MENCARI CARA UNTUK PULANG
Keterangan:
Guifei = Selir Utama
___
Luna membuka matanya perlahan. Perlahan dia duduk dengan bersandar ke dinding. Kepalanya masih sakit. Luna pun melihat ke selilingnya. Dia masih berada di ruangan yang sama dengan ruangan dimana di jatuh tidak sadarkan diri. Sebuah kamar dengan perabotan yang sederhana. Ruangannya ini tidak mencerminkan tempat tinggal seorang putri Raja.
Luna perlahan menurunkan kakinya dari tempat tidur. Perlahan dia berjalan menuju jendela kamar itu dan membukanya. Angin yang sejuk berhembus perlahan kedalam ruangan. Membuat kepala Luna sedikit lebih nyaman.
Di luar, sebuah pemandangan yang indah tersungguh di hadapannya. Barisan pepohonan yang besar sedang mengeluarkan pucuk-pucuk daun mudanya. Luna pernah menonton dokumenter di televisi yang dipasang di Salon tempatnya bekerja. Pepohonan yang sedang mengeluarkan pucuk daun muda menandakan awal musim Semi. Dia tidak menyangka kalau pemandangan itu terasa lebih indah jika dilihat langsung seperti saat ini.
"Niang niang, Anda sudah bangun?" sebuah suara yang antusias terdengar dari ambang pintu. Luna berbalik dan melihat ke arah pintu yang terbuka. Liu Fei menatapnya dengan wajah yang menunjukkan rasa lega dan tersenyum.
"Kalau begitu, Nubi akan menyiapkan makanan untuk Niang niang," ucap Liu Fei dan pelayan muda itu segera pergi tanpa menunggu persetujuan Luna. Luna pun berjalan menuju tempat duduk di ruangan itu dan duduk di atasnya. Kepalanya yang masih sakit membuatnya membaringkan kepalanya diatas meja bundar di hadapannya. Selain sakit kepala, perutnya juga terasa perih.
"Niang niang, tadi Tabib datang dan memeriksa kondisi Anda. Dia menyarankan supaya Anda makan bubur saja," ucap Liu Fei yang datang lagi dengan membawa nampan besar dengan beberapa mangkuk dan cawan diatasnya. Liu Fei dengan telaten meletakkan isi nampannya di atas meja bundar tempat Luna membaringkan kepalanya.
Luna berusaha menegakkan punggungnya. Dilihatnya semua makanan yang disajikan oleh Liu Fei masih mengepulkan asap tanda baru selesai dimasak. Ada bubur putih semangkuk besar beraroma sedap. Sebuah cawan kecil berisi cairan hitam yang encer. Luna menduga cairan hitam itu adalah kecap asin. Sebuah mangkuk kecil berisi suwiran ayam dan jamur hitam. Lalu mangkuk kecil berisi cacahan daun bawang dan bawang goreng. Ada sebuah piring berisi beberapa dimsum yang disusun memanjang.
"Niang niang, makanlah!" ucap Liu Fei dan tetap berdiri di samping Luna.
'Kamu sendiri?" tanya Luna karena melihat bubur yang disajikan hanya satu mangkuk.
"Nubi akan makan belakangan bersama pelayan yang lain di dapur. Niang niang tidak usah khawatir," ucap Liu Fei dan Luna menghela nafas. Sebenarnya dia enggan untuk makan. Bahkan di dalam hatinya, rasa takut dan kaget masih kental terasa. Apa yang baru menimpanya tidak mudah untuk dicerna oleh pikirannya saat ini. Dia baru saja mengalami hal paling tidak masuk akal yaitu masuk ke dalam dunia cerita yang dibacanya. Bagaimana bisa dia makan dalam situasi seperti ini?
"Niang niang, apakah Anda tidak suka? Jika tidak, Nubi akan menggantinya dengan menu lain," ucap Liu Fei dengan mimik yang menunjukkan rasa cemas. Luna menggelengkan kepalanya, dia harus berpikir rasional di saat seperti ini. Untuk menganalisa masalah dan menyelesaikannya, dia butuh makan sebagai energi berpikir. Perlahan Luna menyendokkan bubur ke dalam mulutnya. Memaksakan diri menghabiskan semua makanan yang disajikan itu.
"Syukurlah, kelihatannya kondisi Niang niang sudah pulih sehingga bisa menghabiskan semua makanan ini," ucap Liu Fei dan Luna menatap ekspresi pelayannya yang terlihat senang.
"Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanya Luna dan Liu Fei mengernyitkan keningnya sebentar.
"Anda sudah tidak sadarkan diri sejak kemarin sore. Sampai sekarang, berarti sudah satu hari Niang niang tidak sadarkan diri," jawab Liu Fei membuat Luna mengerti mengapa perutnya terasa perih. Sudah satu hari, perutnya tidak diisi. Bubur yang baru dimakannya tadi tidak saja menghapus rasa laparnya, tetapi juga mengurangi rasa sakit di kepalanya. Sekarang dia merasa bisa berpikir jernih.
"Liu Fei, kemarin kamu bilang aku adalah Yue Gongzhu, bukan? Nama asliku Qiuyue dan aku adalah istri dari Jendral Besar Shaoqiang, bukan?" tanya Luna beruntun dan Liu Fei menganggukkan kepalanya. Wajah Liu Fei seketika memucat.
"Jadi Niang niang belum mengingat diri Anda sebenarnya?" tanya Liu Fei dan Luna menggelengkan kepalanya dengan ragu-ragu. Segera saja ekspresi wajah Liu Fei berubah menjadi pucat dan bicara histeris seperti kemarin.
"Semua salah Nubi. Seharusnya Nubi mencegah Niang niang untuk pergi kemarin sehingga Niang niang tidak terjatuh dari kuda," ucap Liu Fei dan Luna menepuk lengan Liu Fei perlahan dan menariknya supaya pelayannya itu duduk di atas kursi di sampingnya.
"Jangan menyalahkan diri seperti itu. Kamu cukup menjawab semua pertanyaanku. Perlahan aku akan mengingat diriku sendiri," ucap Luna dan Liu Fei menganggukkan kepalanya.
"Kamu menyebut nama Rufen kemarin? Ceritakan kenapa orang yang bernama Rufen itu membuatku seperti ini? Apakah dia kekasih suamiku?" tanya Luna. Dia harus memastikan kalau situasinya sekarang persis sama dengan situasi di dalam buku. Karena bisa saja seperti kisah The Transmigrate meet The Reincranator, situasi sedikit berbeda dan itu mempengaruhi kehidupan semua karakternya.
"Nubi tidak berani menjawabnya, Niang niang. Yang Nubi tahu, Nona Rufen dekat dengan Laoye," ucap Liu Fei dan Luna menganggukkan kepalanya.
"Lalu Rufen itu sendiri siapa?" tanya Luna lagi dan Liu Fei menghela nafas sebelum menjawab. Terlihat sekali enggan menjawab pertanyaan Luna.
"Niang niang. Sebenarnya Nona Rufen adalah Putri Kaisar dari pelayannya yang dulu diusir oleh Meizhen Guifei, Ibunda Anda. Semua pelayan berkata kalau Nona Rufen pernah bercerita sebelum Anda mengusirnya dulu, kalau dia adalah teman masa kecil Shaoqiang dan saling mencintai ketika mereka dewasa. Namun, sebuah penyerangan ke Perguruan mereka membuat mereka berdua berpisah," ucap Liu Fei dengan mimik menunjukkan keeengganannya bercerita. Mendengar keterangan yang disebutkan Liu Fei itu, Luna menghela nafas.
"Lalu mengapa aku ada disini sekarang?" tanya Luna untuk terakhir kalinnya demi memastikan kesamaan situasi.
"Bixia akhirnya tahu kalau Nona Rufen adalah putrinya dan dia menghukum Anda karena mengusir Nona Rufen dulu. Meizhen Guifei bahkan sudah dikirim ke Istana Dingin untuk menjalani hukuman," ucap Liu Fei dan air mata mengalir deras di pipinya. Luna menghela nafas lagi. Dia sudah bisa menganalisa situasinya saat ini. Tidak ada yang berbeda dengan situasi di dalam buku.
Pertama, dia pernah mengusir Rufen.
Kedua, ibunya dulu mengusir Ibu Rufen dari Istana.
Ketiga, Rufen dan Shaoqiang saling mencintai.
Keempat, ibunya sudah dihukum untuk tinggal di Istana Dingin.
Semua kondisi itu membuktikan kalau Luna dalam indetitas Qiuyue sudah berada di paruh kedua kisah fiksi yang dibacanya. Dia sudah menuju bagian akhir dimana dia akan mengalami nasib tragis yaitu dihukum mati dengan racun. Luna menatap Liu Fei dengan cemas.
"Sudah berapa lama aku disini?" tanya Luna panik.
"Sudah satu bulan, Niang niang," ucap Liu Fei dan Luna langsung bangkit dari duduknya. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah mencari cara untuk kembali ke dunia nyata. Jika dia berada di dunia ini, dia akan mengalami nasib sama dengan Qiuyue. Luna tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
***
Luna menulis di kertas dengan susah payah karena menggunakan kuas. Dia menulis beberapa rencana yang akan dia lakukan. Rencana yang akan dia lakukan supaya bisa kembali ke dunia nyata. Luna membaca ulang kertas yang telah ditulisinya itu. Dia merasa puas.
"Niang niang, apa yang sedang Anda tulis?" tanya Liu Fei yang membantu Luna dengan menggosok batu tinta. Luna tersenyum. Dia tahu Liu Fei tidak akan tahu arti tulisannya karena dia menggunakan bahasa Indonesia dan huruf kapital. Sekalipun, Luna paham dengan perkataan semua orang di sekitarnya dan mampu berbicara dengan bahasa yang sama, tetapi Luna tidak bisa menulis aksara mereka.
"Kamu tenang saja. Ini rencana hebat," ucap Luna dan Liu Fei mengernyitkan keningnya tanda tidak mengerti.
***
"Liu Fei, aku ingin ke dapur," ucap Luna sehari setelah menulis rencana penyelamatan dirinya sendiri. Liu Fei menatap Luna dengan pandangan tidak mengerti.
"Niang niang, kenapa mau ke dapur? Apa yang Anda inginkan? Nubi akan memasakkannya untuk Niang niang," ucap Liu Fei dan Luna menggelengkan kepalanya.
"Aku ingin memasaknya sendiri," ucap Luna dan Liu Fei yang masih terlihat bingung, dengan enggan menemani Luna ke dapur rumah peristirahatan itu. Setelah tiga hari berada di dunia buku, akhirnya dia melangkah ke luar kamarnya. Sebenarnya dia tidak merasa nyaman keluar dari kamar yang baginya adalah tempat paling aman di dunia dengan situasinya saat ini. Namun, untuk menjalankan rencana penyelamatan dirinya, dia harus memaksakan diri.
Keluar dari kamar, Luna bisa merasakan udara segar. Udara yang lebih segar daripada di kamarnya. Luna berjalan cukup jauh untuk sampai ke dapur rumah peristirahatan. Membuat Luna sadar kalau rumah peristirahatannya ini luas. Meskipun perabotannya sederhana, luas rumah peristirahatannya ini cocok menjadi tempat tinggal Bangsawan. Kondisi ini tidak seburuk imajinasinya saat membaca kisah Autumn Moon. Dalam perjalanan menuju dapur, Luna berpaspasan dengan beberapa perempuan yang juga menjadi pelayan di rumah peristirahatan itu. Mereka menyapa dan memberi hormat kepada Luna.
"Ini adalah dapur rumah peristirahatan kita, Niang niang," ucap Liu Fei setelah mereka tiba di bangunan dengan atap dari jerami. Dindingnya sudah hitam karena asap api. Luna masuk ke dalam dan melihat tungku api dari batu dan wajan yang besar di dalam dapur itu. Mengingatkannya dengan suasana dapur umum di tempat peradatan Jambur milik orang Karo di Medan. Mengingat itu, Luna merasa sedih. Dia harus segera menemukan jalan kembali ke dunia nyata.
"Salam hormat untuk Niang niang! Adakah yang harus Nucai masak untuk Niang niang?" tanya seorang laki-laki tua yang sedang merapikan peralatan masak di dapur itu dan dijawab Luna dengan gelengan kepala. Tuan Chen menyebut dirinya Nucai yang memiliki arti sama dengan Nubi, tetapi digunakan oleh laki-laki. Sedangkan kata Nubi digunakan oleh perempuan.
"Niang niang, laki-laki ini adalah kepala dapur rumah peristirahatan ini. Tuan Chen," ucap Liu Fei dan Luna menganggukkan kepalanya.
"Dimana bahan-bahan makanannya?" tanya Luna kepada laki-laki tua itu yang langsung menunjukkan letak bahan-bahan makanan. Jumlahnya sangat banyak dan dalam kondisi segar. Luna menghela nafas dan mendekati beberapa bahan makanan. Ada tumpukan telur yang dimasukkan ke dalam anyaman jerami di atas lantai dapur.
"Telur ini kenapa?" tanya Luna dan Tuan Chen segera mendekat.
"Telur yang akan Nucai buang, Niang niang. Kondisinya sudah tidak bagus," ucap Tuan Chen dan Luna tersenyum. Dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya. Dengan tergesa diambilnya telur yang busuk itu dan mengocoknya dalam sebuah wadah.
'Niang niang, apa yang Anda lakukan?" tanya Liu Fei panik, tetapi Luna tidak peduli. Dia segera menuju tungku api yang masih menyala dan meletakkan wajan besar di atasnya. Luna memasak telur busuk itu di atas wajan. Liu Fei dan Kepala dapur saling menatap karena bingung. Setelah telur berbau tidak sedap itu matang, Luna menyajikannya di atas piring. Bukan tanpa alasan dia melakukan kegiatan itu. Dalam kisah fiksi lain yang dibacanya di dalam aplikasi W, tokoh utamanya bisa kembali ke dunia nyata beberapa kali dengan memakan telur busuk. Karena itulah Luna nekat memakannya.
"Niang niang, jangan lakukan itu," ucap Liu Fei dan berusaha mencegah Luna memakan omelet telur busuk buatannya. Tetapi terlambat, Luna langsung memasukkan omelet itu ke dalam mulutnya, mengunyah lalu menelannya dengan cepat sekalipun baunya sangat mengerikan.
"Niang niang," ucap Liu Fei yang terlihat putus asa karena gagal mencegah.
***
Luna menggerutu kesal. Mencoret-coret kertas dengan kuas secara tidak teratur. Berharap apa yang dilakukannya itu akan mengurangi rasa kesal yang menumpuk di hatinya. Seminggu yang lalu dia mencoba memakan omelet telur busuk. Akibatnya dia harus menanggung sakit yang menyiksa.
Seminggu yang lalu, dia terus muntah dan buang air besar karena ulahnya itu. Tidak seperti harapannya, dia masih berada di dunia fiksi. Masih dengan indetitas yang sama, Qiuyue. Liu Fei sudah memanggil Tabib dan Tabib itu memberikan ramuan yang sangat pahit untuk Luna. Setelah tersiksa meminum cairan itu berulang kali, akhirnya kesehatannya bisa pulih.
"Niang niang, mengapa memaksa diri memakan telur busuk seminggu yang lalu? Bagaimana jika Niang niang keracunan lalu meninggal. Nubi akan merasa sangat bersalah," ucap Liu Fei sambil menangis, membuat Luna tidak nyaman.
"Iya. Aku tidak akan makan telur busuk lagi," ucap Luna dengan suara lirih. Liu Fei menghela nafas.
"Mengapa Niang niang melakukan itu?" tanya Liu Fei dan Luna tidak menjawabnya. Jika dia bilang kalau dia bukan orang di dunia ini, dia akan di cap gila. Jika hal itu terjadi, dia mungkin tidak bisa menjalankan rencananya yang lain untuk kembali ke dunia nyata karena di pasung. Luna berpikir begitu karena orang zaman dulu sering menganggap orang gila itu aib. Luna pernah membaca sebuah kisah fiksi dimana tokoh utamanya dikurung di rumahnya karena dianggap gila. Luna tidak mau hal itu terjadi kepadanya.
"Liu Fei, apakah di daerah ini petir mau muncul sesekali," tanya Luna dan Liu Fei menganggukkan kepalanya.
"Aku ingat kalau Niang niang takut dengan petir. Niang niang tidak usah khawatir. Petir hanya muncul di Musim Panas. Ini masih Musim Semi. Siapa tahu saat itu, Bixia sudah menyuruh kita kembali ke Ibu Kota," ucap Liu Fei dan ucapan Liu Fei itu membuat Luna sedih. Seketika dia murung. Dia bertanya kapan petir datang karena salah satu rencananya adalah mendekati area dimana petir muncul dan membiarkan dirinya tersetrum supaya bisa kembali ke dunia nyata.
Luna menganggap hal itu adalah cara terbaik untuk kembali ke dunia nyata karena yang menyebabkan dirinya masuk kedalam dunia fiksi adalah setruman listrik. Luna menggerutu lagi. Dia berjanji akan mencari tempat tinggal yang lain setelah kembali ke dunia nyata sekalipun harganya lebih mahal. Tempat tinggalnya yang lama itu sama sekali tidak aman.
Akan tetapi, apa lagi yang harus dia lakukan supaya bisa kembali ke dunia nyata?
***
Liu Fei menatap Tuan Putri-nya dengan perasaan yang campur aduk. Dia heran melihat perubahan sikap dari Tuan Putri-nya itu. Biasanya perempuan yang telah dilayaninya bertahun-tahun itu suka memarahi para pelayan termasuk dirinya. Namun, sejak kepalanya terbentur karena jatuh dari kuda, Tuan Putrinya tidak lagi marah-marah.
Liu Fei ingat hari dimana Yue Gongzhu sadar dari pingsannya. Yue Gongzhu tidak mengenalinya dan bahkan tidak mengenali dirinya sendiri. Setelah itu banyak hal aneh yang dilakukan oleh Yue Gongzhu. Mulai dari mencoret-coret kertas dengan coretan yang tidak dimengertinya lalu menyakiti dirinya sendiri dengan makan telur busuk.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Tuan Putrinya itu?
Liu Fei menghela nafas dan melihat Tuan Putri-nya sedang menulis dengan coretan kacau seperti minggu lalu. Ditatapnya wajah murung perempuan yang dilayaninya itu. Terbersit sebuah pemikiran di benaknya.
"Apakah Yue Gongzhu mau bunuh diri? Atau dia sudah gila karena tidak sanggup menanggung kesedihan karena dihukum oleh Bixia? Haruskah aku menghubungi Jendral Besar Shaoqiang?" tanya Liu Fei dalam hati dengan perasaan yang campur aduk.
Sumatera Utara, 18 Mei 2018
Pembaca yang kusayang,
Berhubung idenya sedang muncul untuk cerita ini maka aku mengetiknya sebelum menguap entah kemana. Selanjutnya aku akan berusaha menaruh konsentrasiku untuk cerita Bayangan Bulan. Sebuah ide baru melintas, semoga bisa aku oleh dengan baik.
Terimakasih untuk dukungannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top