一 ; onaji kama no meshi o kuu

eating meals from the same iron pot
.......................................

"Kenapa pulang terlambat?"

Dijumpainya wanita setengah baya yang cantiknya tetap sama meski usianya sudah tidak muda lagi. Kano memaksakan senyum, "Tadi, Haruto mengajak belajar bersama selepas pulang sekolah. Tugas menumpuk."

Wanita itu mengangguk, "Masuklah, Kaasan memasak makanan kesukaanmu hari ini." Kano lalu memeluk lengan ibu-nya manja.

Kano mengernyit. "Dalam rangka apa?"

Kano rasa tidak ada acara penting hari ini. Ulang tahun Kano masih bulan Desember; sewaktu musim dingin melanda. Hari lahir Yukino, pun, sudah lama berlalu. Lantas, ada acara apa?

"Ulang tahun Haruto."

Ah, iya. Kano lupa. Biasanya, Kano yang paling antusias merayakannya, bahkan—merengek meminta dibuatkan makanan kesukaannya sebagai ganti hadiah yang ia berikan kepada lelaki itu; sampai menjadi tradisi keluarga mereka hingga kini.

Sekarang, rasanya Kano kehilangan minat. Bahunya masih sakit akibat dorongan Haruto di kelas tadi—Kano dendam sekali. Ingin rasanya ia buat Haruto menjadi snack udang yang dikhususkan untuk bebek agar ia tidak perlu melihat wajah manusia itu lagi.

"Oh."

Yukino nampak memperhatikan keanehan Kano. "Ada apa? Haruto melakukan sesuatu pada anak Ibu ini?"

Kano buru-buru menggeleng, tidak ingin orang yang paling ia sayangi di dunia itu curiga. "Tidak, kok. Aku hanya sedikit kesal karena ia mencoret catatanku."

Akibatnya, Yukino tertawa. "Dasar. Sifat jahilnya tidak berubah, ya."

Kano ikut tertawa, segan.

🍂

"Tadaima!"

Suara husky bercampur soft tersebut memasuki indra pendengaran Kano (yang sedang membantu Yukino menata mangkuk) tanpa ijin. Darahnya dengan cepat berdesir meski ia sendiri tidak tahu mengapa. Kemudian seperti biasa, lelaki itu akan seenaknya menaruh kepala di bahu Kano, merepotkannya.

Kalau-kalau Haruto menaruhnya di bahu Kano yang sedang sakit, sudah Kano pastikan nisan bertuliskan marga dan namanya akan segera ia pesan.

"Okaeri. Baru datang sekarang? Kemana Akira?" tanya Yukino, wanita itu sibuk menghitung jumlah sumpit.

Akira merupakan adik Haruto. Kano juga sangat akrab dengan Akira; tapi, jika keadaannya seperti ini, Kano akan memilih menjaga jarak terlebih dahulu.

"Akira belum pulang les. Papa akan kesini sebentar lagi," jawabnya sembari mencamil ayam madu tanpa tulang (yang seharusnya dimakan bersama nasi).

Melihat itu, Kano memukul tangan Haruto. "Jorok! Cuci tangan dulu sana."

Lelaki itu terkekeh pelan. "Lepaskan dulu dasiku, tanganku terlanjur terkena minyak."

Kano mencebikkan bibirnya, dalam hati berkata; ia hanya modus.

"Tidak sudi."

Ketukan di kepala menyambutnya bersamaan sehabis Kano mengatakannya; pelakunya adalah Yukino. "Kano, sejak kapan kau jadi kasar begini? Kasihan Haruto. Sudah, turuti saja."

Kano mengapresiasi kehebatan akting milik Haruto. Ekspresi dan tatapannya tidak diragukan lagi; sungguh manipulatif. Maka, dengan terpaksa, Kano mengangkat tangannya, meraih dasi Haruto. Ia mengencangkannya sedikit, tersenyum penuh kemenangan melihat Haruto yang melotot padanya, lalu mengendorkannya dan melepaskan ikatannya. Kano mengambil dasi itu dan menaruhnya di atas lemari kecil di kamarnya.

Saat Kano keluar kamar, meja makan telah ramai. Bukan secara harfiah, sih, karena di rumah ini ada lima orang saja, termasuk dirinya. Berikut Yukino, Kano sendiri, Haruto, Akira, dan Hodaka—papa sahabat masa kecilnya itu.

Kenapa disebut papa? Haruto membenci panggilan tousan mau pun touchan, sebab; ibu-nya, Asuka, meninggalkannya sewaktu berumur lima tahun. Asuka senang dipanggil kaachan oleh Haruto; maka, lelaki itu jijik jika Hodaka yang baik hati dipasangkan dengan Asuka, perempuan mata duitan yang sekarang entah bagaimana nasibnya.

Haruto tidak peduli lagi.

Inilah seberapa jauh mereka saling mengenal. Kano merutuki perasaan Haruto yang tidak mampu ia kontrol. Persahabatan sepuluh tahun mereka rusak hanya karena rasa konyol bernama cinta, yang lagi-lagi, Kano mempertanyakan; untuk apa rasa ini diciptakan? Rasa ini membuat para ningen buta, Kano membencinya.

Kendati begitu, Kano tidak memungkirinya. Kano, pun, mempunyai pacar yang sangat ia cintai; dalam artian positif, tentu. Kano suka apabila rasa cinta tidak bersifat negatif. Tetapi, yang membuat kadar benci Kano melampaui batas bukan tanpa alasan. Banyak manusia yang dibodohkan oleh cinta, dikendalikan olehnya.

"Oi."

Panggilan itu menyadarkan Kano dari lamunannya. Kano berlalu begitu saja tanpa sedikit pun memandang Haruto yang sedang tersenyum lebar. Ia pikir, Haruto juga sama bodohnya karena tenggelam dalam cinta yang semu; tidak nyata. Kano yakin perasaan Haruto tidaklah cinta, melainkan; rasa takut kehilangan sahabat sendiri. Semenjak mempunyai pacar, Kano menjadi jarang menyiapkan bekal untuk Haruto. Ia lebih memilih membawa uang saku agar bisa kencan dengan kekasih yang berbeda sekolah dengannya.

"Kano, akhir-akhir ini, kau jarang di rumah sewaktu akhir pekan tiba, kenapa?"

Yukino berceletuk sambil memasukkan sumpitnya. Hodaka yang duduk disebelahnya mengangguk, ikut penasaran. Anaknya sering bermain ke kediaman Fujii pada hari Sabtu, namun, beberapa minggu ini tidak lagi. Anaknya tersebut juga uring-uringan tidak jelas, membuatnya bingung.

"Kano-chan berkencan dengan pacarnya, Bibi."

Kano tersedak. Selain karena Haruto memanggilnya dengan sebutan -chan (yang mana di keluarga mereka tidak memakai panggilan itu dan semacamnya), Haruto juga membeberkan rahasianya.

Sialan. Mereka sudah membuat janji jari kelingking!

"Ah, benarkah? Sayang sekali. Padahal, aku ingin menjadikan Kano-san pacarku."

Akira menyahut. Kano tersedak kesekian kali; ayam madu tanpa tulangnya meluncur ke tenggorokan tanpa dikunyah, uh. Kano mengibas-ibaskan tangannya, meraih gelas Haruto yang masih penuh--—karena dilihatnya gelas miliknya sudah kosong--—kemudian menengguknya habis. Haruto sampai menganga melihatnya.

"Kano, kau kerasukan?"

Refleks, Kano memukul lengan Haruto keras.

Haruto menyebalkan.

🍂

"Lalu?"

Kano merotasikan bola matanya. "Aku pukul kau jika bilang begitu lagi," ujarnya kejam. Haruto terkikik. Kano selesai menceritakan kelakuan teman-temannya yang menjengkelkan, dan respon Haruto tidak kalah menjengkelkannya.

"Kau jadi imut kalau sedang marah begini," balas Haruto, menggoda sahabatnya itu.

Mereka berada di supermarket; sebab, Yukino menyerahkan belanja bulanannya kepada Kano, karena wanita itu dipanggil oleh atasannya secara mendadak. Sehabis tragedi pemukulan Kano kepada si malang Haruto, Akira tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi cemberut Haruto yang mengelus-elus lengan bekas pukulan Kano.

"Kau melupakan ulang tahunku, ya? Tadi, bibi cerita. Kata beliau, pun, kau jadi aneh akhir-akhir ini."

Kano tidak suka saat Haruto mencoba mencari tahu tentangnya.

"Terserah."

Maka, Kano jawab saja begitu.

"Kau jadi dingin, deh. Kenapa?"

Lagi, Haruto tidak merasakan perubahan atmosfer disekitar Kano.

"Kau pikir saja sendiri. Sahabatku menyatakan cinta padaku, dan ia memaksaku untuk menjadi pacarnya. Menurutmu ada orang seapatis itu?"

Haruto tertawa kecil. Kano suka sekali menyarkas begini.

"Ada, kok. Mungkin, ia terlalu mencintai sahabatnya."

Kano terkekeh sinis mendengar Haruto membalas sarkasnya.

"Tapi, aku pikir, bukankah itu hanya rasa takut kehilangan sahabatnya, ya?"

Kano membalas lebih sengit.

"Bukan. Nanti, kau akan tahu sendiri."

Hening melanda. Mereka berjalan keluar supermarket, menenteng banyak kantong plastik berisikan kebutuhan rumah tangga dan sejenisnya. Sembari menunggu lampu hijau bagi pejalan kaki di area zebra cross, Kano memulai percakapan.

"Kenapa kau kukuh sekali mengejarku, sih?"

Haruto tersenyum miring, tidak memandang Kano.

"Cium aku dulu kalau ingin tahu."

"Kurang ajar." Wajah Kano memerah sampai telinga seperti kepiting rebus.

Lampu hijau sudah menyala, tapi, Kano urung menyeberang, sebab; dari kejauhan, masih ada truk yang akan melintas.

Kano mengerjap.

Firasatnya tidak enak.

Disaat ia hendak berbalik ke supermarket, tubuhnya terdorong sekuat tenaga oleh entah siapa—Kano tidak ingin percaya bahwa itu Haruto, namun, ketika ia terduduk di tengah jalan tanpa sempat menyingkir, Kano menoleh ke belakang dan melihat Haruto tersenyum sampai matanya menyipit.

Kano tertabrak truk.

Haruto gila.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top