二十二 ; ami no uo

a fish in a net
.......................................

"Nakamura Arata?"

Setelah pelontaran dua kata yang sangat ceroboh itu, Kano langsung menganggap Tatsuya tahu sesuatu dan tidak berhati-hati sekali. Aki juga mengatakan sesuatu di hatinya tentang lelaki itu bodoh dan menyebabkan rencana miliknya sendiri kacau. Padahal, Tatsuya memang sengaja melontarkannya. Ingin melihat respon mereka seperti apa. Tatsuya yang paling tahu semuanya di kehidupan Kano, jadi tidak mungkin ia dibodohi.

Kano meringis, "Bagaimana kau tahu?" Dan ini adalah akting. Mereka bukanlah aktris maupun aktor, tapi, mereka harus berakting sehari-hari, bukankah menakjubkan sekali?

"Ia bukannya ketua kelas di kelasnya? Aku pikir kami saling mengenal karena para guru beberapa kali membuat ketua kelas di sekolah yang berbeda bertemu," ujar Tatsuya santai seperti tidak ada beban. Kano mengangguk, paham betul. Kisahnya dengan Arata terjadi karena itu.

Tatsuya memperlihatkan ekspresi tertarik, "Kau ada hubungan apa dengannya, sampai pernah mengunjungimu di rumah sakit?"

Kano menggaruk punggung tangannya yang tidak diinfus. "Ia ... dulunya pacarku."

"Sekarang mantan?" Tatsuya menebak dengan tepat. Kano mengangguk.

Sekarang orang yang harusnya Kano percayai malah menjadi bumerang baginya. Ia harusnya bekerja sama dengan Tatsuya untuk menghancurkan orang-orang yang menyakitinya, tapi, bukankah lelaki itu sendiri perlahan-lahan ikut menghancurkannya? Kano tidak habis pikir, dari mana lelaki itu tahu tentang kisah hidupnya? Ia jarang mengobrol di kelas kecuali bersama Ao dan Haruto, itupun belakangan ini sebelum masalah yang menimpanya semakin banyak.

Apa ... Tatsuya juga ada di masa lalunya?

Bukannya Tatsuya pernah bilang, ia punya sahabat perempuan yang tidak bisa menyisir rambutnya sendiri sewaktu kecil, dan berpisah di usia enam tahun? Kano ingat betul ia kecelakaan mobil sewaktu enam tahun—entah bagaimana, ingatan itu tiba-tiba kembali kepadanya. Kano selalu tidak bisa menyisir rambutnya sendiri. Ia pasti akan meminta tolong Haruto atau ibunya, dan dua orang itu akan membentuk rambutnya sesuka hati. Tapi, apakah Kano mempunyai sahabat lain selain tiga gadis mapel di Okita? Ia, 'kan, langsung berpisah dengan Haruto begitu menyelamatkannya di pantai itu. Dan Akira waktu itu jelas anak yang sangat tertutup dan tidak bisa berteman.

Kano pusing.

"Kano-chan?"

Dipanggil seperti itu, Kano terkesiap. Belum pernah ada yang memanggilnya seperti itu dan ia langsung sadar dari lamunannya. "Iya?"

"Melamun?"

Kano terkekeh. "Benar. Maafkan aku."

"Permintaan maaf diterima." Tatsuya tersenyum miring.

Kano menemukan dua buah scrunchie di tas plastik yang diberikan oleh Tatsuya, warnanya indah. Merah muda dan ungu, berkilau. Tas plastik itu juga bukan tas plastik murah—bentuknya elegan seperti tas mahal. Hanya karena bahannya dari plastik, belum tentu murahan, 'kan?

"Untuk apa membelikanku scrunchie?"

Tatsuya tidak menjawab. Ia mengambil scrunchie yang berwarna ungu dan memutar tubuh Kano menjadi berlawanan arah dengannya. Tatsuya berdiri, menyisakan Kano yang kebingungan dirinya hendak diapakan. Tatsuya menyampirkan surai cokelat Kano dan menyatukannya di tangannya, menguncirnya dengan scrunchie yang barusan ia ambil. Ia melepaskan anak rambut dan menatanya di samping kanan-kiri wajahnya.

Tatsuya melihat hasil karyanya, merasa puas. Kano masih terihat cantik bahkan jika ada perban yang membalut lehernya.

"Kau terlihat cantik," ungkap Aki jujur. Tatsuya mengangguk menimpali.

"Ia adalah gadis tercantik yang mungkin pernah aku temui."

Kano tertawa. "Oh, tidak, terima kasih. Aku yakin kau hanya membual."

Tatsuya menggeleng. "Aku serius," ucapnya lagi. Ekspresinya menunjukkan hal yang sama dengan yang dikatakannya.

"Thank you, then."

Tatsuya tersenyum. "My pleasure, princess."

Kano berpura-pura terkekeh.

Kenapa orang-orang disekitarnya mendadak jago Bahasa Inggris? Ini gila.

🍂

"You are the gifted, but why are you so sad?"

"Because the gifted one is basically the saddest one."

Kano terbangun, merasakan sesak di dadanya. Ingatannya menunjukkan ia pernah mengatakan itu pada seorang anak laki-laki, tapi, wajahnya buram. Kano tidak tahu itu siapa, dan setiap kali ia memaksanya menjelaskan siapa wajah buram itu—tubuhnya hanya akan kembali pingsan dan menyusahkan orang lagi. Apa Kano dilahirkan untuk membuat orang di sekitarnya susah? Tidak.

Ia ingin mati, tapi, ia tidak ingin. Ini seperti ... ia ingin mengakhiri penderitaannya, tapi, tidak dengan cara mati. Ia masih harus menghancurkan orang-orang itu, orang-orang yang menyengsarakannya. Kano tidak sudi mereka hidup dengan tenang. Mereka harus sengsara. An eye for an eye, karma itu harus dibalaskan sempurna.

Kano bersandar pada ranjang rumah sakit yang ia atur sedemikian rupa. Tak berapa lama, pintu kamarnya, seperti biasa, dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Kepala gadis yang sedang tidak ingin Kano temui menyembul dari sana, dan itu sedikit membuat Kano kesal.

"Kakak ... masih marah padaku?"

Kano tersenyum sinis. "Kau mengharapkan jawaban jujur atau yang menyenangkan hati?"

Perasaan Kano sudah cukup buruk sebelumnya, ditambah dengan kehadiran gadis tidak tahu malu ini, kejengkelannya meningkat seratus kali lipat. Ia tidak bisa melupakan momen dimana Eru sama sekali tidak mencoba menyelamatkannya—ketika gadis itu sedang mengunjungi kondominium Naoki di hari dimana Kano dikurung. Padahal Eru melakukannya, pandangan Kano hanya salah paham. Mau bagaimanapun juga, tidak bisa disangkal, Kano memang bodoh dan naif.

"Aku ... minta maaf."

Gadis itu menunduk, berdiri di samping ranjang Kano. Tangannya melilit satu sama lain, terlihat jelas sekali ia gugup setengah mati.

"Permintaan maaf diterima," Kano mengulang apa yang Tatsuya katakan.

Eru menarik sudut bibirnya tipis. "Aku ... membawa beberapa choco bars untuk Kakak. Kak Naoki bilang kakak menyukainya."

Kano menghela napas. Oh, jangan lagi. Hanya sedikit orang yang mengetahui makanan favoritnya, dan manusia di depannya ini mengatakan bahwa orang yang sama sekali tidak dekat dengannya juga mengetahuinya? Kano masih bingung tentang alasan mengapa Naoki mengurungnya selama satu bulan. Akhir Desember sudah dekat, tapi, untuk bertemu dengan lelaki itu lagi saja ia tidak berniat. Muak. Lelaki itu menyebalkan.

Kepribadiannya bisa baik sekali, tapi, bisa jahat sekali.

Sudah ada sekitar empat orang di sekitar Kano yang seperti itu. Mari kita katakan, Fujii Yukino, Satou Asuka, Takahashi Haruto, dan Watanabe Naoki. Kalau daftarnya bertambah, Kano akan merayakan pesta. Perayaan tentang betapa banyaknya orang tidak waras disekitarnya. Tuhan menakdirkan Kano untuk menyembuhkan mereka semua, itu tidak adil.

Melihat Kano mengerucutkan bibir tanpa sadar, Eru mengurungkan pemberiannya. Namun, gadis bermarga Fujii tersebut menerimanya dan menghargainya. Sambil memandang Kano yang memakan choco bars miliknya dengan elegan, Eru mengaguminya. Bagaimana bisa orang yang telah disakiti sedemikian rupa bisa bersikap sebaik dewi? Eru mengaku itu salah pamannya, pamannya seribu persen salah. Tapi, Eru tidak mengetahui alasannya, jadi ia berpikir lebih baik tidak menyinggungnya lagi. Karena ia kaya—yang mana merupakan kucuran dana akibat statusnya yang adalah tunangan masa depan pewaris tunggal keluarga Watanabe, ia akan melakukan sebisanya untuk membahagiakan Kano. Sebagai bayaran karena pamannya sudah menyakiti gadis itu.

"You are the gifted, but why are you so sad?"

Kano meyakinkan dirinya bahwa kalimat yang baru saja didengarnya bukan dari kepalanya, melainkan dari orang yang memandangnya sedari tadi. Kano menatap heran pada Eru, alisnya mengernyit. "Kenapa kau mengatakan itu?"

Eru terkesiap, ia tidak sadar baru saja mengucapkannya. Ia melarikan matanya ke arah mana saja, tidak berani berhenti pada mata kucing Kano.

"Aku ... sering mendengarnya di kafe."

"Kafe mana?" Kano jadi semakin ingin tahu. Kalimat itu sama percis dengan yang diucapkannya di mimpinya. Bagaimana dengan ide ia menanyakannya pada laki-laki di sekelilingnya dan melihat mana dari mereka yang mendapatkan jawaban yang paling tepat dengan yang di mimpinya?

Eru menjawab cepat, "Aku ingat namanya, kalau tidak salah ... Snowy Cafe?"

Kano tertegun. Pikirannya melayang kemana-mana.

Kafe yang ia kunjungi setelah dikurung selama satu bulan itu? Kano mengerjap, lidahnya tidak bisa membantu, tapi, berdecak.

Eru langsung berpikir bahwa dirinya salah, "Eh, salah, ya?"

"Bagaimana aku bisa tahu? Yang mendengarnya, 'kan, kau," jawab Kano tepat sasaran. Eru terkekeh canggung.

"Benar juga."

Suasana sempat hening sesaat. Kano mengajukan pertanyaan keduanya.

"Kau mendengarnya dari siapa?"

Eru tampak mengingat-ingat. "Kurasa ... pria di sudut kafe di halamannya senang mengucapkannya. Aku pikir kalimat itu bagus sekali, hingga terpatri langsung di kepalaku."

"Baiklah." Kano mengangguk-angguk. Ia merasa tidak puas.

"Apa kau tahu ciri-cirinya?"

Eru mengetukkan jarinya di pipinya. "Ikemen. Tinggi. Kacamata. Kedua matanya agak sipit, dan kakinya panjang. Selalu memesan teh hangat. Di tempat yang sama sampai jam sepuluh malam."

Ciri-ciri yang sulit dicari, bukan begitu?

Kano hampir menyela jika Eru tidak mengeluarkan ucapan menarik. "Dan—dan, sepertinya aku pernah melihatnya keluar dari mobil porsche klasik keluaran lama!"

"Kau bersemangat sekali?" Kano menaikkan sebelah alisnya. Eru tersadar dan menurunkan semangatnya, malu. "Tidak apa." Kano berkata lagi.

Eru tersenyum simpul. "Jadi ada apa?"

"Masalah pribadiku. Kau tidak seharusnya tahu."

Eru mengerjap. "Ah ... baik."

Begini saja sudah cukup. Ia tidak tahu apa-apa atau tidak dibiarkan tahu tidak masalah baginya. Asal Fujii Nakano sudah memaafkannya dan tidak membencinya lagi, Eru bisa tenang.

🍂

"Astaga, sayangku, sudah berapa kali kau masuk rumah sakit, hm?"

Ao bertingkah alay dan menyerahkan se-tas penuh berisi jeruk pada Kano yang berbaring di ranjangnya. Kano mengerutkan bibirnya, cemberut.

"Ini jeruk semua ... kau mengharapkanku mati karena asam?" tanya Kano, meski begitu tangannya tetap bergerak untuk mengupas salah satu jeruk dan memakannya.

"Aku menyukai jeruk, makanya aku membawanya. Aku baik sekali, bukan?"

Ao menepuk-nepuk dadanya bangga. Kano terkekeh dan mengusap hidungnya yang gatal. "Bukan karena kau punya kebun jeruk?"

Kano menebaknya tepat sasaran. Ao meringis dan menggaruk tangannya. "Itu salah satu alasan, sih."

"Lalu, apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

Ao memajukan bibirnya sepersekian senti. "Kau sudah mengetahui motifku bahkan sebelum aku mengutarakannya."

"Tentu saja." Kano terkekeh.

"Aku ingin kau putus dengan Akira."

Bersamaan dengan itu, pintu dibuka. Menampilkan wajah yang dibicarakan dengan ekspresi yang Ao tidak bisa baca. Ao menggigit bibirnya cemas. Ia meminta itu bukan karena ia cemburu pada Kano, tapi, karena ia ingin menjauhkan gadis itu dari Akira. Akira tidak baik, Ao tahu itu. Ia sangat tahu. Hanya saja ... waktunya tidak tetap. Lelaki itu harusnya tidak datang sekarang.

"Kau memintanya putus denganku?"

Ao diam. Tidak ingin menjawab. Gadis itu mengambil alih jeruk yang ada di tangan Kano, memilih menyuapinya. Kano juga tidak ingin memperjelas.

"Jawab aku, kau meminta begitu?"

"Aku pikir ia tidak baik untukmu. Maka aku memintanya putus. Aku tidak salah," kukuh Ao mempertahankan kekeraskepalaannya. Akira tersenyum miring dan tidak mempedulikannya. Lelaki itu menaruh sekotak bento yang dibawanya di lemari kecil di samping ranjang Kano.

"Kenapa aku tidak baik?"

Ao mengernyit. "Pokoknya kau tidak baik."

"Lalu siapa yang baik untuknya?"

Ao menyimpan lengan Kano di pelukannya. "Aku. Ia milikku sekarang."

Itu lucu karena Kano dan Ao sama-sama perempuan, tapi, Akira tidak tertawa. Kano saja hampir tenggelam dalam emosi bernama tawa itu, namun, ia menahannya. Suasana terlalu serius dan tidak memungkinkannya untuk tertawa. Jika ia tertawa, ia hanya akan menciptakan suasana yang lebih canggung lagi. Tetapi, ia tidak cukup berani untuk menghentikan Ao.

"Lucu sekali."

Akira memang berkata begitu, tapi, raut wajahnya sama sekali kontras dengan apa yang dikatakannya.

"Terima kasih." Itu bukan benar-benar ucapan terima kasih, hanya sarkasan balik yang dilontarkan oleh Ao. Sepertinya Ao meniru kemampuan sarkas Kano dengan baik.

"Jadi apa yang kau putuskan?"

Alis Kano bertaut. "Aku akan melakukannya."

"Apa?"

"Memutuskan hubungan denganmu," balas Kano mantap.

Akira menolak, "Tidak boleh."

Kano tertawa. "Kenapa tidak boleh?"

"Karena aku menyukaimu."

Oke, itu adalah hubungan sepihak yang menyedihkan. Karena bagaimanapun juga, cinta yang sempat dialami Kano untuk Akira hanyalah ilusi. Ia menciptakan pikiran dalam kepalanya bahwa Akira adalah versi baik dari Haruto sehingga Kano bisa memanfaatkannya sesukanya. Ia tidak menyukai Haruto yang asli, tapi, ia mencintainya. Ini seperti ... kau tidak ingin melihat sisi buruk pasanganmu dan menutup mata, atau kau tidak ingin melihat sisi baik pasanganmu dan menutup mata? Entahlah, Kano terlalu bingung untuk memikirkannya lebih dalam lagi.

"Wow, itu adalah pernyataan yang vulgar. Kenapa tidak mengulanginya lagi?"

Ao menyambung, ucapannya bukan hal usil melainkan sindiran. Akira memberinya tatapan sinis. "Tidak usah mencampuri urusanku. Kau bahkan bukan orang yang dekat denganku," lanjutnya tajam.

"Apakah kau orang yang dekat dengan Kano? Tidak sama sekali," kekeh Ao, tangannya meletakkan jeruk tadi di atas nampan di nakas.

"Dan apakah kau? Juga tidak, terima kasih." Akira tersenyum sampai matanya menghilang. Tampak jelas sekali ia sangat tidak nyaman akan kehadiran Ao di samping Kano.

Ao menarik sudut bibirnya, merasa gemas. "Akan terjadi. Dan, bila itu terjadi, maka pergi sejauh mungkin darinya, ya, bodoh?"

Ao paham bahwa Akira sama keras kepalanya dengan dirinya dan Kano. Maka, ia tidak terkejut melihat Akira menolak terus-menerus. Karena Kano, ia mulai mengubah perasaannya pada Akira dari suka menjadi benci. Gadis itu menyadarkannya bahwa Akira tidak cukup baik untuknya, bahkan untuk semua gadis. Tapi, Kano juga berkata tentang dirinya yang tidak cukup baik pula—Ao menghiburnya dengan kata-kata yang bagus. Ao pikir tingkah Akira yang membalas dendam perbuatan 'selingkuh' Kano dengan selingkuh lagi merupakan hal yang buruk. Ia sedikit tahu banyak kisah Kano, dan ia tidak bisa mentolerir hal yang disebut selingkuh itu, namun, bukan berarti Kano yang melakukannya maka bisa ditolerir, 'kan?

"Tidak jamin."

Ao menggerutu, "Kau sama menyebalkannya dengan saudaramu."

"Aku jamin aku lebih menyebalkan darinya."

Ao berdecih. "Dan kau bangga karena itu? Dih."

Kano menyaksikan perdebatan mereka berdua dan tersenyum tipis. "Kalian tidak akan membuat kamarku yang tenang ini menjadi berisik, 'kan?"

"Fujii, kau bahkan tidak mendukungku?" Ao mendelik.

"Bukan, hanya saja aku merasa kau sedikit mengganggu."

Ao bersiap hendak protes saat gadis itu kemudian menyuarakan kalimat yang paling bisa ia setujui.

"Bukan kau saja, ia juga sangat mengganggu. Jadi, tidak keberatan untuk keluar dan lanjutkan debatnya disana?"

Rahang Ao jatuh.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top