1-11 | A Night to Remember [Part 2]
Chapter ini dan chapter selanjutnya nyambung, jadi disarankan dibaca sekaligus. Cari waktu luang, supaya nggak keganggu. Disarankan juga dibaca setelah berbuka puasa.
*****
"Saat kau bilang turut berbahagia atas kemenangan sepupumu, apa kau berkata jujur?"
"Tidak usah menghiburku, kau tahu sendiri kalau aku tidak sepopuler Kelsey." Gadis itu mengulas senyum, atensinya tertuju pada Kelsey di atas panggung. Principal Graham memakaikannya tiara serta selendang bertuliskan 'Homecoming Queen'. Setelahnya, Chloe bertepuk tangan untuk sepupu kesayangannya. "I'm so happy for her!"
Diam-diam, Dylan melirik gadis di sampingnya. Ia melihat binar cerah di kedua iris hazel Chloe. Namun, perlahan senyum gadis itu pudar, begitu pula dengan tepukan tangannya yang terasa semakin hambar. Entah mengapa, Dylan melihat emosi lain di netra gadis itu, sebuah perasaan yang telah lama dipendamnya.
Setelah penobatan Homecoming King dan Queen, DJ kembali memainkan musik ceria. Abby menghampiri kekasihnya yang sudah siap berdansa, begitu pula Kelsey dan pasangannya yang telah menggerakan raganya sesuai alunan musik terlebih dahulu. Satu per satu, siswa-siswi Moorevale High bergabung bersama Sam dan Kelsey di tengah-tengah gymnasium.
"Chloe?" tanya Dylan.
Chloe tersentak, tersadar dari lamunannya. "Y-yeah?"
"You okay?" Menyadari ada yang salah, Dylan menekan pertanyaannya. Atensinya tertuju pada iris hazel gadis di hadapannya, seolah-olah mendesak sang empu untuk bercerita.
Chloe bergeming. Entah bagaimana bisa pemuda di hadapannya memiliki kepekaan yang luar biasa akan perubahan suasana hatinya.
"Saat kau bilang turut berbahagia atas kemenangan sepupumu, apa kau berkata jujur?" tanya Dylan lagi.
"Tentu saja aku berkata jujur! Mana mungkin aku tidak senang melihat sepupuku menjadi ratu malam ini!" jawab Chloe cepat.
"Lalu, apa yang mengganjal pikiranmu sejak tadi?"
"Aku hanya ... penasaran bagaimana rasanya." Chloe menyunggingkan senyum tipis. "Menjadi ratu, berdiri di atas panggung mengenakan tiara dan selendang berkilauan, dipayungi gemerlap cahaya, seakan-akan ... malam ini didedikasikan hanya untukku seorang." Namun, dengan cepat gadis itu mengoreksi ucapannya. "I-I take back my words. Lagi pula aku benci jadi pusat perhatian."
"Kau ... penasaran?" tanya Dylan lagi.
Chloe menggeleng cepat. "Lupakan apa yang baru saja kau dengar."
Dylan mendesah pelan. Kedua remaja itu terjebak keheningan panjang. Tiba-tiba saja, Dylan memiliki ide brilian di otaknya. Ia berjalan ke belakang Chloe, lalu menutup mata gadis itu dengan kedua tangan.
"What are you doing?" tanya gadis itu.
"Jalan ke depan sesuai instruksiku!"
Chloe berjalan lurus sesuai perintah Dylan. Keduanya melangkah menuju pintu keluar gymnasium, jauh dari perhatian murid-murid lain, bahkan CCTV sekali pun tidak dapat menangkap posisi mereka. Sebuah tanda tanya besar muncul di benak Chloe. Untuk apa Dylan menyuruhnya berjalan sambil menutup mata?
Sesampainya di koridor sekolah, Dylan berseru, "Kita sampai! Tapi tunggu, jangan buka matamu dulu!"
"I swear to God, Dylan, jika kau macam-macam—" sungut Chloe.
"Jangan berkomentar sebelum kau membuka matamu!" potong Dylan, membuat ucapan gadis itu terhenti.
Di dalam kegelapan, Chloe dapat merasakan cahaya putih kebiruan menyinari lingkungan sekitar. Sentuhan Dylan di wajahnya perlahan menghangat dan menggelitik permukaan kulitnya. Ah, apa mungkin ini hanya placebo effect akibat kadar serotoninnya yang sedang meningkat?
"Buka matamu!" ujar Dylan, perlahan membuka kedua tangannya dari wajah Chloe.
Chloe menurut. Hening, ketika kedua netranya membuka, indra pendengarannya tidak lagi dapat menangkap alunan musik. Dengan refleks, gadis itu mengedarkan pandangan ke sekitar.
"Mengapa kau membawaku ke koridor—wait! Apa yang kau lakukan?" oceh Chloe.
Karena penasaran, gadis itu berjalan cepat untuk kembali ke dalam, diikuti oleh Dylan. Gymnasium Moorevale High kini tidak berpenghuni, tetapi dekorasi dan pencahayaan masih ada di sana. Perbedaannya adalah, kini gadis itu tak dapat membedakan warna akibat lingkungannya yang hanya didominasi oleh hitam dan putih. Partikel 201X berterbangan di udara, meskipun jumlahnya tidak banyak.
Atensinya tertuju pada smart bracelet yang tersembunyi di balik jas milik Dylan. Cahaya putih kebiruan yang menyelimuti benda itu perlahan memudar. Chloe baru menyadari, pemuda di hadapannya kini memakai mahkota berkilauan dan selendang bertuliskan 'Homecoming King'.
Keduanya berhenti melangkah ketika sampai di tengah gymnasium. Pemuda itu menyelipkan sebuah tiara di antara helaian rambut Chloe, membuat gadis itu harus sedikit membungkuk. Tidak hanya itu, Dylan juga memakaikan Chloe selendang yang serupa dengan miliknya.
Chloe membaca tulisan di selendang yang baru saja dikenakannya. 'Homecoming Queen'.
"What was that?" Chloe terkekeh, ia mendongak ke arah pemuda di hadapannya. "Kau membawaku ke dunia portal, menghentikan waktu, dan memakai properti Homecoming King di tubuhmu? Kemudian menjadikanku Homecoming Queen juga?"
Dylan membalas senyuman Chloe. "Kau benci jadi pusat perhatian, jadi aku membawamu ke sini."
"Apakah ini legal?"
"Aku menuliskan namamu di kertas suara, apa kau lupa?"
"Kau benar." Chloe tersenyum. "Di sini hanya ada kita berdua, jadi ...."
"Kita otomatis jadi raja dan ratu!"
Dylan membungkuk, menyalakan sebuah tape recorder yang entah sejak kapan sudah berada tepat di sebelah kakinya. Chloe mendengar musik mengalun lembut dari dalam sana. Pemuda itu mengulurkan tangannya dengan senyum yang merekah.
"May I have this dance?"
Tanpa berpikir lagi, Chloe menyambut uluran tangan tersebut. "I'd love to."
Dylan meletakkan kedua telapak tangannya di pinggang Chloe. Gadis itu mengikis jarak, balas melingkarkan lengannya di leher Dylan. Kedua tungkai mereka bergerak pelan, berusaha mencari ritme yang pas dengan alunan lagu dari dalam tape.
Pemuda itu terlihat kaku, tak jarang ia menunduk untuk mengamati sepasang pantofel yang dikenakannya.
Chloe terkekeh. "Mengapa kau menatap sepatumu berkali-kali?"
"Aku hanya—ups!" seru Dylan. Ia mengangkat kakinya yang baru saja menginjak ujung heels Chloe. "Well, aku takut menginjak kakimu, dan hal itu baru saja terjadi."
"Sebenarnya ... aku pun tidak bisa melakukan slow dance. Ini juga kali pertama aku melakukannya," respons Chloe.
"Tetapi kau terlihat sangat tenang," ucap Dylan.
"Itu karena aku berusaha untuk tenang." Ya, dan aku tidak ingin bertindak bodoh di depan pemuda yang kusukai. "Slow dance adalah tradisi konyol dari dunia nyata. Di dunia portal, anggap saja tidak ada tradisi seperti itu. Tidak akan ada yang menghakimi kita jika dansa yang kita lakukan sekarang gagal total."
"Right!" Dylan mengangguk setuju. "Aku punya ide yang jauh lebih bagus dari itu. Oke, ini gila, tapi aku yakin kau akan menyukainya."
Chloe berhenti berdansa, kemudian melipat kedua tangannya di dada. "Try me!"
Dylan menyingkap lengan jasnya, mengekspos smart bracelet milik mendiang sang ayah. "Kau tahu apa ini?"
Chloe mengernyit. "Smart bracelet milik ... ayahmu?"
"Ini mesin waktu!" seru Dylan.
"Lalu?"
"Selama apa pun kita berada di sini, kita dapat dengan mudah kembali ke waktu di saat kita pergi!"
"Jadi ... kita bisa tinggal di sini selama apa pun yang kita mau?"
Dylan menjentikkan jari. "Tepat sekali! Lagi pula ... kapan lagi kita punya waktu luang seperti sekarang?"
"Oke, oke. Apa rencanamu?"
Dylan tersenyum. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan di luar sebagai permulaan?"
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
3 Mei 2021,
Nat
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top