Aku dan Olivia akhirnya berhadapan. Akan mudah mengalahkannya karena hit point Freya hanya tinggal sisa-sisa, sementara Arthur masih dalam keadaan penuh.
"Arena, set!" Diony Shu mengumumkan.
Rumput-rumput stadion menghilang dan berganti menjadi pasir berbukit-bukit. Kaktus-kaktus tumbuh dan rumput bola menggelinding di kejauhan.
Hitung mundur bergema, dan pertarungan dimulai.
Arthur memelesat, meninggalkan jejak debu di udara. Pedang besarnya beradu dengan pedang Freya. Mereka menyabet, menangkis, menusuk bergantian, meninggalkan pasir-pasir yang melayang di udara.
Freya mundur lantas berputar seraya menebaskan pedang. Perisai Arthur dengan cepat menahan. Denting bergaung disertai serangan lain yang menyusul.
"Arthur, mundur!" perintahku. Aku memberi Arthur skill dua pedang agar gerakannya lebih gesit.
Pedang dan perisai berganti dengan dua bilang baja yang lebih tajam. Arthur melesat dengan komandoku. Kedua pedangnya menyabet dan mengoyak dengan cepat. Setiap gerakannya menyapu udara sampai pasir-pasir beterbangan di sekitarnya.
Freya sayangnya masih bisa menghindari setiap serangan avatarku. Senjatanya juga berganti menjadi cemeti berduri. Secepat kilat cambuk itu mencengkeram salah satu bilah pedang Arthur hingga ke lengan.
"Arthur, bertahan!" perintahku.
Avatar Olivia menarik senjatanya, tetapi Arthur terpaku kokoh dengan satu pedang lainnya sebagai pasak. Saling tarik terjadi. Tidak ada yang mau mengalah tentunya. Seperti dalam lomba tarik tambang.
Cambuk kian menegang. Sedikit lagi dan aku akan mendapat momentum yang diinginkan.
"Sekarang, Arthur! Lepas dan cincang dia!"
Arthur melompat sambil menarik kembali pedang yang tertancap. Sementara itu, Freya terjengkang ke belakang oleh kekuatannya sendiri. Secepat kilat avatarku menyabet tubuh lawannya dengan pedang yang tak terikat, disusul dengan senjata tajam yang satunya.
Tusuk sana, koyak sini. Avatar Olivia terhembalang, luka-luka digital merah tertoreh di sekujur tubuhnya. Dengan satu putaran, Arthur menebas dengan pedang menyilang. Lawannya terempas jauh dengan hit point yang terus menurun.
Kemudian, Freya menyentuh tanah berpasir dengan tubuh yang menghilang menjadi butiran cahaya.
"Pemenangnya adalah Arthur!" seru Diony Shu.
Arena kembali seperti semula dan aku meminta Arthur menjadi pin avatar lagi, lantas ke bangku istirahat untuk mendapatkan beberapa kalori.
"Kau keren, Ren!" Chrys menepuk bahuku seraya memberi sebotol air mineral. Peka sekali dia. Aku segera membuka dan meminumnya beberapa teguk sambil duduk.
"Yeah, seperti biasanya." Aku tidak tahu Chloe sedang menyindir atau tidak, tapi nadanya menyebalkan. "Pertarungan yang sebenarnya dimulai di sini, kurasa?" Mata cokelat almond gadis itu menyipit. "Kau adalah ujung tombak sekarang."
Aku mencomot sereal batang yang disediakan di meja di depan kami. "Ya," aku mengunyah, menelan, kemudian lanjut membalas, "Alva lawan yang kuat, tapi aku yakin bisa mengatasinya. Aku sudah melawannya dua kali, ingat? Tidak ada bedanya dengan sekarang."
"Aku harap kepercayaan dirimu itu tidak menjatuhkanmu," balas Chloe.
"Aku tahu kapasitasku," timpalku. Kuambil lagi sebatang sereal sebelum minum sisa botol yang diberikan Chrys dan berdiri menuju lapangan.
"Bawa piala itu, Kesatria."
Aku tersenyum miring. "Tentu saja, Badut."
Baru beberapa langkah, Pak Ben datang mencegatku. "Arennga," panggilnya. Kami sempat bertatapan dalam hening beberapa saat sebelum akhirnya dia hanya berkata, "Kau yang terbaik." Sambil memberi jempol.
Cuma itu yang dia katakan, tapi sudah membuatku senang.
Aku tersenyum sembari mengangguk. "Tentu saja, Pak."
...
"Pertarungan terakhir!" Diony Shu memberi tahu. "Hasil pertarungan ini akan menentukan siapa pemenang dalam kompetisi ini! Prima Sophia atau Scienta et Social? Siapakah yang akan menjuarai olimpiade ini? Mari kita saksikan! Para Peserta, siapkan avatar kalian!"
Tentu saja pemenangnya sudah jelas, kan?
Aku melemparkan pin avatar ke atas dan Arthur mewujud dari cahaya di dalamnya. Sama halnya dengan Loki—yang berpakaian jubah panjang hijau dengan motif sisik ular, sepatu bot hitam tinggi, sarung tangan sebahu, dan memegang tongkat keemasan dengan ujung melengkung bagai sabit bertatahkan bola kristal biru berkilau di tengahnya.
"Arena, set!"
Rumput-rumput lapangan berubah menjadi pakis-pakis berbagai jenis dan semak-semak yang berserak. Cahaya mewujud pohon-pohon besar dengan kanopi lebar yang hijau, membiarkan sedikit berkas-berkas cahaya menerobos ke balik ranting dan daun. Bunga-bunga dan lumut merambat dan memenuhi batang-batang kecokelatan. Udara segar yang lembap memenuhi rongga hidung dan paru-paru, berbeda 180 derajat dari arena gurun sebelumnya dengan suhu panas menyengat.
Bertarung di hutan biasanya sangat merepotkan karena banyaknya halangan pohon, meskipun bisa jadi perlindungan alami juga. Akan tetapi, aku dan Alva sendiri untungnya berada di ruang terbuka, diapit oleh pohon-pohon raksasa beralaskan rerumputan berbagai ukuran. Namun, beda cerita bila bocah Alafathe itu memutuskan untuk selalu bersembunyi dan memanfaatkan baju hijau Loki sebagai kamuflase di antara cabang dan daun-daun, mengingat betapa liciknya anak itu.
"Mari kita mulai pertarungannya!" teriak Diony Shu.
Inilah saat penentuan.
"Tiga!"
Jantungku rasanya berdebar dengan kencang. Kenapa baru sekarang?
"Dua!"
Apakah karena tahu kemenangan sudah ada di depan mata?
"Satu!"
Seringai tidak bisa kutahan. Aku sudah tidak sabar.
"Arthur, maju!"
Arthur memelesat dan melompat sambil mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Bilah senjata tajamnya mengoyak tanah tempat Loki berdiri sebelumnya. Makhluk hijau itu meloncat menghindar seraya mengacungkan tongkat; melecutkan angin yang langsung ditahan Arthur dengan tameng.
Ini seperti saat Krishna melawan Freya, tetapi dengan pengecutnya Loki bersembunyi di antara daun-daun seperti dugaanku.
"Benar-benar tidak terlihat ...."
Mataku berkeliling awas, memperhatikan setiap pergerakan. Tidak ada binatang atau apa pun itu selain kami, bahkan angin yang bergerak pun bisa saja berasal dari Loki, terlebih karena itu adalah elemennya.
Sesuatu bergerak dari sisi kiriku.
"Arthur, menghindar!" perintahku.
Cairan kehijauan menyembur dan melelehkan rumput dan tanah yang dikenainya. Asap mengepul dari tempat jatuhnya dan aroma serupa asam lambung menguar.
"OH! Serangan balasan dari Loki! Sepertinya dia ingin bertarung sambil bermain petak umpet!"
Aku menutup hidung. Untuk kesekian kalinya, Ascent benar-benar suka hal yang realistis, sampai ke sesuatu yang tidak perlu seperti HCL pekat.
"Arthur, cincang pohon-pohon itu!" Kuberikan Excalibur.
Avatarku berlari ke arah serangan pertama berasal, tetapi cairan asam lain muncul dari arah yang masih tergolong dekat. Arthur melompat menghindar, membiarkannya melelehkan semak, dan menebas pepohonan dalam sekali ayunan.
Batang-batang tumbang, dedaunan beterbangan. Mereka pun terpecah menjadi cahaya, membuat ruang yang lebih lega.
Tidak ada Loki di mana pun, tentu saja. Aku jadi berpikir mungkin saja arena ini memang dikhususkan agar Loki lebih diuntungkan.
Lecutan-lecutan angin bergantian datang. Arthur melindungi diri dengan tameng seraya bergerak ke sana. Pohon-pohon lain berjatuhan, tetapi Loki masih belum terlihat di mana pun.
Mataku terus awas ke setiap sudut, hingga sebuah gerakan besar mengejutkanku tepat dari pepohonan di depan; seekor serigala raksasa yang ditunggangi Alva berukuran mini berbaju hijau.
Makhluk itu meloncat keluar sambil meraung, lantas mencakar Arthur hingga terlempar masuk ke daerah hutan yang lebih lebat.
"Arthur!"
Aku seketika menyusulnya dan dengan mudah menemukannya karena jalur empasan avatarku telah meratakan pepohonan dan tanaman-tanaman lain. Wujud mini diriku tergeletak di dekat batang pohon yang tumbang, berusaha untuk bangkit. Kubantu dia berdiri.
"Ayo, Kawan." Avatarku berdiri dan siap lagi untuk bertarung. "Kita tidak boleh sampai kalah."
Serigala itu berderap dengan taring yang mengilap. Kuberikan dua pedang pada Arthur dan dia pun menerjang cepat. Satu cakar Fenrir mengoyak, tetapi avatarku melompat ke salah satu pohon dan menjadikannya tumpuan untuk meloncat lebih jauh sembari mengayun bilah-bilahnya.
Slash!
Pedang Arthur menebas wajah si serigala sampai hewan itu meronta kesakitan. Kepalanya terangguk-angguk membuat Loki di punggungnya berusaha menstabilkan diri. Kusuruh Arthur untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan. Senjata avatarku mengoyak dan menyayat Fenrir dengan cepat. Luka-luka digital merah melintang di sana-sini. Makhluk itu pun berubah menjadi cahaya, bersamaan dengan skill dua pedang Arthur yang telah habis.
Harus kuakui, dia kuat juga bisa menahan skill Fenrir selama itu.
Loki jatuh dan di belakangnya Alva sudah siap dengan skill lain. Sementara itu, Arthur sudah bersedia dengan tameng dan Excalibur.
Sebelum Alva dapat menyerang, Arthur lebih dulu menerjang. Perisainya di depan menghalau apa pun balasan yang akan Loki lontarkan. Bersamaan dengan itu, Loki mengentakkan tongkatnya ke tanah, memunculkan lingkaran-lingkaran sihir hijau di sekitarnya.
Panah Baldur!
Sulur-sulur hijau keluar dari lingkaran sihir dan membentuk sesosok pria dengan mata putih. Makhluk digital itu melemparkan panah-panah dart pada Arthur, tetapi avatarku dengan sigap menghindar.
Arthur mengelak, menggunakan tameng untuk menghajar beberapa orang-orangan tumbuhan yang terus melemparkan panah. Pun dengan pedangnya yang menyayat dan menyabet secepat kilat. Beberapa panah dart berhasil mengenai tubuh avatarku dan menghasilkan poin kerusakan, tetapi lebih banyak yang dapat dihindari dan dimusnahkan beserta pelemparnya.
"Incar si Loki, Arthur!"
Panah-panah semakin intens, tetapi akhirnya Arthur berhasil menembus pertahanan avatar Alva. Pedang besarnya mengayun, mengoyak tubuh si Penyihir Hijau hingga terpental. Para orang tumbuhan hilang dan panah-panah memelesat tak tentu arah.
"Oooh, sayang sekali Loki tidak berhasil menyelesaikan skill-nya!"
Heh, sayang sekali Loki tidak bisa bergerak ketika melakukan hal itu.
Alva berteriak sambil mengejar avatarnya. Aku dan Arthur menyusul. Kami semua kembali ke tempat pertarungan dimulai.
Sebelum Loki dapat kembali melawan, aku memberi Arthur skill lainnya: Hujan Pedang Level 2.
Si kesatria mungil melompat ke atas sambil melemparkan perisainya. Senjata-senjata tajam lainnya bermunculan di sekitar avatarku. Arthur melemparkan satu dengan cepat, lantas senjata lainnya muncul. Sosok mungil diriku menghujani Loki dengan ribuan bilah-bilah mengilap berpetir yang mengoyak dan menyayat apa yang dikenainya.
Tanah-tanah digital tercungkil, angin yang memelesat mengempaskan daun-daun di pepohonan, percik-percik petir menghanguskan batang serta ranting, dan Loki berteriak saat tubuhnya dihiasi luka-luka digital merah melintang disertai kilatan yang menyetrum.
Satu menit berlalu dan Loki terkapar dengan tubuh berasap. Sayangnya, serangan itu hanya membuat sisa hit point-nya jadi setengah. Arthur mungkin masih lebih banyak, tapi aku sendiri telah terengah karena lelah. Pertarungan terakhir ini benar-benar menguras energiku.
Tidak, sedikit lagi.
Loki akhirnya bangkit. Arthur lekas mendekatinya sebelum dia bisa bersembunyi lagi. Meskipun telah banyak pepohonan yang tumbang, tetapi tempat persembunyian masih banyak tersedia.
"Gunakan tameng untuk menghentikan pergerakannya!" perintahku.
Alat pertahanan Arthur memelesat dan memblokade lawannya. Cepat, aku memberinya skill dua pedang lagi agar dia bisa dengan mudah menyerang. Bilah-bilah di tangan avatarku bergerak laju, lagi-lagi melukai Loki di banyak tempat.
Namun, di satu titik, avatar Alva berhasil menahan salah satu pedang Arthur, mengelak dari pedang yang lain, lantas bergerak mundur sembari menghunuskan tongkat. Serangannya berhasil mengempaskan Arthur beberapa meter dan memberikan poin kerusakan.
Tidak sampai di sana, Loki mengangkat tongkatnya, menghasilkan kumpulan awan yang berkumpul membentuk pusaran.
Jormungandr!
"Arthur, hentikan dia!" pintaku sambil mempersiapkan skill ultimate Arthur sendiri.
Akan tetapi, Jormungandr keburu muncul dari balik awan. Moncong panjangnya membuka lebar mengancam kami tatkala hewan raksasa digital itu terjun mengular. Hanya dalam hitungan detik, makhluk itu telah menapak tanah dengan debum yang menggetarkan bumi dan raung yang memekakkan telinga.
"Sang Ular Ragnarokr telah muncul!" tegas Diony Shu dengan nada tegang. "Akankah dia dapat mengalahkan Arthur?"
Para hadirin menyoraki pernyataan sang pembawa acara.
Tentu saja bisa!
"Arthur, menghindar!" titahku ketika Jormungandr menyerang.
Arthur berlari melingkar di sisi-sisi lapangan yang berbatasan dengan hutan, sementara aku lanjut menyiapkan skill. Pohon-pohon tumbang terkena lintasannya. Beberapa kali avatarku balik menyerang, tapi hal itu tidak terlalu berarti. Dia dengan mudahnya terempas oleh sapuan ekor Jormungandr.
Tidak apa. Sisa hit point-nya sudah lebih dari cukup.
"Arthur, bersiap!" Wujud mini diriku bangkit lagi, lantas mendekat padaku. "Sekarang!"
Si kesatria mungil mengangkat pedangnya ke atas. Tanah bergetar dan ratusan tombak bermunculan memenuhi arena. Ular Loki tertusuk hingga menggeliat-geliat. Setiap dia bergerak, tombak baru muncul merobek tubuhnya membuat luka digital merah yang melintang.
Aku tersenyum. Tidak, tidak hanya sampai sana.
Ujung-ujung tombak bersinar dan memancarkan kilat-kilat listrik. Percikannya menyebar dan menyatu dengan percik-percik di sekitarnya, membentuk serupa jaring laba-laba yang berkilat-kilat menyetrum.
Jormungandr semakin menggeliat ingin membebaskan diri. Sama halnya dengan Loki yang menjerit dan menari seperti cacing kepanasan.
Namun, acara puncaknya baru saja dimulai.
"Arthur, habisi dia!"
Arthur mengayunkan tongkatnya ke udara dan muncullah ribuan pedang yang melayang di sekeliling arena, siap menghantam lawannya hingga tewas. Dengan satu tebasan ke tanah, pedang-pedang itu meluncur secepat kilat ke arah Loki dan Jormungandr. Setiap pedang yang meluncur menebas angin dan mengoyak dedaunan menjadi dua. Setiap senjata yang menghantam tanah menggetarkan arena dan menghasilkan suara yang memekakkan telinga.
Teriakan avatar Alva dan peliharaannya berpadu dengan sorak-sorai serta seru penonton.
Satu menit penuh ketegangan akhirnya berakhir. Jormungandr berkilauan bak permata dan akhirnya terpecah menjadi cahaya. Namun, pertarungan ternyata belum berakhir.
"Uwhooo! Loki berhasil selamat" Diony Shu.
Tidak akan bertahan lama.
"Arthur, serangan terakhir!" Kuberikan Excalibur sebagai pamungkas.
Arthur melaju cepat mendekati avatar Alva. Loki bangkit melawan, tetapi dampak dari skill ultimate Arthur sebelumnya masih belum hilang. Tubuh penyihir hijau itu oleng dan sangat mudah dihajar. Koyak sana, sayat sini. Dengan satu ayunan keras avatarku mengempaskannya ke langit dan membantingnya kembali ke tanah dengan debum yang keras.
Hit point-nya habis, dan makhluk digital itu terburai jadi cahaya kekuningan.
Sudah selesai.
"PEMENANGNYA ADALAH ARTHUR!"
Tepuk tangan dan sorak penonton lantas berdengung bersahut-sahutan seiring arena yang kembali seperti semula. Siulan serta seruan "Scienta et Social" bergaung di sepenjuru stadion diiringi lagu kemenangan. Kumpulan drone-drone bercahaya terbang ke langit membentuk kembang api buatan dengan efek-efek suara.
Chloe, Chrys, Mischa, dan Pak Ben masuk ke lapangan.
Chrys langsung memelukku sambil berkata, "Kau hebat, Ren! Seperti dugaan kami! Tidak salah kalau kau jadi pemimpin dan ujung tombak kami!"
Aku memeluknya balik. Kuusap-usap punggung anak itu hingga dia melepaskanku sendiri.
Chloe gantian yang memberiku selamat. "Kau berhasil membawa kemenangan, Kesatria, seperti janjimu," ucapnya dengan senyum lebar, lalu dia memukul keras perutku dengan punggung tangan sampai aku mengaduh. Refleks, aku mengusap perut.
Untuk apa dia melakukan itu? Kubalas dia dengan tatapan sinis.
Mischa ikut menyelamati juga. "Arennga, selamat," katanya singkat. Suaranya terdengar jelas dan tegas di antara musik kemenangan.
Aku balas dengan senyum sambil mengangguk.
"Arennga." Sebuah tangan menyentuh bahuku, aku refleks berbalik. "Selamat atas kemenanganmu."
"Kemenangan kita," aku mengoreksi. "Semua tidak akan berhasil tanpa bantuan Bapak."
Pak Ben melihat kami satu per satu. "Bapak bangga pada kalian." Dia memelukku, menarik Chrys dalam rengkuhannya, dan mengisyaratkan Chloe dan Mischa untuk ikut. "Bapak sangat bangga," ulangnya.
Diony Shu dan Minerva Athene berseru bersamaan. "Mari kita sambut pemenang olimpiade ini, Scienta et Social!"
Kami melepas pelukan dan bersama-sama menghadap ke para hadirin. Kukepalkan tangan ke udara sebagai tanda kemenangan.
~~oOo~~
A/N
Berakhir! Akhirnya semua pertarungan sudah selesai!!! AAAAA!
Setelah bertahun-tahun, akhirnya tahun ini bisa selesai. Meskipun pertarungan akhir ini tidak semeriah pertarungan-pertarungan sebelumnya di sepanjang cerita ini, aku memprioritaskan selesai lebih dulu. Jadi paling nanti diedit lagi biar lebih meriah (kalau kuat).
Bab depan adalah bab terakhir sebelum epilog.
...
Diterbitkan: 19/01/2025
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top