1-12 | A Night To Remember [Part 3]

⚠️Ada keuwuan di chapter ini. Disarankan untuk dibaca setelah berbuka puasa⚠️

(Chapter ini juga bisa dialihfungsikan sebagai takjil. Uhuy)

*****

"I never realized that you have the most beautiful eyes in the world."

Setelah melepas atribut homecoming, Dylan dan Chloe keluar dari area sekolah dan berjalan ke lapangan outdoor. Keduanya mendongak dan melihat langit malam Kota Moorevale dihiasi butiran salju yang sedang turun.

"Salju! Kukira sekarang adalah musim gugur." Chloe membuka percakapan. Gadis itu mengangkat tangan untuk meraih butiran salju yang sedang turun.

"Ini dunia portal. Waktu yang berjalan tidak sama dengan dunia nyata." Dengan sigap Dylan melepas jasnya dan memakaikannya di tubuh Chloe.

"Thanks! Tapi, bagaimana denganmu?" tanya Chloe sambil menyelimuti tubuh dengan jas milik Dylan.

"Tidak usah dipikirkan." Perlahan, cahaya putih kebiruan berpendar menyelimuti seluruh tubuh Dylan. "Partikel ini akan menghangatkan tubuhku."

Chloe mengusap-usap telapak tangannya. Tentu saja jas homecoming milik Dylan tidak akan melindungi gadis itu dari dingin. "Tapi aku tetap kedinginan karena dress ini. Kita butuh coat tebal."

"Ayo cari coat tebal! Beberapa blok dari sini ada toko pakaian musim dingin, 'kan?"

"Kau punya uang?"

Dylan terkekeh. "Untuk apa? Kita bisa langsung mengambilnya."

"Hell no! Itu tindakan kriminal! " omel Chloe.

"Well, siapa yang bisa menghukum kita? Lagi pula, kita pernah makan di restoran dan kabur begitu saja!"

"Tapi ...."

"Apa kau tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya?" potong Dylan, "ini kesempatan yang tidak bisa kau dapatkan di dunia nyata!"

"Kau benar." Chloe bergeming sesaat, perlahan senyumnya mengembang. "Kapan lagi aku bisa melakukan apa pun tanpa terjerat hukum?"

Chloe berjalan terlebih dahulu menelusuri trotoar. Melihat keceriaan gadis itu, kurva lengkung terulas di wajah Dylan.

"Siapa yang baru saja bilang bahwa mencuri adalah tindakan kriminal, huh?" Dylan bergumam, lalu terkekeh. Pemuda itu melangkah cepat untuk menyusul Chloe.

Keduanya berjalan bersebelahan di trotoar. Melihat Chloe yang sedang menggigil menahan dingin, perlahan Dylan mengulurkan tangan, jemarinya bertautan dengan Chloe. Cahaya putih kebiruan di tubuhnya menyebar, memberikan kehangatan untuk gadis itu. Chloe mengulas senyum, ia menoleh ke arah pemuda itu sebagai bentuk ucapan terima kasih.

Setelah berjalan beberapa blok, keduanya sampai di tujuan. Binar cerah tampak di kedua netra Chloe ketika gadis itu membuka pintu toko. Kedua tungkainya bergerak cepat menuju display coat tebal yang disukainya. Chloe juga mengambil sepasang boots dan jeans panjang di etalase.

Sementara Chloe mengganti pakaian di ruang ganti, Dylan berkeliling untuk melihat-lihat pakaian yang dijual. Sepuluh menit kemudian, terdengar pintu ruang ganti yang terbuka, disusul oleh derap langkah kaki. Dylan menoleh ke belakang dan melihat Chloe berdiri tak jauh darinya. Gadis itu menunduk, mengamati penampilan barunya.

"How do I look?" tanya gadis itu sambil memutar tubuh.

"Terlihat ... hangat," jawab Dylan.

Chloe menunjukkan label harga coat tebalnya pada Dylan. "This is crazy! Kita mencuri pakaian seharga 300 dolar!"

"Well, aku yakin isi tabunganmu lebih dari itu."

"Yeah, but that's not the point! Kita akan dipenjara jika di sini ada polisi!" seru Chloe antusias.

Dylan terkekeh. "Welcome to the portal world!"

"Aku tidak pernah menyangka mencuri adalah hal yang menyenangkan," ucap Chloe, masih antusias.

"Tapi jangan lakukan itu di dunia nyata." Dylan menepuk pucuk kepala Chloe lembut. "Siap untuk jalan-jalan lagi?"

Chloe mengangguk berkali-kali sambil tersenyum. Keduanya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Namun, langkah mereka terhenti ketika melihat pohon natal besar di depan toko yang baru saja mereka kunjungi. Tingginya sekitar tiga meter.

Chloe mengernyit. "Sejak kapan ada pohon natal di sini? Aku bersumpah benda ini belum ada saat kita masuk ke dalam toko."

"No idea, tapi kita tahu satu hal," ucap Dylan, "ini malam natal."

"Di sini ... sudah bulan Desember rupanya," respons Chloe.

Dylan mengedikkan bahu. "Kita tidak tahu apakah ini bulan Desember di tahun yang sama atau tidak. Jalannya waktu di sini tidak bisa ditebak begitu saja."

Keduanya bergeming di trotoar, tepat di depan pohon natal itu. Dylan menengadah, melihat banyak Partikel 201X yang berkilauan di langit, bercampur dengan butiran salju yang sedang turun. Sudut matanya menangkap pergerakan Chloe, tanpa sadar dirinya mengukir senyum, kedua pipinya menghangat. Gadis itu juga terlihat antusias dengan partikel putih kebiruan yang berkelap-kelip di udara. Perlahan, Chloe berputar 360 derajat, tangannya berusaha meraih benda-benda kecil berkilauan itu.

Dylan menangkap binar cerah di netra gadis itu, sesuatu yang familier baginya. Memori di masa lampau berputar di otaknya, ketika dirinya berniat melakukan homecoming proposal di tengah hutan. Senyum itu, senyum yang sama ketika Chloe melihat Partikel 201X berkelap-kelip di udara.

"It's beautiful," ucap Chloe, masih memutar tubuh dan berusaha menangkap cahaya-cahaya itu. "Malam ini ... benar-benar sempurna!"

Dylan tidak menjawab. Ia merunduk dan mengambil sebongkah salju di bawah kakinya, kemudian membuatnya menjadi bola. Ketika Chloe lengah, Dylan melemparkannya tepat mengenai pipi gadis itu.

"Hei!" sungut Chloe ketika melihat si pelaku tertawa penuh kemenangan. Ia merunduk untuk membuat bola salju juga, kemudian melemparkannya ke arah Dylan. Sayangnya, Dylan sudah lebih dulu menghindar dan berlari menjauh.

Tidak ingin dikalahkan begitu saja, Chloe mengejar pemuda itu. Dylan tidak bebas berlari akibat pantofel kulit yang dikenakannya, membuat Chloe dengan mudah mengikis jarak. Gadis itu menarik kemeja Dylan, membuat pemuda itu limbung dan jatuh. Akibat tidak kuat menahan bobot tubuh sendiri, Chloe juga tergelincir dan ikut terjatuh. Untung saja, permukaan salju yang lembut mampu mengurangi rasa sakit yang mereka terima. Keduanya berbaring, lalu saling pandang. Tawa mereka pecah.

"Lihat rambutmu yang dipenuhi salju!" kekeh Chloe ketika berusaha untuk duduk tegak. Ia menyingkirkan butiran salju yang ada di rambut Dylan.

"Wajahmu juga dipenuhi salju!" Dylan bangkit sambil mengusap pipi Chloe yang dipenuhi oleh banyak kristal es berukuran kecil.

Dylan dan Chloe duduk tegak berhadap-hadapan. Perlahan, tawa mereka pudar. Kedua remaja itu bertukar pandang. Dylan menyunggingkan senyum. Pemuda itu terperangkap oleh manik indah milik gadis di hadapannya. Enggan rasanya untuk pulang dan menyia-nyiakan malam ini begitu saja.

Keduanya terhanyut dalam diam, seakan memiliki banyak kata yang tidak sanggup untuk diungkapkan. Dylan mencondongkan tubuh untuk mendekat. Kini, Chloe dapat merasakan napas pemuda di hadapannya kian tak beraturan.

Jantung pemuda itu berdetak semakin cepat, dirinya yakin Chloe juga merasakan hal yang sama. Dylan tahu ada satu hal yang harus dilakukan, tetapi mengikuti keinginan hatinya tak semudah yang terlihat. Ia menarik napas dalam-dalam untuk mengumpulkan keberanian.

Just do it, Dylan.

Pada akhirnya, Dylan kembali mengikis jarak. Chloe merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya, hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Gadis itu mengikuti apa kata hatinya, ia memejamkan kedua netra dan menyambut sentuhan itu.

Keduanya terhanyut dalam sentuhan itu, merasakan hangat napas dan detak jantung masing-masing. Dylan mengelus lembut pipi Chloe dengan ibu jari. Gadis itu tanpa sadar menyunggingkan senyum ketika menyadari bahwa pemuda menyebalkan ini rupanya memendam perasaan yang sama dengannya. Kupu-kupu kecil di dalam tubuh menggelitik dinding lambungnya, menghasilkan perasaan asing yang sulit didefinisikan.

Pada akhirnya, Dylan melepas ciuman itu. Netranya bertemu dengan milik gadis di hadapannya. Perlahan, kehangatan menjalar di pipinya.

"I never realized that you have the most beautiful eyes in the world," bisiknya.

"Meskipun hitam dan putih?" tanya Chloe.

"I don't care, I still love them," jawabnya.

Chloe tersipu. Perlahan, senyumnya mengembang. Kedua remaja itu saling bertukar pandangan selama beberapa saat.

"I never felt like this before." Chloe memecah keheningan, kemudian mengalihkan pandangan sejenak. "Hidupku sangat monoton. Dad selalu mengontrol semua kegiatanku dan melarangku melakukan segalanya yang kuinginkan. Tapi malam ini, aku benar-benar merasa bebas." Gadis itu melirik Dylan. "Ini semua berkatmu. Thank you."

"Senang mendengarnya." Dylan telah berhasil memenangkan hati gadis di depannya. Beban berat yang ada di bahunya seakan menghilang dalam sekejap. "So ... boyfriend and girlfriend?"

"How about partner in crimes?" tanya Chloe.

Dylan mengangguk. "I like that."

"Bisakah kita menetap di sini lebih lama, Partner?" tanya Chloe dengan penekanan pada kata yang terakhir diucapkannya.

Dylan mengangguk. "Of course. Kita bisa kembali kapan pun yang kita mau."

"Kalau begitu ... ke mana tujuan kita selanjutnya?"

"But first ...." Dylan menjeda perkataannya. "Can I kiss you again?"

Gadis itu merespons dengan senyuman. Keduanya saling mengunci pandangan, tidak ada lagi keraguan dalam diri. Dylan kembali mengikis jarak. Chloe melingkarkan kedua lengan di leher Dylan ketika pemuda itu kembali melumat bibir ranumnya. Kunang-kunang putih kebiruan berterbangan di atas mereka, seolah-olah mewakili perasaan bahagia sejoli itu. Keduanya masih bertukar afeksi, enggan melepas satu sama lain.

Bersama, mereka sanggup menghadapi apa pun, bahkan hal buruk sekali pun.

Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

3 Mei 2021,
Nat

*****

Akhirnyaaaa, berakhir sudah phase 1 ini.

Aiden dan Nat di lapak sebelah cuma butuh waktu 27 chapter buat jadian. Dylan dan Chloe harus nunggu sampai sekuelnya dulu baru bisa jadian. Kasian banget 😭

Aku harap kalian nggak merasa romance di phase ini kebanyakan. Soalnya semuanya benar-benar udah aku susun dari awal dan bakalan berpengaruh buat phase-phase selanjutnya. Jadi, waktu aku memutuskan untuk membuat adegan romance, itu semua karena plot. Hihi.

Sampai bertemu lagi di phase 2! Siap untuk sesuatu yang lebih serius? 😏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top