukul kepala pria itu dengan pipa besi. Sosok berjaket kulit itu ambruk ke tanah dan kehilangan kesadaran.
"Q! Awas!" pekik gadis itu ketika pandangan mereka bertemu.
Dengan refleks pemuda berambut hitam itu bersembunyi di balik bak sampah besar ketika pria bertubuh besar melepas tembakan, begitu pula dengan gadis berambut merah itu yang buru-buru bersembunyi di balik tiang listrik besar di seberangnya.
"Chloe?" pekik Quentin, "what are you—"
"Saving your ass!" jawab Chloe, memotong ucapannya.
"It's dangerous! Pergilah dan sembunyi!" perintah pemuda itu.
"Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil dan lumpuhkan pria besar itu!"
Quentin menurut, ia keluar dari tempat persembunyiannya, kembali melepas tembakan untuk si pria bertubuh besar yang sayangnya meleset beberapa kali. Ia kembali bersembunyi ketika pria itu balas menembakinya.
Karena terlalu fokus pada baku tembak, pemuda itu tidak memerhatikan keadaan Chloe. Pria bertubuh kurus yang sempat dilumpuhkan kini bangun kembali dan menjambak buntut kuda gadis itu, menyeretnya untuk keluar dari tempat persembunyian. Pekikan Chloe mengalihkan atensi Quentin, dengan refleks ia bersembunyi di balik bak sampah untuk menghindari tembakan pria bertubuh besar dan membidik pria bertubuh kurus yang baru saja bangun.
"I got this!" pekik Chloe pada Quentin sambil menyikut rahang pria bertubuh kurus itu. Jambakannya terlepas. Pria itu mengeluarkan pisau lipat dari dalam pakaiannya. Ia melayangkan pisau itu pada Chloe, tetapi gadis itu menahan pergerakan tangannya dengan pipa besi.
Merasa bahwa Chloe dapat menanganinya dengan baik, pemuda berambut sewarna langit malam itu kembali membidik si pria bertubuh besar. Baku tembak berlangsung sengit hingga pria bertubuh besar itu kehabisan peluru. Quentin memanfaatkan kesempatan ini untuk membalas serangan. Tembakannya kali ini tepat mengenai dada pria itu, membuatnya limbung dan jatuh. Darah segar mengalir di sana.
Chloe hendak melayangkan high kick. Sayangnya, pria bertubuh kurus berhasil menyayat kaki gadis itu. Darah segar mengalir di sana, diiringi oleh suara teriakan. Dengan langkah yang pincang, gadis itu memaksakan diri untuk tetap berdiri dan bertarung. Pria itu kembali menangkis serangan Chloe, membuat pipa besi yang dibawanya terjatuh ke tanah.
Mendengar pekikan Chloe, Quentin kalut. Ia menodongkan pistol ke arah lawan, tetapi tangannya bergetar hebat, ia tidak dapat membidik dengan benar. Apalagi kini posisi Chloe sangat dekat dengan lawan, ia takut salah sasaran. Segalanya terjadi begitu cepat, hanya dalam satu tarikan napas, pisau itu sudah menancap di perut Chloe. Kedua netra gadis itu membulat sempurna, mulutnya menganga.
"Chloe!" pekik pemuda itu histeris.
Pria bertubuh kurus itu menarik kembali pisaunya dengan seringai licik di wajahnya. Chloe ambruk, gadis berambut merah itu tergeletak di tanah yang dingin, tidak ada pergerakan untuk bangun, darah segar mengalir dari lubang di perutnya. Quentin merasakan dunianya seakan runtuh begitu saja, ia mematung akibat syok yang dirasakannya. Kedua tungkainya bergetar hebat.
Pria bertubuh kurus mengalihkan pandangannya pada Quentin dengan seringai di wajahnya. "Seperti yang kubilang sebelumnya, kematian akan selalu mengikutimu."
"Rot in hell!" berangnya. Dengan amarah yang memuncak, Quentin menembaki si pria bertubuh kurus dengan membabi buta, berkali-kali hingga tidak ada lagi kehidupan di sana, hingga akhirnya pria itu limbung dan jatuh di samping Chloe dengan banyak lubang di tubuhnya.
Tiba-tiba saja, kepala pemuda itu berkunang-kunang, pandangannya kabur, pistol di genggamannya terjatuh, tubuhnya ambruk ke tanah. Bisikan si pria bertubuh kurus terus bergaung di benaknya.
Kematian akan selalu mengikutimu.
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
3 April 2021,
Nat
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top