Bab 44

Sebelum pertarungan ketiga, Chloe memilih istirahat dengan banyak minum minuman manis, makan kue-kue bergula yang dapat menyebabkan diabetes dalam sekejap—yang uniknya adalah gula darah gadis itu selalu stabil—dan menghabiskan dua potong hotdog ukuran sedang. Dia melakukan itu dalam waktu sepuluh menit yang membuat kami semua keheranan. Sudah seperti seorang juara lomba makan saja.

"Oke, aku sudah siap!" katanya, lalu kembali ke lapangan tepat saat pemberitahuan untuk segera bersiap berdengung.

Chloe telah di posisi, dan kini lawannya adalah Aryza. Dengan percaya diri gadis itu menelengkan kepalanya ke arahku sambil berkata, "Kalau kau tidak mau menghadapi semua lawan sekaligus, biar aku saja!"

"Ck." Aku mengerling. "Lakukan saja kalau memang bisa," balasku sambil bersedekap. Sekuat-kuatnya gadis itu, dia punya batas, begitu pun denganku. Lama-lama otaknya juga akan sakit karena dipakai berpikir terus.

Chrys mendekatkan mulutnya ke telingaku. "Kau yakin dia bisa melakukannya?" bisik anak itu.

Aku mengangkat bahu.

Chloe sudah sedia dengan Clowny dan bisa bertempur kapan saja. Sementara itu, Aryza mengeluarkan Merlin yang berjubah panjang biru tua dengan tudung menutupi wajahnya. Makhluk digital itu memegang tongkat kayu yang berpuntir dan berujung bulat. Kalau Merlin versi tokoh cerita rakyat terdapat versi mudanya, mungkin dia akan terlihat seperti Aryza; tanpa jenggot, tegap, dan lebih segar ... dalam versi chibi. Sayang sekali dia tidak jadi lawanku, kalau iya, itu akan jadi pertarungan raja dan penasihatnya.

"Arena, set!" seru Diony Shu.

Rumput-rumput lapangan berubah menjadi lebih berwarna; hijau tua, hijau muda, kecokelatan kering, dan tanah cokelat tua. Pohon-pohon akasia ramping berkanopi lebar tersebar di beberapa tempat sama halnya dengan ilalang serta tanaman semak lainnya.

Hitung mundur dimulai lagi. "Satu!"

"Ayo, Clowny!"

Clownya menerjang dengan bola-bola di tangan. Dia menghindari lecutan-lecutan petir dari Merlin. Di permulaan ini, gerakan badut itu masih sama seperti saat melawan Vivian. Setelah melempar bola yang langsung dihindari oleh lawannya, senjata Clowny berganti menjadi pisau besar ganda.

Aryza tampaknya sudah mengira ini. Dia memberi Merlin skill petir dengan lingkup kerusakan area. Awan-awan bergulung pekat di langit dengan kilat-kilat listrik, lalu hujan petir seketika menyambar tanah di mana Clowny berada. Avatar Chloe seketika terpenjara dalam sekumpulan pilar-pilar petir yang bergerak-gerak sambil menjerit.

Petir-petir yang mengenai pohon dan daun membuatnya terbakar seketika.

Clowny teronggok berasap. Chloe memanggil-manggilnya dan makhluk digital itu pun bergerak, lalu menghindar tepat ketika lecutan petir Merlin menyerangnya lagi.

"Terus dekati dia, Clowny!" seru Chloe.

Clowny bergerak laju. Dia menggunakan pohon-pohon sebagai tameng ketika serangan petir lainnya muncul. Seperti kera, avatar Chloe memanjat pohon dengan cepat, lantas meloncat sambil melemparkan bola-bola warna-warni.

Merlin menyerang lagi, dan kini tongkatnya berubah menjadi pegangan cemeti dengan petir sebagai cambuknya. Pucuk-pucuk pohon dan dedaunan terbakar ketika "tali" petirnya melecut-lecut secara berputar, membatasi pergerakan Clowny yang melompat antar pohon.

"Benar-benar seperti sirkus dengan Merlin sebagai pawangnya!" komentar Diony Shu.

Sedikit banyak aku ingin tertawa seperti penonton yang lain, tetapi sepertinya hal itu akan menurunkan semangat Chloe yang menggerak-gerakkan alisnya dengan jengkel.

"Ayo, Badut, tunjukkan kalau kau yang menguasai arena." Aku memberinya dorongan semangat.

"Diam dan jangan banyak omong!" balasnya berapi-api sambil menunjukku.

Aku tersenyum miring seraya melipat kedua tangan di depan ada. "Itu baru namanya semangat."

Pohon tempat sembunyi Clowny terbelah dua karena lecutan petir. Si badut lantas keluar dari persembunyian dengan obor dan botol minyak tanah di tangan. Dengan cepat, bola-bola api meluncur dari mulutnya dan mengarah pada Merlin.

Merlin berhasil mengelak, tetapi bajunya terbakar dan menerima poin kerusakan. Tanpa ampun, Chloe memberi avatarnya skill lidah api. Kobaran si jago merah yang seperti keluar dari flamethrower membakar segala yang ada dalam jalurnya termasuk pohon, semak, dan tanah. Avatar Aryza lari berputar menghindari amukan lawannya. Dia menembakkan petir berulang kali, tetapi api serta-merta melahapnya.

"Kau tidak akan bisa lari dari ini!" teriak Chloe.

Lidah api berhenti. Clowny melompat mundur ke dekat majikannya, lalu bola-bola api kembali terlempar dari mulutnya. Bola-bola api yang menyentuh tanah seketika membentuk tornado api. Seiring bola-bola yang yang jatuh di tempat yang sama, semakin besar pula tornado api itu. Hawa panas menerjang. Keringatku sampai bercucuran. Arena terasa penuh dan sesak karena badai api Clowny. Hanya ada warna merah dan Jingga sejauh mata memandang.

"Skill api yang sungguh luar biasa!" teriak Diony Shu, diiringi sorakan penonton yang antusias. "Panasnya bahkan terasa sampai kemari!"

Merlin benar-benar terkurung dalam badai api. Namun, ketika api telah sepenuhnya hilang dan hanya menyisakan asap dan beberapa area yang terbakar, avatar Aryza masih bertahan dengan tubuh compang-camping, jelaga yang menempel di sana-sini, dan asap yang mengepul keluar dari tubuh. Tidak heran dia bisa bertahan karena mungkin grinding nilai di latihan sebelumnya. Namun, hit point-nya memang terkuras banyak.

Chloe tersenyum tertantang, seperti sudah menduga hal ini. Dia memberi Clowny skill dua pisau besar untuk kesekian kalinya.

Clowny menerjang dan sekarang pertarungan jarak pendek pun terjadi. Dia menyabetkan senjatanya, tetapi Merlin menahannya dengan tongkat. Namun, Clowny lebih diuntungkan dibanding Merlin yang tipe mage jarak jauh. Badut itu mundur hanya untuk mengoyak lawannya lebih dalam.

Merlin tidak beruntung sama sekali. Ketika dia terlempar dan hendak bergerak, avatar Chloe langsung mengoyaknya lagi sampai luka digital tertoreh di sana-sini. Sebagai penutup, badut itu melompat dan menghadiahinya lidah api. Cahaya kekuningan terpencar di antara kobaran dan setelah tidak ada lagi si jago merah yang terlihat, begitu pula Merlin.

Hening menyelimuti sebelum akhirnya para penonton bersorak girang.

"Pemenangnya adalah Clowny!"

Arena pun kembali seperti semula.

Chloe jatuh terduduk dengan kedua tangan menopang tubuh di belakang punggung. Belum sempat aku mengatakan apa-apa, dia sudah menyambar duluan. "Tinggal dua lagi, biarkan aku tangani sisanya," katanya sambil menyeringai, tapi kentara sekali dia kelelahan dengan napas yang tidak stabil dan keringat yang bercucuran.

"Setidaknya istirahat dulu," balasku.

"Ya, ya, berhentilah bawel." Tangannya mengibas mengusirku, tapi segera kutangkap. Gadis itu memicing.

"Sepertinya kau butuh bantuan." Aku menariknya sampai dia berdiri.

"Tidak butuh," timpalnya sambil melenggang pergi dengan sempoyongan. Tentunya pertarungan itu tidak hanya menguras mental, tetapi juga berpengaruh pada fisik.

Aku mengikutinya dengan Chrys di sampingku.

"Aku ingin jadi sehebat Chloe," bisik si Anak Pirang.

"Percayalah, kau juga sudah hebat saat ini," sahutku. "Gadis itu bisa sampai di titik ini juga karena banyak insiden yang menyertainya. Dan aku tidak ingin itu terjadi bersamamu."

Menjadi seperti Chloe artinya hampir membakar sekolah dan dihukum bersama. Aku tidak bisa membayangkan orang sebaik Chrys melakukan tindakan yang hampir mengeluarkan kami dari sekolah tersebut. Sudah cukup satu Chloe, jangan ada lagi dengan gender yang berbeda pula.

...

Chloe vs Olivia.

Mungkin ini adalah salah satu pertarungan yang sudah ditunggu-tunggu, pertarungan antara dua gadis yang sama-sama kuat dan cukup diperhitungkan.

Chloe membunyikan buku-buku jari, lalu mengibas-ngibaskan tangannya. Kakinya lari di tempat penuh semangat. Gadis itu menggerak-gerakkan pinggang dan kepala seperti atlet maraton yang siap memelesat ketika pistol dibunyikan.

"Aku bukan ingin mendoakanmu gagal, tapi mengingat lawanmu kali ini adalah Olivia dan hit point Clowny tinggal setengah, aku hanya ingin bilang selamat berjuang," ucapku.

Gadis itu mendengkus. "Aku tidak butuh kata-kata penyemangat seperti itu," semburnya. "Kalau kau tidak tahu caranya menyemangati, lebih baik diam!"

Aku mengerling, menjauhi tatapan menghakiminya.

Chrys mencoba mencairkan suasana beku di antara kami. "Chlo, semangat ya, aku tidak sabar melihat tornado apimu lagi."

Si Badut Konyol tersengih. "Jangan khawatir, aku tidak akan mengecewakanmu!"

"Para peserta, siapkan avatar kalian!"

Olivia melemparkan pinnya dan muncullah dari cahaya sosok mungil dirinya. Freya berambut pirang panjang dikepang yang jatuh ke sisi kanan. Kepalanya memakai helm dengan hiasan sayap putih di kedua sisi. Dia memakai zirah perak berjubah kulit sambil menggenggam tameng kayu bulat dan pedang.

Clowny badut juga sudah siap dengan bola warna-warninya.

"Arena, set!"

Rerumputan merah seketika mengelilingi kami. Bebatuan tersebar di mana-mana dan hanya ada sedikit pohon pinus yang terlihat. Suhu menjadi agak dingin sampai bulu-bulu di lenganku berdiri.

Hitung mundur terjadi ketika kedua pemain sudah siap, kemudian pertarungan dimulai.

"Akan kuhangatkan kau!" teriak Chloe.

Clowny dari awal sudah mempersiapkan obor dan botol minyak di tangan. Sementara itu, Freya melompat lebar-lebar mendekati lawannya. Saat bola-bola api meluncur dari mulut Clowny, Freya menangkis dengan tameng dan terus memperpendek jarak.

Clowny terus meloncat-loncat sambil menembak bola api, tetapi saat avatar Olivia menembus kobaran bulat yang memelesat dengan tamengnya, dia menyabet Clowny dan melemparkannya sampai terguling-guling.

Tanpa jeda, Freya menerjang lagi, tapi Clowny berhasil menangkisnya dengan dua pisau besar. Saling koyak, sabet, dan tangkis silih berganti tak terelakkan. Namun, kentara sekali Clowny kewalahan. Badut itu lagi-lagi terlempar jauh. Pakaian merah polkadotnya menyaru dengan rerumputan.

Chloe menggunakan kesempatan itu untuk memberikan Clowny lidah api. Freya terlambat mengelak dan terdorong oleh semburannya. Tepat ketika serangan Clowny berhenti, rantai berduri mengikat tubuhnya.

Dengan brutal, Clowny dibanting-banting menghantam tanah, batu, dan rerumputan. Luka digital menganga di sana-sini saat skill Freya selesai. Hit point-nya bahkan sampai tersisa sedikit. Rahang Chloe menegang, mungkin tahu dia tidak akan menang di babak ini.

Clowny berusaha berdiri. Di genggamannya lantas muncul dua cincin api raksasa. Dengan cepat, makhluk digital itu melemparkannya seperti cakram ke arah Freya. Namun, serangan Clowny lagi-lagi dapat ditangkis dengan mudah dengan kumpulan pedang melayang yang membentuk kipas. Cincin-cincin terlempar, kembali, dan terlempar lagi, tetapi semua berhasil ditahan, dilewati, dan dilemparkan balik pada pemiliknya.

Freya menyerang balik. Olivia kini memberinya tombak berkapak. Avatar berzirah perak itu berlari hingga jubahnya berkibar-kibar. Dia menggunakan tombaknya sebagai poros, lantas melompat seperti atlet lompat galah sambil menendang lawannya.

Avatar Chloe terbanting lagi, tetapi kini Freya mengakhirinya dengan satu ayunan besar tombak berkapaknya. Seketika itu juga, hit point Clowny menjadi nol, lalu dia menghilang menjadi cahaya.

"Pemenangnya adalah Freya!"

Penonton bersorak. Arena kembali seperti semula.

Aku tidak menyangka pertarungan dengan Olivia akan sesingkat itu.

Chloe jatuh menumpu lutut. Aku buru-buru menghampirinya karena dia tampak oleng. Kuperintahkan Chrys mengambil pin avatar Chloe yang ada di tengah lapangan.

"Pertunjukkan yang bagus untuk seseorang yang sudah melawan dua orang sebelumnya," kataku sambil memegang lengannya. Tumben sekali dia tidak melawan dan hanya tersenyum miris. "Lain kali tidak perlu omong besar."

"Heh," balasnya. Saat dia berdiri, kakinya tidak bisa menumpu dengan stabil.

Aku buru-buru menahan pundaknya sebelum badut itu jatuh. "Haruskah kugendong kau?" tanyaku setengah bercanda.

Chloe meringis sambil memegang kepalanya, pastinya sakit karena menggunakan otak terlalu intens. Gadis itu akhirnya menjawab, "Tidak perlu. Papah saja aku ... jangan lepaskan aku."

Dan itulah yang kulakukan. Kami berjalan beriringan dengan Chrys yang mengekor. Ketika sampai, Chloe buru-buru melepaskan diri dariku dan memeluk Mischa erat. Pak Ben dengan sigap memberinya botol air.

Chrys mengembalikan pin Chloe pada pemiliknya. Anak pirang itu kemudian menumpu pandang pada Tim Ascent di seberang. "Giliranku, ya?" tanyanya retoris.

Aku mengangguk meskipun Chrys tidak bisa melihatnya. "Kau tidak apa-apa, kan, menghadapi Olivia?"

Chrys menatapku dan tersenyum sampai mata birunya terpejam. "Kenapa juga aku harus takut, kan?"

Tidak. Aku hanya teringat pada awal perjumpaan kami. Gadis itu seperti berusaha masuk ke pikiranku sampai kepalaku sakit. Dia seperti memiliki kekuatan pikiran yang dapat menembus kepala sebagaimana para Alafathe di luar sana. Siapa yang tahu apa yang sudah dilakukannya pada Chrys ketika mereka berkencan?

Aku memegang bahu anak berambut pirang itu. "Kau sudah melihat bagaimana Olivia menyerang. Kita juga sudah tahu bagaimana ultimate skill–nya—itu pun kalau dia tidak memiliki ultimate lain. Setidaknya, kita punya gambaran besar bagaimana dia akan menyerang, meskipun dia juga sama."

Chrys mengangkat alisnya, menyadari bahwa kata-kataku sepertinya berputar-putar.

"Tenang saja, Ren," timpal anak itu tersenyum. "Aku akan berusaha sekuat tenaga."

Pasti.

~~oOo~~

A/N

Kerasa pendek? Itu karena aku ingin segera membereskan ini dan segera masuk ke pertarungan terakhir.

...

Diterbitkan: 10/10/2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top