二十 ; akuin akka

cause bring result
.......................................

"Belakangan ini ketua kelas jadi dekat sekali dengan Ratu Sarkas, ya?"

Celetukan tersebut sudah didengar Kano ratusan kali dan dirinya merasa bahwa misi balas dendamnya sebentar lagi tercapai. Tidak sia-sia ia berpura-pura dekat dengan Kitayama Tatsuya guna memanas-manasi Takahashi bersaudara dan itu lumayan berhasil. Akira, pacarnya sendiri, bahkan terang-terangan merangkul temannya, Inoe yang marganya tidak ingin Kano ketahui, di depannya. Bukannya menakjubkan? Mereka berdua berusaha menang dari satu sama lain, benar-benar memalukan.

Yah, Kano tidak peduli. Ia akan melakukan apapun yang disukainya. Ia, tidak, akan, peduli. Semoga.

"Jadi kenapa kau tiba-tiba dekat dengan Kitayama?"

Ao menginterogasinya saat Tatsuya sedang dipanggil guru dan tinggal Kano sendiri di kelas, masih jam istirahat. Istirahat di SMU Tatsuni memang tergolong lama, empat puluh lima menit, maka dari itu, biaya masuknya juga mahal. Katanya, itu karena SMU Tatsuni membuat kebijakan sendiri, Kano tidak tahu pasti. Walau SMU ini merupakan sekolah negeri.

"Memang tidak boleh dekat?" Kano menjawab cuek. Ao menautkan alisnya dan misuh-misuh, "Aku ini bertanya, kau malah bertanya balik!"

Kano mendengkus, bercanda mengejek Ao yang mendumal tidak berhenti-berhenti. Gadis itu menikmati ekspresi kesal Ao yang menurutnya menyenangkan.

"Ini tidak seperti aku sangat bodoh sampai bisa kau tipu, tahu, jadi katakan yang sebenarnya!"

Sungut Ao, bersidekap. Tatsuya datang tepat waktu sebelum Kano bingung akan menjelaskan apa pada Ao, jadi gadis itu hanya menerima sekotak susu vanilla dari tangan Tatsuya dan meminumnya.

"Ew, kalian bahkan berbagi sedotan bersama? Kau selingkuh, Kano?" respon Ao melihat Kano memberikan susu kotaknya yang tidak habis ke Tatsuya dan lelaki itu meminum sisanya. Ao memasang ekspresi jijik dan berlagak seolah akan muntah, menengok reaksi Kano yang menjulurkan lidah padanya sok imut.

"Kalau kami bilang iya, apa yang akan kau lakukan?"

Tatsuya angkat bicara. Ao berdecak. "Aku tidak peduli, sih, karena perasaan tidak bisa dipaksakan. Tapi, Kano, selingkuh itu tidak baik, jadi lebih bagus jika kau putus dengan Takahashi dulu lalu menjalin hubungan dengan Kitayama," saran Ao, mengamati keduanya yang tampak bahagia bersama.

Ia senang, sih, melihat Kano menjauh dari Akira, karena bagaimana pun ia juga manusia yang tidak suka melihat orang yang disukainya bersama orang lain. Tetapi, ia merasa kasihan untuk Akira dan Kano, sebab keduanya terlihat ingin menang dari satu sama lain dan itu menganggunya. Seperti bisakah mereka tidak bersikap kekanakan dan mengobrol baik-baik? Kadar suka Ao pada Akira jadi menurun karena lelaki itu terlihat egois di matanya.

"Tidak mau. Aku suka melihat orang sedih. Dan aku tidak suka melihatnya baik-baik saja. Aku harus menang."

Jawab Kano keras kepala. Ao menghela napas, memori tentang ia yang mendengar dan melihat Kano disakiti dua kali langsung lewat, membuatnya mengurungkan sikap marahnya. Ia tidak mau sok tahu atau sok menggurui dengan bilang ia tahu betul rasanya disakiti seperti apa, karena ia tidak pernah melihat langsung atau mengalami langsung. Ia juga tidak mengetahui hidup Fujii Nakano secara mendetail dan ia tidak berhak mencampuri hidup gadis itu. Tapi, jika ia melihat Kano disakiti untuk ketiga kalinya, ia bersumpah akan melindungi gadis itu selamanya.

"Aku ... hanya tidak ingin melihatmu tersiksa lagi, kumohon," Ao mulai terisak, badannya gemetar. "Lakukan apa yang kau mau, tapi, tolong jangan siksa dirimu lagi, aku tidak tahan." Kano adalah satu-satunya temannya yang tulus, dan melihat gadis itu disakiti berkali-kali? Ao tidak bisa.

Kano mengendurkan amarahnya dan bergerak memeluk Ao. Ia menepuk-nepuk kepala Ao layaknya bayi, tersenyum kecil. "Ini hidupku, tapi, yang stress malah kau. Tidak apa, aku akan baik-baik saja," janjinya menenangkan Ao. Tatsuya menarik senyum tipis.

Apa keputusannya benar?

Hanya sekedar balas dendam semata karena gadis itu membunuh ayahnya?

Karena ia mulai merasa mencintainya.

Padahal ini hanya akting semata.

🍂

Kano tidak menepati janjinya.

"Just stop doing this shit, gosh!" teriakan Kano menggema di ruangan itu. Ia menahan napas dalam-dalam karena pisau itu tidak berjarak sama sekali di lehernya, dan jika ia bergerak sedikit saja, maka darah sudah pasti mengintip keluar dan guci abunya sudah akan dipesan. Ia menggeram kesal mengetahui lagi-lagi ia berada di situasi dimana ia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa memohon untuk tidak disakiti, entah untuk keberapa kalinya.

Haruto menyeringai, ia berbisik di telinga gadis yang disukainya tersebut. "Apa ia berbisik di telingamu seperti ini?"

Kano berdecak sebal, "Stop teasing my ear, you bastard! And let me go because you're getting insane and insane!" Telinganya sensitif. Bisa-bisa ia menjadi Anastasya dari Filthy Shades of Grey kalau begini, pokoknya tidak boleh!

Menyebalkannya, lelaki itu malah terkekeh dan meniup telinganya, membuat Kano mendelik. Ia menggeliat dan berhenti ketika mengetahui Haruto malah menekankan pisaunya lebih dalam, dan ia menemukan lehernya sudah terasa perih. Apa darahnya sudah mengalir? Tidak—tidak boleh! Mau jawab apa ia nanti saat ditanya di sekolah tentang sayatan di lehernya? Tentang ia mencoba bunuh diri? Ewh, Kano tidak seberani itu. Kano mulai tidak bisa berurusan dengan darah—tapi, ia sendiri heran kenapa ia bisa menyayat-nyayat pahanya sampai tidak mulus dulu.

"Mantan pacarmu memberi syal istimewa." Haruto menekankan kata istimewa dan merecoki telinganya lebih lanjut. "Berbagi sedotan bersama laki-laki yang tidak ada hubungan denganmu," kata-katanya belum selesai, tapi, Kano rasa hidupnya sudah berhenti disini. "Dan kau masih pacaran dengan Akira, tidak kusangka gadisku akan seberani ini."

Mata Kano membola sempurna. Laki-laki itu masih mempermasalahkannya?

"Do you think I am yours? If so, then go fuck yourself, dumbass, because I'm not!" balasnya sampai menyumpah-serapahi Haruto karena ia benar-benar kesal. Lelaki itu selalu melarangnya ini itu, mengaturnya begini begitu, dan seenaknya saja yang kelakuannya yang suka menyakiti membuat Kano tambah kesal hanya dengan memikirkannya. Tidak bisakah lelaki itu membiarkannya hidup tenang sekali saja? Jika benar tidak bisa, ia akan bunuh diri saja kalau begitu.

"Sudah lama aku ingin melakukannya, unfortunately, I have no clones. If I can have you, why not?"

Kano menganga sampai tidak bisa berkata-kata. Ada yang salah dengan laki-laki ini, tidak—bukan ada, tapi, semuanya! Karena laki-laki ini benar-benar tidak waras dan ditanyakan pemikirannya. Kano meragukan apa Haruto benar berusia tujuh belas tahun lebih mengingat kelakuannya sangat kelewat batas dan seperti tidak takut hukum—atau memang benar begitu? Jika seperti itu, maka tamatlah Kano karena polisi bahkan tidak bisa membuat Haruto takut. Keluarga Takahashi seperti memiliki kekuasaan lebih, tapi, hanya bayang-bayang, tidak terlihat, namun, terus menghantui Kano, padahal keluarga itu sendiri bukannya keluarga yang biasa saja?

Kecuali jika Kano tahunya begitu.

"Let me go, kita bisa bicara baik-baik, Haruto," rayu Kano berpura-pura bersikap lembut. Tapi, rupanya lelaki itu menyadarinya, karena nyatanya ia tersenyum sinis dan tidak juga melepaskan Kano.

"You are my nightmare, you know?"

Celetukan Haruto yang satu itu menghentikan usaha Kano memberontak. Gadis itu membeku menyadari nafas lelaki dibelakangnya berderu. Apa lelaki itu akan menangis? Tapi, untuk apa? Kenapa?

"Listen, if you want a mercy from me by crying, you can't, because—,"

Ucapannya terputus karena seseorang baru saja mendobrak pintu gudang tak terpakai ini, Kano tidak bisa menahan rasa senang dan sekaligus herannya karena yang membuka pintu itu adalah Kitayama Tatsuya, lelaki yang dekat dengannya belakangan ini. Dari mana lelaki itu tahu lokasinya?

"Well, well, pangeran sudah datang, nih. Kau senang, 'kan, Kano?"

Kano sadar dari suasana melankolis itu dan berusaha melepaskan diri, tapi, kemudian pisau itu mencegahnya melakukan hal yang sama. Ia melihat ekspresi Tatsuya yang santai sekali, namun; dengan rahang mengeras, seolah sangat marah terhadap apa yang terjadi.

"Let her go, you jerk!"

Kano tidak bisa menahan keterkejutannya karena Tatsuya yang selama ini dikenal culun bisa mengutuk seperti itu. Ia lebih heran lagi mendengar lelaki itu fasih bahasa Inggris—padahal ujian bahasa Inggrisnya selalu mendapat nilai merah.

Haruto tertawa seperti orang gila. "Tidak setelah kau memutuskan menggunakan gadisku sebagai alat balas dendam," ujarnya membuat rasa terkejut Kano bertambah.

Haruto melihat raut bingung Kano dan berkata, "See? This innocent girl doesn't know that you're using her for a revenge, yang mana bukan salahnya sama sekali," Haruto memberikan senyum mengejeknya.

Ada apa? Balas dendam apa? Apa yang terjadi? Kano pusing—sebenarnya ada apa? Kenapa orang-orang disekitarnya terus menyembunyikan sesuatu darinya?

"What's the difference with you faking all your life and pretend it is your real life?"

Kano jadi semakin bingung, apalagi melihat satu wanita yang muncul dibelakang Tatsuya—dimana ia sangat mengenal wajah sombong dan judes itu!

Harusnya wanita itu sudah pergi jauh, sudah tidak mencampuri hidup mereka lagi, tapi, nyatanya sekarang wanita itu berdiri di sebelah Kitayama Tatsuya dengan bersidekap!

"Apa kabar? Sudah lama tidak berjumpa, ya?"

Satou Asuka.

Wanita yang pernah dijuluki setan oleh anaknya sendiri. Iblis agaknya minder dengan kelakuan Asuka, atau, bahkan, iblis itu sendiri adalah Asuka. Sebut saja kelakuan buruknya, maka ia akan menjawab sudah melakukan semuanya. Ia seringkali playing victim ketika Hodaka hampir mengerasinya, padahal ia sendiri yang salah. Ia menghapus dokumen berisi data-data perusahaan yang ada di laptop Hodaka dan bertingkah seperti korban. Alasannya? Tidak ada. Katanya ia hanya senang melihat Hodaka marah. Sinting, bukan? Ia juga berkoar-koar bahwa Hodaka mem-body shaming dirinya karena alis lelaki itu selalu berkerut saat melihatnya. Itu karena pakaian yang dikenalan Asuka kelewat tidak pantas, tapi, Asuka selalu memutarbalikan fakta.

Kano menemukan tubuh Haruto sedikit gemetar karena melihat kehadiran wanita itu. Kano menggunakannya sebagai kesempatan untuk melarikan diri, namun, yang ada pisau itu malah tidak sengaja menekan kulit lehernya dan mengeluarkan darah. Kano terbatuk-batuk dan tersungkur di lantai, Tatsuya bergerak membantunya menjauh dari Haruto. Sementara itu, Asuka melangkah maju dan suara tamparan keras disertai bunyi barang yang jatuh bergema. Sepertinya itu pisau yang digunakannya untuk mengancam Kano tadi.

Satou Asuka baru saja menampar Takahashi Haruto.

"How dare you to hurt my child?"

Aksen british itu mengejutkan Kano, tapi, Kano tidak punya waktu untuk bertanya-tanya dimana wanita dengan darah seratus persen Jepang itu bisa mendapatkannya. Ia bisa merasakan sekitarnya mulai gelap—tapi, ia tidak boleh pingsan disini! Ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi!

"How dare you to come to my life again? Such a shame." Ejekan Haruto memenuhi gendang telinga Asuka, yang tentu mengundang kemarahan wanita berusia hampir empat puluh tahun itu. Entah bagaimana, kerutan hanya sedikit mampir di wajahnya—dan itu membuatnya tampak lebih muda dari umurnya.

Bersamaan dengan itu, langkah kaki kecil menginterupsi kejadian panas itu. Satou Miyuki muncul dengan lagaknya dan menghampiri Kano yang memegang lehernya yang sudah berdarah-darah. "Kalian ini sedang apa?! Tolong kak Nakano dulu lalu lanjutkan perdebatan kalian, Miyuki tidak peduli!"

Seruan Miyuki yang juga terdengar menggemaskan itu memotivasi Tatsuya untuk membawa Kano ke rumah sakit. Ia meletakkan tangan kanannya di punggung dan tangan kirinya di tungkai gadis itu, membawanya seperti Kano adalah barang seringan bulu. Tatsuya keluar dari gudang itu tanpa mempedulikan yang lainnya. Miyuki beralih menatap Haruto tajam, menunjuknya terang-terangan. "Dan jangan kau berani menyakiti kakak Miyuki lagi!"

Haruto menaikkan alisnya. Menarik.

Ia membungkuk dan tersenyum sampai matanya menghilang pada Miyuki. "Aku tidak menjamin."

"Miyuki, kau tunggu diluar saja ya bersama kak Tatsuya," perintah Asuka lembut, gadis kecil itu menurut. Di gudang tak terpakai itu tinggal Haruto dan Asuka seorang.

"Beda sekali dengan caramu memperlakukanku."

"Apa itu bahkan penting sekarang? Jangan lupakan fakta bahwa kau berkali-kali menyakiti Nakano."

"Tidak ada bedanya dengan kau selalu memukulku saat aku bahkan tidak melakukan kesalahan."

Asuka terkikik menyeramkan. "Itu hanya masa lalu, dan sekarang aku berubah. Lihat?"

"Lalu siapa yang tadi menamparku? Setan?" sarkas Haruto tepat sasaran.

Namun, bukan Satou Asuka namanya jika ia tidak bisa membalas sarkas seremeh itu. "Bisa dibilang begitu."

"What the fuck are you doing in here, bitch? You have promised that you won't come back to our shitty life, right?"

Haruto tidak tanggung-tanggung dalam mengeluarkan kata umpatannya.

"You son of a bitch!"

"Then you're the bitch, dumbass," ucap Haruto cuek. Lelaki itu sudah akan menginjak rumput halaman sekolah jika 'ibunya' ini tidak mengucapkan pertanyaan yang bodoh.

"Since when you became like this?"

Haruto menatap Asuka kesal. Maksudnya, tidak bisakah wanita itu sadar siapa sebab Haruto jadi berkelakuan seperti ini?

"Since my mother became a whore and left our family with memorable goodbye."

Itu menohok sekali. "You have changed. Why?" tanya Asuka meski ia sendiri sudah mengetahui jawabannya.

"You fool."

Asuka mendekati Haruto perlahan-lahan. Mata lelaki itu sudah berkaca-kaca. Pertemuan pertama setelah sepuluh tahun harusnya tidak begini, 'kan?

"You are my nightmare."

Kata-kata itu ditinggalkan Haruto bersama kepergiannya.

🍂

"Kakak ingin bilang yang sebenarnya pada kak Nakano?"

"Iya. Aku tidak bisa membohonginya lebih lanjut lagi."

"Tapi, aku tidak ingin kak Nakano terluka jika tahu yang sebenarnya."

"Tidak apa. Kakakmu itu kuat. Aku percaya padanya."

"Tapi, bukankah kak Nakano akan sangat sedih saat tahu bahwa ia tidak sengaja mengirim ayah kakak ke surga?"

"Aku ... kurasa aku bisa merelakannya. Semoga."

Harusnya Kano tahu, seberapa banyak ia menguping pembicaraan mereka, ia tidak akan memahami inti dari apa yang mereka bicarakan, karena pada dasarnya saja ia tidak tahu apa-apa. Tapi, apa yang mereka maksud? Ia tidak sengaja mengirim ayah Kitayama ke surga?

Kano merasakan kepalanya sedikit pusing saat ia mencoba bangun dari tidurnya. Samar-samar mendengar ada seoseorang yang menggumamkan sesuatu ketika ia sudah sepenuhnya membuka mata.

Kano meraba lehernya yang sepenuhnya diperban. Perih sedikit ia rasakan, namun, selebihnya hanya rasa pegal akibat berbaring terlalu lama biasa. Pandangannya keruh dan suaranya tidak keluar dengan baik. Kano mencoba mengingat kejadian apa yang membuatnya seperti ini, tapi, terhentikan karena beban di tangannya memberat. Ia baru menyadari ada yang menjadikan tangannya sebagai tumpuan kepala selagi tidur, dan itu adalah si imut Satou Miyuki.

Kano menggerakkan jemarinya, bermaksud membangunkan gadis itu supaya kepalanya tidak pegal, tetapi, Miyuki malah semakin mengeratkan genggamannya terhadap tangannya. Air mata menuruni pipi tembamnya dan napasnya menjadi terengah-engah. Panik, Kano menepuk-nepuk bahu Miyuki cepat guna membuatnya membuka mata, dan itu sepenuhnya berhasil.

Miyuki langsung melompat memeluk Kano, gadis yang dipeluk terkesiap. Mengerti akan keadaan, ia mengelus-elus kepala Miyuki dan menenangkannya, dan tangisan anak berusia lima tahun lebih itu menderas.

"Miyuki bermimpi buruk," isak Miyuki. Kano mendengarkan dengan seksama. "Miyuki bermimpi, kakak akan meninggalkan Miyuki ... kakak akan meninggalkan kami semua," isaknya belum berhenti menangis.

Kano tertegun, ia tidak akan pergi kemana-mana, 'kan? Seharusnya.

Lagipula, memangnya ia siapa bagi mereka? Ia juga tidak terlalu dekat dengan Miyuki. Akan tidak berguna jika gadis kecil itu menangisi kepergiannya. Itu jika Kano benar-benar pergi. Setidaknya Kano tidak punya tempat untuk pergi, tidak setelah ia lepas dari keluarga Takahashi. Kecuali kampung halaman satu-satunya, London—Inggris, mungkin bisa jadi tempat berpulangnya.

"Tenanglah, itu hanya mimpi, kau akan baik-baik saja, kita semua akan baik-baik saja," bisik Kano menenangkan si tunggal dari keluarga Satou tersebut. Miyuki mencebik dan mengeratkan pelukannya.

"Kakak ... tidak akan mengingkari janji, 'kan?"

Kano mengangguk.

Sayangnya, ia tidak pernah menepati janjinya.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top