Bab 12: Awal
Perhatian: Cerita ini hanya rilis di platform W A T T P A D.
...
Sebelum sarapan bersama pukul tujuh pagi di ruangan serbaguna, kami sudah dikumpulkan di ruangan yang dikhususkan untuk setiap tim. Kami sudah mandi, berpakaian olahraga rapi, dan ada bau menyengat bunga—entah melati, mawar, lavender, aku tidak yakin—yang menyebar dari anak pirang di sebelahku.
"Harumnya akan lebih terasa saat aku berkeringat," kata Chrys dibarengi tawa kecil.
Chloe dan Mischa di sebelahnya memandang heran.
"Kau tahu? Aromamu itu bisa jadi penanda posisi kita nanti di lapangan," tanggapku, berharap anak itu menangkap apa yang aku maksud.
"Aku benci setuju dengannya, tapi Arennga benar, Chrys," timpal Chloe seraya mengendus pundak Si Anak Pirang. "Kau terlampau wangi untuk ukuran anak laki-laki."
Chrys hanya cengar-cengir. "Tapi, kau suka, 'kan?"
"Tidak juga ...." Pipi Si Badut Konyol bersemu.
Pak Ben memulai sesi briefing kami sebelum tahap satu dimulai.
"Pagi, Anak-anak!" sapanya.
"Pagi, Pak!" jawab kami serempak.
"Bapak harap kalian tidur dengan nyenyak. Oke, tidak perlu basa-basi lagi kita mulai saja." Pak Ben memperlihatkan peta arena pada layar televisi modifikasi. "Olimpiade ini akan disiarkan secara simultan di tiga negara. Jadi, jangan kaget kalau arena nanti disesaki oleh penonton di tribune dan kamera-kamera terbang yang akan terus merekam pergerakan kalian di arena."
"Kita akan jadi selebritas?" pekik Chrys antusias. Mata biru terangnya berbinar seperti langit cerah. Kedua tangannya mengepal di depan dada.
Chloe menepuk bahu lelaki itu. "Sudah kubilang!"
Mereka tertawa lepas.
"Sudah, sudah, Anak-anak." Pak Ben tampak memaklumi mereka. "Setelah semua ini selesai, kalian tidak hanya dikenal di seluruh negeri, tetapi tiga negara sekaligus."
"Aku sangat tidak sabar!"
"Oke, sekarang fokus, Anak-anak." Guru pembimbing kami meminta perhatian kembali. "Ingat strategi yang telah kita diskusikan kemarin. Bapak akan tekankan sekali lagi. Bagaimanapun nanti di lapangan, keselamatan adalah nomor satu. Tetap saling melindungi. Bapak tidak ingin ada satu pun dari kalian yang terluka." Pak Ben menatapku dan Chrys sambil menunjuk bergantian. "Para Bujang, lindungi para gadis dari bahaya apa pun." Dia beralih pada para anak perempuan. "Gadis-gadis, marahi pemuda-pemuda ini kalau mereka susah diberi tahu."
"Akhirnya, sebuah perintah langsung di mana aku bisa ...." Chloe mengiris lehernya sendiri dengan jempol sambil menatapku. "... Kesatria Sombong," cicitnya.
"Tidak ada KDRT, ya," kelakar Pak Ben diiringi senyum jail.
Chrys tertawa diiringi omelan Chloe dan gerutuanku.
"Mengerti, ya, Semua?"
"Mengerti, Pak," sahut kami serempak.
Pak Ben menunjuk layar dengan laser berwarna merah yang bisa digunakan untuk bermain dengan anak kucing. "Arena yang akan digunakan berupa arena acak. Namun, menurut bocoran, akan ada penggabungan arena-arena. Arena yang kalian pakai kemarin kemungkinan besar akan ada lagi hari ini."
Guru pembimbing kami memperlihatkan gambar peta dengan beragam simbol. Ada pohon, rumah, benteng, dan penanda alam serta bangunan-bangunan lainnya. Terkadang dia memisahkan arena-arena itu, terkadang menggabungkannya.
"Lakukan saja seperti latihan terakhir dengan sedikit peningkatan serta strategi, dan kemungkinan kalian menang akan lebih besar."
Pak Ben menatapku sambil tersenyum, penuh harapan atas nama sekolah dan negara.
Aku mengangguk. "Akan kubawa kemenangan," tegasku.
Chrys merangkulku sambil memekik, "Kau memang ketua yang dapat diandalkan!"
Aku buru-buru menyingkirkannya sebelum bau badan anak itu yang menyengat menempel di tubuhku.
"Sudah, sudah, Anak-anak," lerai Pak Ben.
Chrys melepasku dan kembali ke tempatnya semula sambil masih tersenyum lebar sampai matanya terpejam.
"Terakhir, tetap bersikap sopan dan jaga nama baik sekolah serta Altherra." Pak Ben menepuk tangannya sekali. "Ayo, kita sarapan," ajaknya.
...
Di ruang serbaguna, para peserta olimpiade sudah berkumpul. Mereka duduk bercengkerama dengan sesama anggota sambil sesekali saling melirik dan melempar tatapan yang tak dapat kuartikan. Terkadang salah satu dari mereka bergantian mengambil makanan atau pergi ke suatu tempat.
Ketika kami mengambil makanan, Saka datang menghampiri.
"Hai, Kawan-Lawan!" sapanya. Mata biru gelap anak itu menatap Chloe dan Mischa. "Hai, Gadis-gadis manis! Kalian sangat cantik hari ini." Lelaki itu menyugar rambutnya yang berwarna pirang tembaga.
Chloe dan Mischa mengernyit.
Hidung Saka kembang kempis menghidu sesuatu. "Wah, harum! Harusnya kalian tidak perlu repot-repot memakai parfum untuk menarik perhatianku!"
Kedua gadis yang ada di sampingku menahan tawa. "Pfft—"
Chrys tampak gelisah karena telah mengundang target yang salah. Dia bergerak tak keruan seperti ingin kabur, tetapi enggan karena—mungkin—takut ketahuan bahwa aroma itu berasal dari tubuhnya.
"Kalian mau bergabung dengan kami?" tawar Saka. "Katanya kalau sarapan bersama akan meningkatkan kemistri dalam hubungan. Bagaimana?"
"Yang benar saja," gumamku.
Chloe melirik ke arah Chrys, sepertinya menangkap sinyal yang anak pirang itu berikan. Gadis itu tersenyum lantas menjawab, "Terima kasih tawarannya. Tapi akan sangat canggung bila kami langsung bergabung tiba-tiba."
"Ah, begitu, ya," jawab Saka. Dia mencuri pandang kepadaku dan Chrys. Lelaki itu tersenyum lebar. "Kalian punya pawang yang lumayan. Kalau begitu, apa kalian mau jalan denganku kapan-kapan? Temui aku kalau kalian tertarik, ya! Dah!"
Anak lelaki itu pergi kembali ke tempatnya berasal.
Chrys mendesah lega.
Aku mendengus lantas mulai mengambil nasi dan lauk. "Ada-ada saja."
Aku dan yang lain mengambil tempat di salah satu meja yang agak jauh dari tempat prasmanan karena yang ada di dekat sana telah dikuasai oleh Magna Prudentia.
"Ingat apa yang telah kita diskusikan kemarin," ujarku sambil menyuapkan nasi dengan tumis kangkung.
"Tentang batasi lawan kalau terdesak dan fokus pada soal?" sahut Chloe.
"Ya, dan kecilkan suaramu," bisikku tajam. "Kita tidak ingin lawan tahu apa yang akan kita lakukan."
Aku mengalihkan pandang; memastikan orang-orang di Magna Prudentia atau Prima Sophia tidak mendengar percakapan kami. Dari sudut mataku, Prima Sophia sedang sarapan dengan khidmat. Mereka seperti kumpulan orang-orang elite dengan tata krama makan yang telah dilatih bertahun-tahun. Di sisi lain, Magna Prudentia lebih banyak berceloteh dan bermain-main. Saka sesekali tertawa, Argen dan Ludwig terkadang saling memukul, Seta hanya menanggapi itu dengan anggukan-anggukan kecil.
"Oh, ya, tentu saja, Ketua," timpal Chloe dengan tekanan pada kata terakhir. "Kami juga harus menuruti semua apa yang kau katakan." Gadis itu berdecih sambil memalingkan muka.
Aku beralih kepada Chrys yang masih gelisah. "Kau kenapa, sih?" tanyaku heran. Aku mulai jengkel dengan tingkahnya.
Chrys yang mengunyah cepat seperti tupai memakan biji pohon ek berhenti sejenak sebelum menelan. Dia menjawab dengan berbisik, "Aku khawatir akan mendatangkan target yang salah lagi."
Hal itu membuat Chloe tertawa. "Kau tahu? Aku tidak bisa bayangkan kalau aku dan Mischa tadi setuju untuk sarapan bersama Saka."
"Sudahlah, Chlo. Aku begini juga ada alasannya." Chrys mengangkat jari. "Yang utama, aku tidak mau bau nanti saat di lapangan. Yang lainnya, aku tidak mau membuat kesan pada orang lain kalau aku gampang bau badan."
Percakapan tidak penting itu berlanjut diiringi fakta "mengejutkan" Chrys lainnya seperti tentang feromon yang dapat memikat lawan jenis atau aroma tubuh pria yang sangat disukai wanita.
"Makanya ada perempuan yang mabuk kepayang dengan keringat laki-laki pekerja keras," papar Chrys.
"Ewh," respons Chloe dengan wajah jijik.
Sangat informatif, Chrys.
Percakapan berlanjut ke hal yang sangat tidak penting lainnya seperti Chrys yang dipijat Pak Ben, Chloe dan Mischa yang menonton film bersama, atau betapa enaknya kamar mandi di hotel sampai Chrys mandi dengan air panas yang beruap banyak sampai menghalangi pandangan. Tidak lupa lawakan garing Si Anak Pirang menemani di sela-sela obrolan. Semua itu berlangsung sampai sebuah pemberitahuan berkumandang agar semua tim bersiap untuk pergi.
Mendekati Infinite Stadium, pinggir-pinggir jalan telah disesaki oleh mobil-mobil yang terparkir. Mulai dari mobil sport sampai mobil jurnalis dengan lambang televisi berjajar rapi. Beberapa orang terlihat keluar sambil membawa kamera, tripod, dan yang lainnya.
Di depan gerbang utama, puluhan orang telah berkumpul. Kebanyakan mereka berasal dari awak media. Orang-orang itu menyorot kami dengan kamera dan lampu kilat; membuatku sesekali memicing dan sakit mata karenanya.
Mereka berteriak-teriak berusaha menarik perhatian kami.
"Anak-anak, ayo, lihat sini!"
"Berikan kami sepatah dua patah kata, Para Jagoan!"
"Bagaimana pendapat kalian tentang olimpiade ini?
"Ayo, senyum!"
Cekrek!
Mataku bisa saja buta kalau begini terus.
Anak-anak dari Ascent tampak biasa saja dengan itu semua. Alva dan Olivia menanggapi mereka dengan senyuman dan anggukan. Berbeda dengan Canidae, mereka seperti menikmati setiap perhatian yang ada. Saka bahkan sampai melambai-lambai pada kamera.
Di sisi lain—tepatnya di sisiku—Chrys tersenyum canggung dibarengi Mischa yang bersembunyi di balik punggungnya. Chloe memberi dua tanda damai menggunakan jari-jarinya dengan percaya diri. Senyumnya merekah ke setiap kamera yang ada. Aku sendiri tidak tahan dengan semua atensi berlebihan ini.
Para jurnalis itu terus memberondong kami dengan pertanyaan dan kamera yang tak henti-hentinya membidik. Untungnya, hal itu tidak berlangsung lama.
Pria-pria besar berseragam dengan jas hitam dan kacamata hitam menghalau setiap orang yang menghalangi jalan kami menuju stadion. Para guru pembimbing pula menggiring kami cepat agar acara dapat dimulai tepat waktu. Di dalam aula persiapan, barulah aku bisa bernapas lega.
"Mischa! Kau tidak apa-apa?"
Aku berbalik ke arah suara Chrys yang terdengar khawatir. Di sampingnya, Mischa tengah menggenggam erat pakaian Si Anak Pirang dengan tubuh bergetar.
Chloe mencoba menenangkan. Gadis itu memegang bahu Mischa yang naik-turun. "Tenang, Cha, tenang. Tarik napas perlahan ... buang ...."
"Tidak apa, tidak apa," kata Pak Ben lembut. Guru pembimbing kami kemudian pergi untuk mengambil air.
Aku mencoba memahami situasi. "Kenapa ia?" tanyaku sehalus mungkin.
"Serangan panik," jawab Chloe. "Mungkin karena kerumunan orang yang datang banyak tiba-tiba."
Aku mendesah pelan mencoba memaklumi.
Pak Ben kembali tak lama kemudian sambil membawa botol air mineral. Dia lalu menyuruh Mischa menghabiskannya perlahan.
"Sudah lebih baik?" tanya Chloe.
Si Gadis Pemalu mengangguk.
Setelah insiden itu yang membuat kami menjadi pusat perhatian seluruh penghuni aula, panitia penyelenggara meminta kami berkumpul.
"Waktu yang ada nanti akan lebih panjang. Oleh karena itu, kalian akan dibekali minuman berenergi dan air mineral agar tidak kehausan. Bagaimanapun, acara ini akan menguras energi kalian," kata seorang wanita berpakaian formal sambil memegang dua botol berwarna berbeda.
Setelah itu, kami diberi masing-masing dua botol dengan strap yang dipasang di paha.
"Apa aku terlihat keren?" tanya Chrys sambil mengambil kedua botol dengan dramatis dari strap dan berpose seolah memegang pisau di kedua tangan. Namun, tidak ada yang menanggapinya.
"Apa ini tidak akan membebani kita saat bergerak?" tanya Chloe.
"Daripada kita kehausan dan kurang energi," tanggapku.
"Oke, semuanya sudah dapat?"
"Sudah!"
Kami kemudian dipersilakan menuju lapangan. Di sepanjang koridor ketika kami keluar, para wartawan sudah berbaris rapi menunggu. Mereka langsung menyorot kami selama perjalanan. Beberapa kali lampu kilat lagi-lagi membuatku terkaget. Aku bahkan harus memicingkan mata untuk menghindari itu semua.
Di lapangan, keadaan bertambah buruk. Awak media tersebar lebih banyak. Tribune-tribune yang biasanya kosong kini telah terisi ribuan penonton yang memekik membuat kupingku pekak. Panitia penyelenggara hilir mudik memastikan acara yang akan dimulai sebentar lagi berjalan dengan lancar. Orang-orang itu berteriak membuat gendang telingaku bisa pecah kapan saja.
"Kau bisa melalui ini, Cha," bisik Chloe sembari menggenggam tangan lawan bicaranya yang bergetar.
Chrys datang menenangkan. "Tenang, ada aku di sini."
Pukul sembilan pagi, acara dimulai.
"Selamat datang di tahap pertama Olimpiade Sains Persahabatan Tiga Negara!" sambut sebuah suara pria dewasa tanpa wujud. "Dalam tahap ini, setiap tim harus menjawab tepat lima puluh soal yang terdiri dari soal-soal saintek untuk menemukan lokasi bos terakhir. Hanya ada satu bos yang akan dihadapi. Dengan kata lain, siapa yang dapat menjawab dengan cepat, dia yang akan menang!
"Tanpa menunda lagi, mari kita sambut setiap tim yang berlaga!"
Suara tepukan dan sorak-sorai penonton bergaung di seluruh penjuru stadion.
"Perwakilan dari Negara Altherra, SMA Scienta et Social!"
Pak Ben menggiring kami ke pinggir lapangan di sebelah timur.
"Selanjutnya, perwakilan dari Negara Canidae, SMA Magna Prudentia!"
Tim Saka, Seta, Ludwig, dan Argen menempati lapangan tengah.
"Dari tuan rumah, Ascent, SMA Prima Sophia!"
Alva dan kawan-kawan berada di ujung barat.
"Para perwakilan, silakan memasuki lapangan."
Dinding putih transparan yang kami masuki bagaikan portal yang membawa kami ke suatu tempat yang sangat berbeda. Dari pinggir lapangan dengan riuh-rendah suara penonton, kami dibawa ke sebuah hutan dengan pepohonan hijau rimbun dihiasi semak, rumput, dan bunga yang berwarna-warni. Berkas-berkas cahaya yang menembus kanopi pohon menjadi satu-satunya penerangan di dalam hutan yang diselimuti kabut tipis.
Di antara suara burung dan serangga hutan, suara pembawa acara menjadi satu-satunya suara manusia yang masih bisa kami dengar dari luar arena. Suara itu mengisyaratkan bahwa pertandingan akan segera dimulai.
Kami semua mengeluarkan avatar masing-masing.
Dari balik kanopi pohon yang lebih jarang, terlihat sebuah benda mirip kristal melayang berputar-putar seperti penanda soal raksasa. Semakin tinggi, benda itu ke atas, semakin cepat benda itu berputar. Bel hitung mundur dan suara pembawa acara mengiringi. Ketika suara "Teeeet!" panjang bergema, benda itu terpecah menjadi butiran bagai hujan salju.
"Pertandingan dimulai!"
~~oOo~~
Beta reader: n_Shariii
A/N
Ayo, berikan kesan kalian pada bab ini!
Kritik dan saran yang membangun saya nantikan.
Jangan lupa memberi vote kalau suka ceritanya.
Terima kasih sudah membaca. 'v')/
Salam literasi!
***
Diterbitkan: 24/10/2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top