1-10 | A Night to Remember [Part 1]
"Kau adalah putri malam ini, aku akan mengikuti apa pun keinginanmu."
Ke$ha - Die Young
*Play this song for a better experience
Ketika membuka pintu gymnasium, Dylan dan Chloe mendengar 'Die Young' dari Ke$ha di segala arah. Jantung kedua remaja itu berdetak seirama dengan dentuman bass dari dalam pengeras suara. Dekorasi dan lampu kecil berkilauan melengkapi suasana malam ini menjadi lebih hidup. Seisi kota boleh terlelap, tetapi tidak dengan warga Moorevale High yang baru saja memulai malamnya.
Kedua remaja itu menyelami lautan manusia sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Banyak murid-murid berdansa berkelompok maupun sekadar mengobrol dan menikmati kudapan di snack bar. Memang, Homecoming Night yang diadakan malam ini tidak sekeren apa yang diceritakan di film-film remaja, tetapi mereka menikmatinya.
Chloe menengadah, masih terkagum-kagum dengan tempat yang dikunjunginya malam ini, membuat Dylan terkekeh pelan.
"Kau suka?" tanya Dylan.
Chloe mengangguk antusias. "Sangat! Aku sampai kebingungan harus mulai dari mana."
Dylan berhenti melangkah. "Apa saja yang ingin kau lakukan malam ini?"
"Bagaimana dengan mencoba makanan yang ada di snack bar sebagai permulaan?"
Pemuda berambut cokelat itu terkekeh. "Whoaaa, kau tidak ingin melakukan hal lain? Mungkin berdansa bersamaku? Atau mengambil beberapa gambar di photobooth?"
Chloe mengernyit. "Kau tidak masalah melakukan hal-hal cheesy seperti itu?"
"Kau adalah putri malam ini, aku akan mengikuti apa pun keinginanmu." Dylan meletakkan salah satu tangannya di perut, kemudian membungkuk untuk menghormat. "My Lady."
"Tegakkan tubuhmu! Kau membuatku malu!" desis Chloe, mengomeli pemuda di hadapannya.
Dylan menegakkan tubuhnya sambil terkekeh. "Oke. Untuk menebus kesalahanku minggu lalu, aku akan mengabulkan apa pun yang kau inginkan malam ini."
"Apa pun itu?"
"Yeah. Apa pun itu."
"Oke. Kalau begitu ... snack bar?"
Dylan mendesah pelan. "Baiklah."
Gadis itu mengulas senyum lebar, kemudian menarik tangan Dylan dan membawa pemuda itu pergi ke meja panjang dengan taplak kain putih berbahan satin. Berbagai kudapan berjejer di atasnya. Sesampainya di sana, Chloe sendiri merasa bingung apa yang harus dipilihnya terlebih dahulu.
Dylan mengambil gelas plastik dan menuangkan cola ke dalamnya, kemudian atensinya kembali pada Chloe. "Kalau aku jadi kau, aku akan ambil cheese nachos di sebelah sana," ujarnya sambil menunjuk bagian meja yang lain.
Chloe mengikuti arah pandangan Dylan. Ketika hendak mengambil mangkuk plastik, suara dehaman menginterupsi gadis itu. Dengan refleks, Chloe menoleh ke belakang.
"H-hai, Kelsey," jawab Chloe gugup ketika melihat presensi sepupunya di belakang.
Kelsey melipat tangan di dada. Ia mengenakan off shoulder dress berwarna hitam dengan belahan hingga ke paha, dilengkapi dengan heels berwarna silver. Rambut merahnya tergerai rapi. Lip cream maroon dan shading di pipi mempertegas bentuk wajahnya. Gadis itu memicingkan mata, melirik Chloe dan Dylan bergantian.
"Kupikir kau akan pergi bersamaku," sindirnya. Ia melirik Dylan tajam. "Rupanya kau datang dengan seseorang."
Chloe berbisik di telinga sepupunya. "Maaf pergi meninggalkanmu sore tadi. Kau tidak perlu khawatir soal Dylan, kami baik-baik saja."
"Tapi kau sudah berjanji untuk tidak berhubungan dengannya lagi! He dumped you!" desis Kelsey. Ia melirik Dylan sesekali, membuat pemuda itu sedikit risi.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri!" Chloe mendorong Kelsey menjauh. "Sekarang pergilah dan berdansa dengan pasanganmu!"
"Oke, tapi jika aku melihatnya menyakitimu sekali lagi, aku akan membuat perhitungan dengannya!" tegas Kelsey, sambil berbisik di telinga Chloe.
"Oke! Sekarang pergilah dan jangan ganggu aku!" usir Chloe.
Kelsey mengambil cupcake vanilla dengan sprinkle berwarna-warni di snack bar, lalu menggigitnya. Ia kembali melempar tatapan tajam pada Dylan, seolah memberi peringatan 'kau sakiti sepupuku, maka kau akan mati!' Setelahnya, gadis itu merangkul pasangan Homecoming-nya, dan menghilang di tengah kerumunan manusia.
"Hanya perasaanku saja, atau sepupumu memang membenciku?" tanya Dylan pada Chloe.
"Oh, itu hanya perasaanmu saja. Chill out!" ucap Chloe santai.
"Baiklah. Apa lagi yang ingin kau lakukan setelah makan?"
"Berfoto di booth?"
Selesai menikmati kudapan di snack bar, keduanya mengantri di depan booth foto. Dylan mengambil properti berupa topi hitam a la pesulap, sedangkan Chloe mengenakan kacamata dengan bingkai besar. Berbeda dengan pasangan lainnya, kedua remaja itu sama sekali tidak berpose romantis, mereka tidak segan-segan untuk memasang gestur dan ekspresi konyol. Hal itu membuat interaksi keduanya menjadi lebih hidup, jauh dari kata membosankan.
Setelah berpose beberapa kali, Chloe terdiam. Gadis itu terlihat sedang berpikir.
"Oke, ini pose terakhir dan aku kehabisan ide konyol," gerutu Chloe.
"I have an idea."
Dylan merangkul gadis itu, membawanya medekat. Tiba-tiba saja, Dylan mengecup pipi Chloe tepat ketika kamera mengambil gambar secara otomatis, membuat gadis berambut merah itu kehilangan kata. Setelahnya, mereka keluar dari dalam booth, mengembalikan properti ke tempat semula dan menunggu foto tercetak.
Sejak pose terakhir mereka, Chloe tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dylan menoleh ke arah gadis itu dan menyeringai, kemudian berbisik, "Surprised?"
Chloe tidak tahu bagaimana harus menjawab, kedua pipinya semakin memanas. Gadis itu mengulur waktu dengan mengambil dua lembar foto yang baru saja tercetak.
Di kotak terakhir, Chloe melihat Dylan yang sedang mengecup pipinya, serta dirinya yang terlihat salah tingkah. Tanpa sadar, gadis itu mengulas senyum kecil.
"Apa hasil fotonya bagus?" tanya Dylan.
"L-lumayan." Gadis itu menyerahkan salah satu lembar foto pada Dylan. "See for yourself."
"Booth pemilihan Homecoming King dan Queen akan ditutup setengah jam lagi. Pastikan seluruh penghuni gymnasium Moorevale High malam ini sudah menyumbangkan suara! Terima kasih!" Terdengar seseorang berbicara melalui pengeras suara.
"K-kita hampir lupa untuk memilih Homecoming King dan Queen! Sebaiknya kita bergegas sebelum antriannya semakin panjang!" Chloe mengalihkan pembicaraan, gadis itu berbalik badan dan berjalan menuju booth pemilihan suara.
Dylan berjalan cepat, menyejajarkan langkahnya dengan Chloe. Melihat respons Chloe yang selalu menghindar, tanpa sadar pemuda itu tertawa kecil. Gadis itu sungguh menggemaskan!
Setelah mengantri dan memberikan vote untuk kandidat raja dan ratu, keduanya keluar dari dalam booth dan memasukkan kertas suara ke dalam kotak yang telah disediakan.
"Siapa yang kau pilih?" tanya Dylan.
Chloe terkekeh. "Apa kau tidak mengerti cara kerja pemilu? Itu rahasia, Silly!"
"Oh come on! Aku akan memberitahumu siapa pilihanku!"
Chloe mendesah pelan. "Baiklah. Aku memilih sepupuku dan pasangannya. Why did you ask?" Gadis itu bertanya balik.
"Hanya penasaran," jawab Dylan, "aku menuliskan nama—"
"Dylan!" Teriakan seorang gadis menghentikan ucapan Dylan.
Kedua remaja itu memalingkan pandangan ke arah kerumunan. Abby dan Sam, lengkap dengan pakaian rapi dan berkilauan, menghampiri mereka dengan senyum yang merekah.
"Dylan!" seru Sam.
"Astaga! Sulit sekali mencarimu di tengah kerumunan!" timpal Abby.
Chloe yang tidak terlalu mengenal kedua sahabat Dylan, hanya bisa menyunggingkan senyum dan mengangguk. Sedangkan Dylan menyambut pelukan kedua sejoli itu.
"Senang melihat dua sejoli favoritku malam ini," ujar Dylan sambil melepas pelukan mereka.
Sam menyeringai sambil menepuk bahu Dylan pelan. "Wajahmu cerah sekali malam ini!" Kemudian melirik Chloe.
Chloe membalas senyuman Sam, seolah-olah ingin pemuda itu menjelaskan lebih detail apa alasan Dylan terlihat 'cerah' malam ini.
"Ah, kau tahu? Saat kau jadi tahanan rumah, Dylan tidak berhenti memikirkanmu dan khawatir kau tidak akan bisa datang ke Homeco—ump!" Ucapan Sam terputus ketika Abby membekap mulutnya. Dylan memelototi pemuda berkulit eksotis itu.
"Sorry about that!" ucap Abby cepat untuk mengalihkan kecanggungan. "Kami akan berdansa setelah melakukan voting. Mau bergabung bersama kami?"
Chloe tersenyum dan mengangguk. "Sure!"
Setelah berbasa-basi, Dylan mempersilakan Sam dan Abby untuk mengantri di depan booth pemilihan suara. Dirinya dan Chloe menunggu kedua sejoli itu tak jauh dari sana.
"Kau tidak keberatan berdansa bersama teman-temanku, 'kan?" tanya Dylan.
Chloe mengangguk. "Tentu saja. Senang rasanya mengenal teman-temanmu lebih jauh."
Tibalah detik-detik menuju pengumuman gelar Homecoming King dan Queen. DJ memainkan musik dengan tempo cepat. Setelah berkutat dengan materi dan ujian yang menguras otak, kini semua penghuni gymnasium memiliki kesempatan melepas beban berat yang ada di bahu mereka untuk sementara. Seolah-olah malam akan segera digantikan oleh pagi, baik Dylan, Chloe, Sam maupun Abby menikmati setiap detiknya, raga mereka bergerak mengikuti alunan musik. Tawa dan canda meliputi keempatnya, enggan untuk berhenti meskipun lelah menghampiri.
Beberapa saat kemudian, DJ berhenti memainkan musik. Class president menaiki panggung dengan dua amplop kecil, membuat atensi penghuni gymnasium tertuju padanya. Gadis berambut cokelat model bob tersebut mengetuk mic beberapa kali untuk mengetes suaranya.
"Tes. Satu, dua, tiga." Terdengar suara dari speaker gymnasium.
"Oh my God, it's happening!" seru Abby antusias.
Ketika class president mengucapan beberapa kata sambutan, kerumunan di gymnasium saling berbisik, menebak-nebak siapa gadis dan pemuda yang beruntung untuk mengenakan mahkota berkilauan malam ini. Tentu semua orang ingin mendapatkan gelar bergengsi itu.
"Menurutmu siapa yang akan terpilih?" tanya Dylan pada Chloe.
Chloe mengedikkan bahu. "Kelsey, sudah jelas. Dia kapten cheers, populer, semua pemuda mengantri untuk jadi pacarnya. Untuk King-nya ... entahlah."
"Tapi dengan perilakunya ... kurasa banyak gadis yang tidak suka padanya—maaf, aku tidak bermaksud menghakimi sepupumu!" ucap Dylan cepat.
Chloe terkekeh. "Tidak apa, memang terkadang ia bisa sangat menyebalkan."
"Tanpa banyak basa-basi lagi, mari kita sambut Homecoming King Moorevale High malam ini!" Class president membuka amplop berwarna biru di tangannya, kemudian tersenyum ketika membaca secarik kertas kecil di dalamnya. "Samuel Pierce!"
"Huh? Aku?" Sam membelalak ketika seluruh pasang mata tertuju padanya, diikuti oleh tepukan tangan.
"So proud of you, Babe!" Abby melompat-lompat kecil sebelum memeluk kekasihnya erat.
Dylan menyikut lengan Sam. "Naiklah ke atas panggung, Kobe Bryant!"
Sam melepas pelukan Abby, dengan segera pemuda itu membelah kerumunan untuk berjalan menaiki panggung.
"Dan Sam. Ya, tidak heran. Sejak bergabung dengan tim basket dan semua orang mengetahui talentanya, ia juga mendadak populer. Semua orang suka berteman dengannya," ucap Dylan pada Chloe. Pemuda itu mendesah pelan, kemudian tersenyum.
"Karena dia populer?"
Dylan menggeleng. "No, tapi karena dia selalu menjadi dirinya sendiri. Kau tahu, ia adalah sahabat pertamaku di sekolah ini dan satu-satunya orang yang tidak peduli dengan rumor tentangku. Tidak hanya denganku, ia bersikap seperti itu pada semua orang."
Mendengarnya, Chloe menyunggingkan senyum. "Kau beruntung mempunyai sahabat sepertinya."
Di atas panggung, Principal Graham memakaikan Sam sebuah mahkota dan selendang bertuliskan 'Homecoming King'. Setelah si Dewa Basket itu memberikan beberapa patah ucapan terima kasih, class president membuka amplop berwarna merah muda di tangannya dan membacakan nama gadis yang beruntung malam ini.
"Kelsey Wilder!"
Sorakan dan tepukan tangan gadis-gadis cantik di sisi lain gymnasium—yang bisa dipastikan adalah anggota pemandu sorak dan murid senior—mengalihkan perhatian semua orang. Di antara kerumunan itu, terlihat Kelsey yang sedang mencoba membelah lautan manusia untuk menyusul Sam naik ke atas panggung.
Chloe menyikut lengan Dylan. "See? Told ya!"
Dylan mendesah kecewa. "Sayang sekali."
Gadis berambut merah itu mengernyit. "Why?"
"Aku menuliskan nama kita berdua di kertas suara."
"What?" Chloe terkekeh. "Mengapa kau menuliskan nama calon yang tidak akan menang?"
Dylan memutar tubuhnya menghadap Chloe. "Menurutku kau pantas memenangkan gelar itu."
"Tidak usah menghiburku, kau tahu sendiri kalau aku tidak sepopuler Kelsey." Gadis itu mengulas senyum, atensinya tertuju pada Kelsey di atas panggung. Principal Graham memakaikannya tiara serta selendang bertuliskan 'Homecoming Queen'. Setelahnya, Chloe bertepuk tangan untuk sepupu kesayangannya. "I'm so happy for her!"
Diam-diam, Dylan melirik gadis di sampingnya. Ia melihat binar cerah di kedua iris hazel Chloe. Namun perlahan, senyum gadis itu pudar, begitu pula dengan tepukan tangannya yang terasa semakin hambar. Entah mengapa, Dylan melihat emosi lain di netra gadis itu, sebuah perasaan yang telah lama dipendamnya.
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
26 April 2021,
Nat
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top