十六 ; jaku niku kyō shoku

the weak are meat; the strong eat
.......................................

Kano, gadis naif berusia tujuh belas tahun, baru menyadari sesuatu.

Ini sudah satu bulan berlalu sejak ia pertama kali terbangun di kondominium mewah ini. Artinya sudah bulan November dan ia tidak tahu pasti tanggal berapa, tetapi pemanas mulai dinyalakan. Apa mendekati Desember? Karena ketika pemanas dimatikan dengan tidak mempedulikan rasa kemanusiaan, ruangan yang ditempatinya menjadi dingin sekali.

Dari mana Kano tahu sudah berlalu sebulan? Naoki yang memberitahunya. Katanya, Kano hebat karena bertahan sejauh itu.

Orang gila.

Terlalu banyak orang gila disekitar Kano yang memungkinkannya menjadi gila juga. Kano mengakui kehebatan akting Naoki selama ini, berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.

Mari kita jelaskan satu-satu.

Pertama, orang yang paling dekat dengan Kano dan telah bersamanya bahkan sebelum ia sendiri lahir. Ibunya. Fujii Yukino. Wanita itu workaholic dan sedikit temperamental saat Hikaru Takumi, suaminya, meninggalkannya. Sebenarnya bukan seratus persen salah Takumi mengingat wanita ini ikut ambil bagian juga. Ia mata duitan dan rakus kalau mengenai uang. Ia bahkan pernah mengambil uang belajar Kano yang dikumpulkan Takumi selama berbulan-bulan untuk kehidupan sosialnya. Lama-kelamaan, ia menjadi semakin gila. Takumi meninggalkannya. Tetapi, Kano tidak tahu soal ini, ia mengira Takumi adalah ayah yang jahat. Yukino divonis DID atau bisa disebut double-identity-disorder oleh psikolog yang menanganinya. Pernah suatu hari Yukino juga mendatangi psikiater, tetapi, psikiater itu bilang bahwa kelainan Yukino bukan kelainan saraf melainkan mental. Awalnya, Yukino tidak bisa mengendalikannya, namun, berkat sahabat baiknya, Takahashi Hodaka, ia bisa melaluinya dan mengendalikan kelainannya. Kepribadiannya yang lain selalu muncul saat ia benar-benar merasa lelah atau stress dan akan membanting barang-barang. Kano sudah terbiasa dengan itu. Ia akan mengunci diri di kamar, mendengar jeritan demi jeritan yang ibu kandungnya itu layangkan.

Kedua, orang terdekat kedua dengan Kano setelah Yukino adalah, kita katakan saja Takahashi Haruto. Laki-laki tampan dan jenius idaman semua perempuan. Ia berusia tujuh tahun saat bertemu Fujii Nakano di pantai pinggir Okita dan hampir terseret ombak kalau saja gadis itu tidak berusaha menariknya dan kehabisan tenaga menyelamatkannya. Baginya, Nakano adalah malaikatnya. Tapi, siapa yang tahu? Jika bagi ia Nakano adalah malaikatnya, kenapa ia menyakiti malaikatnya sendiri? Tidakkah itu aneh? Yah, perilaku yang wajar dari seorang Haruto mengingat lelaki itu gila sejak kecil. Apa yang membuatnya gila? Apa, ya, fakta bahwa ia mencintai Nakano, tetapi, malah menyakitinya? Apa hubungannya dengan Hayashi Momiji? Tidak tahu. Kano ingat dalam sepenggal memori masa lalunya, bukan hanya ia yang menyelamatkan Haruto, tapi, bersama tiga gadis mapel yang lain juga. Tetapi, kenapa Haruto bilang, Kano menyelamatkannya sendirian? Siapa yang benar?

Ketiga, orang terdekat Kano setelah Haruto. Takahashi Akira? Karena mereka telah beberapa kali bermain playstation bersama meski Kano buruk dalam hal itu. Akira orang yang tidak gampang ditebak, sih, menurut pemikiran Kano. Secara pria kecil itu jarang menceritakan keluh kesahnya saat keluarga Takahashi dan Fujii makan bersama, bertolak belakang sekali dengan Haruto yang tidak hentinya cerita walau mulutnya masih mengunyah. Akira itu pendiam sejak kecil, jadi Kano tidak tahu perasaan lelaki itu padanya. Sepintas kalau mereka jalan bareng, mereka terlihat seperti kakak-adik. Akira kakaknya. Dan soal apakah lelaki ini gila atau tidak, tunggu beberapa saat lagi. Kalau ia tidak menunjukkan perilaku aneh, maka ia satu-satunya orang yang waras di keluarga Takahashi. Tetapi, Akira pernah satu kali membuat Kano bingung dengan umurnya yang sebenarnya. Kano tidak yakin Akira berusia enam belas tahun, setahun dibawahnya, sebab ia sendiri tidak pernah melihat kartu identitas miliknya walau hanya sekali.

Keempat, mungkin Yoshida Aki? Mereka mengobrol selama berminggu-minggu saat Kano dirumah sakit, dan Kano selalu masuk rumah sakit. Entah pingsan, entah amnesia, entah menerima kekerasan, semua pernah dilaluinya. Sebut saja satu kecelakaan dan Kano akan menjawab, "Aku sudah melaluinya." Kano baru ingat ia juga pernah mengalami kecelakaan mobil sewaktu usianya enam tahun? Kano tidak yakin. Namun, perasaan familiarnya pada Aki tidak bisa dipungkiri. Ia merasa pernah melihat Aki di suatu tempat, di suatu waktu. Aki juga pernah membuatnya bingung dengan memarahi Naoki, Haruto, dan Akira secara bersamaan karena membuat Kano pingsan untuk kesekian kalinya. Adegan marah-marah memang bukan hal yang salah, sih, tetapi, bukan juga benar. Hubungan mereka sedekat apa, Aki dan Kano? Apa di masa lalu mereka pernah bertemu? Kenapa Aki bertingkah seakan mereka pernah?

Kelima, Nakamura Arata. Kano menyimpulkannya seperti itu karena mereka pernah bersama selama berbulan-bulan walau sekali lagi, Kano tidak yakin. Ada bagian dari diri Kano yang merindukannya, yang terasa aneh sekali sebab Kano tidak menemukan ingatannya bersama Arata. Sewaktu bertemu Arata di pecinan dulu, Kano merasa sesak. Ia tidak paham, kepalanya pusing, entah kenapa. Ah, Kano ingat ia melihat Arata bersama dengan Tanaka Aoi. Apa hubungan Ao dengan Arata? Kano bingung. Bukankah lelaki itu pernah bilang, ia tidak ada waktu untuk selingkuh karena sibuk belajar? Apa semua perkataannya bohong?

Kano berhenti memikirkan analisisnya karena pintu kamar terdengar dibuka. Kano menatap datar pada presensi yang membuatnya mati rasa akhir-akhir ini karena telah mengurungnya selama sebulan. Kano tidak bisa berhenti menebak, untuk apa sebenarnya Naoki memperlakukannya begini? Suara hatinya terasa lancar sekali mengatakan bahwa Naoki menyukainya. Tapi, otaknya tidak kalah lancar dalam mengutuk Naoki diam-diam di kepalanya.

"Kau tidak menghabiskan makananmu?"

Kano bergeming. Ia memilih tidak menjawab.

Dan seperti biasa, lelaki itu hanya akan menghela napas dan mengambil nampan di samping ranjang Kano. Makanan yang sama selama berhari-hari membuat Kano muak. Pangsit dan ramen, lalu susu vanila, hanya itu saja. Bagaimana Kano tidak memakannya? Batinnya mengatakan ia akan membantah terus supaya Naoki melepaskannya, dengan tidak memakan makanan yang diberikannya. Tapi, perutnya menolak, dan Kano akan menahannya. Meski Naoki tahu Kano sudah tidak makan tiga hari, lelaki itu juga tidak memaksa Kano memakannya seperti hari kedua Kano berada di kondominium ini. Rasanya sudah lama sekali hari itu terjadi.

Eru pernah datang kesini. Tidak—bukan ke kamarnya, gadis itu tetap di luar kamar itu. Kano sedang merutuki nasib dan bersandar di pintu saat melihat sinar merah di sudut kamar tidak lagi berkedip. Dan setelahnya Kano mendengar suaranya, vokal Watanabe Eru yang halus sekali seolah-olah sedang menenangkan seseorang. Tidak salah, mendengar barang-barang pecah yang sepertinya dibanting selanjutnya. Kano sudah terbiasa sekali mendengar bantingan barang-barang, tapi, kenapa ia harus selalu mendengarnya? Tuhan selalu membuatnya mendengarnya.

Terakhir, apa keluarganya tidak ada yang curiga sedikitpun? Kalau pun iya, kenapa mereka tidak melapor polisi? Padahal sudah genap hari ke tiga puluh satu ia di sini.

Ah, Kano lupa.

Bukankah keluarga Watanabe kaya sekali? Tentu saja polisi tidak bisa berkutik.

Kano menggigiti jemarinya. Terkekeh hambar mengetahui lelaki itu bersandar di kusen pintu, mengamatinya. Tahu harus melakukan apa, Kano menyodorkan kedua tangan serta kakinya yang dirantai, yang membuat lelaki itu mendekat dan membuka kuncian rantai itu. Kano beranjak dari ranjangnya untuk memasuki kamar mandi. Saat sedang asyik berendam, Kano mendengar keributan diluar kamarnya.

Kano pikir Naoki kembali membanting barang-barang, tapi, saat Kano keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai pakaian lengkap, matanya membola melihat pintu kamarnya terbuka.

Kano melangkah keluar kamar dengan cepat. Meski interior diluar sangar mewah, Kano tidak ada waktu untuk mengaguminya. Sebab ia melihat Haruto berkelahi dengan Naoki, sengit sekali.

Bukannya melerai, Kano dengan santainya duduk di sofa dan tidak mempedulikan mereka. Menghidupkan televisi, menghasilkan suara berisik yang mampu menghentikan perkelahian Haruto dan Naoki.

"Sudah habis tenaga?"

Ujarnya. Meski Kano terlihat baik-baik saja, ia sebenarnya sedang ketakutan setengah mati. Apalagi ketika dua lelaki yang bertengkar tadi muncul di hadapan Kano, menghalau Kano untuk menonton acara pagi ini dengan tenang.

"Kau baik-baik saja?"

Haruto bertanya. Kano merotasikan bola matanya. "Kau bodoh atau apa?"

Tawa tertahan Naoki terdengar jelas. Lelaki itu mengubah ekspresinya ke awal lagi.

"Kau hebat juga, ya."

"Apanya?"

Kano mendengkus jengah. Sesaat setelahnya memotong jawaban Naoki, "Uh, jangan katakan."

"Terserah."

🍂

Situasi canggung apa ini?

Eru bergabung makan malam. Yang lebih membuat Kano terkejut, Haruto bisa bersikap baik-baik saja setelah tidak bertemu dengannya selama satu bulan. Kano mulai berpikiran buruk dengan menduga Haruto ikut andil dalam kejadian pengurungannya. Tapi, itu tidak masuk akal mengingat ia melihat Haruto dan Naoki bertengkar hebat tadi pagi.

Kano menghela napas.

"Ada apa, kak?" Kano mendongak, mendapati wajah rupawan Eru yang cemas. "Apa makanannya tidak enak?"

Apa Kano harus menjawab? Ia memilih mengabaikan Eru. Ya, memang seharusnya begitu, 'kan? Kano tidak salah. Harusnya.

Eru meletakkan sumpitnya, membuat semua perhatian tertuju padanya. "Maafkan aku. Aku tidak seharusnya membuat kakak begini. Maaf."

Kano menahan napasnya. Tidak ingin menjawab. Ia mengikut meletakkan sumpitnya dan beranjak dari duduknya. "Aku ingin pulang," pintanya kepada Haruto.

Naoki diam, tidak mengatakan apapun.

Apa itu berarti persetujuan? Kano tidak tahu. Kenapa semua orang berusaha membuatnya frustasi seperti ini, sih?

"Habiskan dulu makananmu," balas Haruto kalem.

Kano menggeleng. "Aku ingin pulang, sekarang!"

Haruto merapikan makannya yang tersisa setengah. "Kami pamit pulang. Terima kasih atas makanannya."

Eru buru-buru berdiri, "Eh, apa perlu aku antarkan?"

"Tidak." Haruto menjawab dingin.

"Ah, baik."

Kano meraih lengan Haruto dan membawanya ke pelukannya, menunduk takut-takut. Ia membungkuk, "Permisi." Lalu menegakkan badannya lagi begitu melihat Eru ikut membungkuk.

Mereka berjalan menuju pintu kondominium dan keluar dari sana.

Kano masih memegangi lengan Haruto meski mereka sudah sampai basement parkiran.

"Kano ...."

Kano berjongkok dan menangis keras. Tangisannya menganak sungai dan tidak berhenti-berhenti. Haruto tersenyum simpul, membungkuk sedikit, mengelus kecil kepala Kano. "Sudah tidak apa-apa, kau sudah diluar," lirih Haruto menenangkan Kano. Ia harus menunggu lima menit sampai tangisan Kano berhenti dan gadis itu berdiri lagi.

Ia masih sesenggukan. "Omong-omong, kenapa kita ke parkiran?"

"Bibi yang mengantarku kesini," kawab Haruto lugas. Ia menuntun Kano menuju mobil tempat Yukino berada.

Kano tertegun. Ibunya punya mobil?

Setahunya, beli mobil itu mahal. Bukan setahunya, pengetahuan umum itu. Apalagi mendapat SIM di Jepang cukup susah karena peraturannya ketat sekali. Belum biaya yang dihabiskan untuk membuat SIM biasanya mencapai 330.000 yen, Kano mendengar rumornya begitu. Ia bertekad untuk tidak punya SIM selamanya.

Yukino jadi orang kaya mendadak atau bagaimana?

Mereka berhenti di depan satu mobil. Kano menghela napas lega. Mobilnya hanya mobil sedan rata-rata yang dimiliki banyak orang, jadi ia taksir harganya masih bisa dimaklumi.

Kano hendak membuka pintu depan di sebelah kiri sebelum Haruto mencegahnya dan menyuruhnya duduk di kursi belakang. Kano menurutinya, begitu ia membuka pintu mobil bagian belakang, ia menemukan Yukino menatapnya nanar dan menggeretnya masuk mobil. Selanjutnya, Yukino memeluk Kano erat-erat seperti tidak ada hari esok dan posisi itu terus bertahan dengan Haruto yang menunggu sesi berpelukan mereka selesai.

"Anakku tidak apa-apa?"

Tanya Yukino, melepaskan pelukannya. Kano mulai menangis lagi, kali ini lebih pelan. "Ibu," panggil Kano dalam tangisnya. "Aku takut sekali, hiks," Kano kembali meraih ibunya dalam pelukannya.

"Kau sudah keluar, kau aman, semua akan baik-baik saja," gumam Yukino lebih ke memberi perasaan 'melindungi' pada Kano. Kano mengusap air matanya.

"Ibu, aku takut sekali," cicit Kano, masih setengah memeluk ibunya.

Yukino menarik sudut bibirnya. "Tidak apa, Ibu sudah disini."

Kano mencebikkan bibirnya. "Aku mau makan," ujarnya manja.

Yukino mengelus-elus lengan Kano. "Ingin makan apa?"

"Apa saja, coklat juga boleh, aku sedang ingin makan coklat," Kano mengiming-imingi Yukino, membuat ibunya itu tertawa kecil.

"Baiklah. Coklat, ya?" Yukino terlihat berpikir, sepertinya memikirkan restoran yang menu utamanya adalah coklat. "Kalau begitu, Haruto, tolong antarkan kami ke Snowy Cafe, tahu, 'kan, dimana?"

Haruto mengangguk. Ia menghidupkan mesin mobilnya dan memanuvernya sehingga dapat keluar dari basement dengan mudah, setelah membayar biaya parkir tentunya.

Kano baru menyadari satu hal. "Loh, Haruto, kau bisa menyetir?

Haruto menaikkan sebelah alisnya. "Tentu saja. Kenapa tidak?"

"Memangnya kau punya SIM?"

Haruto tersenyum culas. "Ibu, tunjukkan SIM-ku, dong," pintanya kepada Yukino di kursi belakang. Yukino tampak merogoh tasnya sebelum mengeluarkan SIM biru dengan tulisan nama lengkapnya, Takahashi Haruto.

"Astaga, SIM emas?"

Kano tercengang. Pasalnya, SIM emas itu diperuntukkan untuk orang-orang yang patuh berkendara dan tidak pernah melakukan pelanggaran. Haruto yang ia kenal itu tidak bisa diam dan pasti selalu melanggar setidaknya satu peraturan apa pun yang dibuat. Tapi, kemudian Kano menghilangkan rasa terkejutnya. Mungkin baru beberapa hari Haruto dapat SIM, 'kan? Makanya, SIM-nya masih emas. Tunggu seminggu atau dua minggu lagi pasti SIM-nya berubah biru, ejek Kano dalam hati.

"Ibu juga sudah membuat SIM," celetuk Yukino mengalihkan atensi Kano. Kano berseru antusias, "Tunjukkan, dong?"

Kano mengamati SIM Yukino, juga emas. Mereka berdua janjian membuat SIM, kah?

Tunggu.

"Haruto, bukannya usiamu masih tujuh belas?"

Kano tidak mengamati betul usia yang tertera di SIM Haruto tadi, tapi, Yukino langsung meraih SIM sahabat anaknya itu dengan cepat, tersenyum sampai matanya menghilang.

Mereka menyembunyikan sesuatu lagi?

Ah, Kano capai dibodohi seperti ini. Ia menarik dirinya dari Yukino dan memilih bersandar di pintu mobil. Tidak terasa waktu sudah berlalu lima belas menit dan tidak ada yang membuka percakapan. Kano tidak ingin, toh, ia berhak bersikap seperti ini karena ia tidak diberi tahu apa-apa. Benar, 'kan?"

"Kano, turun."

Kano tersentak kecil. Ia mengulas senyum canggung.

Sudah sampai, ya?

Kano membantin penuh keheranan. Perasaan ia melamun hanya beberapa detik, namun, ternyata, waktu cepat sekali berlalu. Ia turun dari mobil yang sudah parkir di depan bangunan bertuliskan Snowy Cafe dalam aksara latin.

"Tidak masuk?"

Suara Yukino menginterupsi Kano yang sedang mengamati keunikan interior serta desain Snowy Cafe. Kano mengangguk, mengikuti Ibunya dari belakang. Haruto menyusul beberapa saat kemudian.

Kano mengeksplor ruangan yang luas itu, dipikir-pikir kalau dilihat dari luar kafe ini terlihat kecil, ternyata, lumayan besar. Kano juga sekilas menangkap pemandangan halaman belakang yang tak kalah luas. Dari mana Haruto dan Yukino tahu kafe ini? Lain kali Kano akan meminta mereka mencari kafe yang bagus lagi, sebab selera mereka tidak buruk juga

Kano tidak memperhatikan jalannya saat ia tersandung dan seseorang menubruk punggungnya dari belakang. Ia bisa merasakan panasnya cairan yang tumpah walau hanya sedikit, tapi, ia khawatir seseorang yang menubruknya terkena lebih banyak. Meski ia beruntung tidak jadi terjerembab karena orang itu, sih. Ia berbalik, menemukan orang yang tampaknya tidak asing baginya. Tetapi, ia pernah melihatnya dimana?

"Kau Fujii, bukan?"

Kano mendongak ketika ia ikut membereskan gelas yang jatuh dan cairan yang tercecer di lantai. Kano menyipitkan matanya. "Kau, Kitayama?"

Lelaki yang dipanggil Kitayama dan menjabat sebagai ketua kelas Kano membetulkan letak kacamatanya, ia dengan cepat memanggil pelayan untuk membereskan kekacauan yang baru saja dibuatnya. Mereka berjalan menuju halaman belakang yang sempat menjadi bintang di pikiran Kano beberapa menit terakhir.

"Ke mana saja kau?"

Kano menoleh. "Eh?"

"Sudah menghilang selama sebulan, tidak ada keterangan, lagi. Kami semua khawatir, tahu," dumel Tatsuya tiba-tiba. Nama lengkapnya Kitayama Tatsuya. Ingat siapa yang memberi Kano julukan Ratu Sarkas? Itu adalah ia. Julukannya awalnya hanya candaan karena ia lelah disarkasi oleh Kano terus-menerus, tapi, tidak menyangka bisa menyebar sampai satu angkatan. Parahnya, angkatan kakak kelas juga tahu dan setiap kali Kano ke lantai tiga untuk ke perpustakaan, kakak kelas selalu menggoda Kano dengan julukan itu. Akibatnya, kesarkasan Kano pada Tatsuya malah menambah, bukannya mengurang.

Kano menelan ludahnya gugup. "Itu, aku—,"

"Kano?"

Mereka mengalihkan atensi pada Haruto yang memanggil Kano.

"Takahashi?"

"Kitayama?"

Dan begitulah mereka memanggil satu sama lain dengan nada yang sama sekali berbeda.

"Sedang apa kau disini?"

Dan mengucapkannya secara bersamaan.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top