KISAH DI BALIK NAMAMU


Luna menatap memperhatikan pakaian bayi yang berada di tangannya. Dia baru menyelesaikan sebuah pakaian untuk bayi. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Luna kembali melanjutkan jahitannya. Luna membalikkan pakaian yang dia jahit itu. Dia tersenyum karena merasa puas. Jahitannya kali ini lebih rapi dibandingkan dengan sebelumnya.

"Niangniang, sebaiknya Anda berhenti menjahit. Sebentar lagi Houye akan kemari untuk makan malam bersama dengan Anda," Liufei memberi saran. Luna menggelengkan kepalanya.

"Dia pasti masih lama. Jika sudah berada di ruang belajar, dia selalu lupa waktu," Luna menjawab dengan yakin karena hal itu tertulis di buku fiksi Autumn Moon. Shaoqiang digambarkan sebagai laki-laki yang serius dan suka lupa waktu saat mengerjakan tugas-tugasnya di ruang belajar. Luna mengambil kain yang lain dan merentangkannya di atas meja. Dia ingin menggambar pola yang baru. Saat dia mengambil arang untuk menggambar pola, pintu ruangan tempatnya berada terbuka.

"Houye," Liufei dan Liu Hua langsung memberi salam kepada orang yang baru masuk. Luna yang membelakangi pintu, berbalik menghadap pintu. Shaoqiang sudah datang. Lebih cepat dari dugaannya. Shaoqiang berjalan mendekatinya.

"Saya pikir Anda masih lama baru datang," Luna menjawab dengan agak gugup. Shaoqiang menggelengkan kepalanya.

"Aku dengar kalau perempuan hamil harus makan dengan tepat waktu. Aku tidak mau membuatmu menunggu terlalu lama sehingga Xiaobao kelaparan," Shaoqiang menjawab dengan santai. Luna otomatis memegang perutnya sendiri mendengar kata Xiaobao.

"Apa yang sedang kamu lakukan, Qiuyue?" Shaoqiang bertanya dan nada suaranya menunjukkan rasa antusiasnya. Luna menatap kain yang terbentang di atas meja. Dia merasa malu. Dia mengambil kain itu dan hendak melipatnya, tetapi Shaoqiang mencegahnya. Suami Qiuyue itu memegang tangannya.

"Kamu sedang membuat pola di kain? Kamu mau menjahit pakaian siapa?" Shaoqiang bertanya sambil mengambil arang dari tangan kanan Luna. Luna memegang perutnya secara otomatis dan pipinya terasa panas.

"Saya mau menjahit pakaian untuk Xiaobao," Luna berkata dengan suara lirih. Entah mengapa dia merasa malu mengatakannya. Shaoqiang menganggukkan kepalanya.

"Apakah kamu menggambar pola sesuia dengan kertas yang kamu potong ini?" Shaoqiang berkata sambil menunjuk lembaran kertas tipis yang berada di atas kain lebar yang Luna bentangkan di atas meja. Luna menganggukkan kepalanya.

"Aku akan membantumu. Aku akan menggambarkan polanya untukmu," Shaoqiang berkata dengan antusias. Dengan cepat, Luna menarik tangan Shaoqiang yang memegang arang.

"Tidak, Houye. Anda tidak boleh mengerjakannya. Ini pekerjaan perempuan," Luna menjawan dengan gugup. Shaoqiang tersenyum.

"Jika hanya menggambar, aku bisa. Tidak masalah jika aku mengerjakannya," Shaoqiang bersikeras lalu menarik tangannya. Dia mulai menggambar pola di atas kain mengikuti kertas yang berada di atasnya. Luna menghela nafas.

"Male Lead-sama, kamu terlalu baik. Seharusnya kamu mendapatkan balasan untuk kebaikanmu. Namun, aku malah membuatmu jauh dari jodohmu yang sebenarnya," keluh Luna di dalam hati. Setelah Shaoqiang selesai menggambar pola di atas kain, dia menghadap Luna.

"Ada kain lain yang mau kamu gambar?"

"Tidak Houye. Saya akan menggambar pola yang baru setelah menjahit kain ini,"

"Mengapa? Bukankah lebih cepat jika aku membantumu menggambar polanya di semua kain milikmu?"

"Saya khawatir kalau saya tidak bisa menyelesaikan semuanya maka kain yang sudah digambar menjadi sia-sia," Luna memberi jawaban dan Shaoqiang menganggukkan kepalanya. Dia melihat keranjang yang berada di atas kursi lalu mengambil kain yang baru selesai di jahit.

"Kamu sudah membuat berapa pakaian? Jika masih sedikit, aku akan memesannya dari Ibu Kota," Shaoqiang bertanya sambil memperhatikan kain yang baru selesai dijahit oleh Luna. Luna tersenyum dan kembali merasa malu.

"Saya sudah menjahit dua puluh pakaian, Houye,"

"Kamu sudah menjahit sebanyak itu?"

"Sejak Houye memberi perintah kepada Jiao Mama untuk mengawasi saya dengan ketat, dia tidak mengizinkan saya keluar dari Houfu ini. Sehingga saya punya banyak waktu luang dan menghabiskan waktu saya itu untuk menjahit pakaian Xiaoabao," Luna menjawab dengan sedikit kesal.

Jiao Mama memang melarangnya berpergian. Hal itu memperkecil kesempatannya mencoba cara baru untuk kembali ke dunia nyata. Padahal Luna berencana mencari gua di gunung yang berada di desa tempatnya tinggal ini.

Dia mendengar cerita rakyat dari Liu Hua kalau gunung itu memiliki gua misterius yang bisa membawa orang ke dunia lain. Orang-orang jarang mendaki gunung itu karena takut. Liufei bahkan berkata kalau gunung itu dihuni oleh siluman rubah yang bisa menyamar. Luna merasa gua itu bukan sihuni oleh siluman, tetapi menjadi jalan menuju dunia nyata. Semacam pintu antara dimensi.

"Kamu kesal dengan perintahku itu?" Shaoqiang bertanya, tetapi Luna diam dan menundukkan wajahnya. Dia takut kalau jawabannya akan membuat Shaoqiang kesal. Hubungan mereka agak membaik di ruang belajar tadi. Dia tidak mau merusak suasana hati suami Qiuyue ini. Akhirnya dia memilih diam.

"Aku hanya takut kalau kamu akan melakukan tindakan bodoh. Kamu sangat gegabah belakangan ini dan melakukan banyak hal yang tidak masuk akal," Shaoqiang memberi penjelasan.

"Bagaimana jika besok aku menemanimu menjelajahi desa ini?" Shaoqiang memberi tawaran.

"Houye tidak sedang sibuk? Jangan membuat dirimu letih untuk menemaniku," Luna menolak secara halus. Dia enggan berada di dekat Shaoqiang terlalu lama. Sekalipun dia mengidolakannya, baginya Shaoqiang itu orang asing.

"Aku punya banyak waktu luang. Terimakasih untuk adikmu yang mengambil tugas memberantas pemberontak," Shaoqiang berkata dengan santai. Luna menghela nafas. Sadar kalau tidak bisa membantah suami Qiuyue itu lagi.

"Houye, Anda sering berburu di gunung yang berada di desa ini, bukan?" Luna bertanya.

"Iya. Aku suka berburu disana,"

"Benarkah disana ada gua misterius? Tempat tinggal siluman rubah. Siapa yang masuk ke dalam gua itu bisa menghilang," Luna bertanya dengan antusias. Shaoqiang mengernyitkan dahinya lalu tersenyum.

"Gua? Aku tahu yang kamu maksud. Aku pernah melihatnya dan masuk ke dalamnya. Namun tidak ada siluman rubah disana, hanya ada kelelawar yang bergelantungan di siang hari," Shaoqiang menjawabnya dengan santai.

"Anda sudah menjelajahinya?"

"Aku hanya masuk ke dalam bagian depannya. Aku belum pernah menjelajahinya lebih jauh. Mungkin lain kali aku akan melakukannya. Mengapa kamu menanyakannya?"

"Saya hanya tertarik karena cerita rakyat yang diceritakan oleh Liufei dan Liu Hua. Saya jadi ingin melihatnya dengan mataku sendiri," Luna memberi alasan. Shaoqiang menganggukkan kepalanya.

"Suatu saat nanti, aku akan membawamu kesana untuk melihatnya," Shaoqiang berjanji.

"Tidak bisa besok?"

"Kamu jangan lupa kalau kamu sedang hamil, Qiuyue. Kamu tidak boleh terlalu lelah," Shaoqiang memberi peringatan dan perkataannya itu membuat Luna kecewa. Namun, disisi lain dia tahu kalau perkataan saumi Qiuyue itu benar. Mendaki gunung akan menguras tenaganya dan bisa membahayakan kandungannya jika dia tidak berhati-hati.

"Baiklah, Houye," Luna menjawab dengan enggan lalu menghela nafas.

"Sebaiknya kita makan. Xiaobao mungkin sudah lapar," Shaoqiang menjawab dengan bersemangat sambil melipat kain yang berada di atas meja. Kedua pelayan Luna langsung mendekat dan membantu tuannya itu merapikan meja.

"Liufei, pergi ke dapur supaya mereka membawa makan malam kami," Luna berkata kepada Liufei.

"Baik, Niangniang," Liufei menjawab dan langsung keluar dari kamar itu. Luna duduk di salah satu kursi setelah meja rapi. Shaoqiang juga duduk berhadapan dengannya. Liu Hua mengambil teko dan cawan yang berada di atas bufet kecil di ruangan itu. Dia segera menyajikan teh untuk kedua majikannya.

Tidak lama setelah mereka duduk, beberapa pelayan masuk membawa makanan. Mereka menyajikannya dengan cepat di atas meja. Luna memakan makanannya dengan pelan. Shaoqiang terus menaruh lauk pauk di atas nasi Luna. Luna merasa gugup karena tindakan Shaoqiang itu.

"Kamu harus banyak makan. Kamu makan untuk dua orang. Kamu dan Xiaobao," Shaoqiang memberi sugesti. Luna menganggukkan kepalanya dengan enggan. Terkadang dia berselera makan sehingga lahap makan. Di lain waktu, dia merasa tidak punya selera sehingga makan dengan pelan. Hal itulah yang terjadi hari ini. Dia enggan untuk makan, tetapi dia harus makan untuk bayi di dalam kandungannya.

Luna menghela nafas. Dia memegang perutnya dengan tangan kirinya karena merasa Xiaobao menendangnya perlahan. Dia tersenyum. Sekalipun yang berada di dalam kandungannya adalah anak Qiuyue dengan Shaoqiang, Luna perlahan mulai menyayanginya seperti anaknya sendiri. Dia tidak menyangka kalau dia akan memiliki perasaan seperti itu.

"Kenapa? Apakah Xiaobao menendang lagi?" Shaoqiang bertanya dan Luna menganggukkan kepalanya dengan pelan. Shaoqiang tersenyum lebar.

"Dia menendangmu karena dia kesal. Xiaobao pasti merasa sangat lapar, tetapi ibunya makan dengan lambat. Dia tidak sabar," Shaoqiang menjawab dengan ceria lalu menaruh lauk lagi di atas nasi Luna. Luna menganggukkan kepalanya. Dia memaksakan dirinya untuk makan lebih banyak dan lebih cepat. Sesekali dia melihat ekspresi Shaoqiang yang memperhatikannya dengan antusias. Luna tanpa sadar tersenyum juga. Hatinya merasa senang.

Setelah mereka berdua makan, Liu Hua dan Liufei membersihkan meja dan mengumpulkan piring kotor ke dalam keranjang. Mereka membawa piring-piring kotor itu ke dapur Houfu. Shaoqiang berjalan menuju jendela dan membukanya lebih lebar.

"Bulan hari ini bersinar dengan sangat terang," Shaoqiang berkata sambil mengadah ke langit. Luna tertarik mendengar perkataannya itu. Dia pun berjalan menuju jendela dan mengadah ke atas. Bulan purnama bersinar dengan megah di langit. Luna ingat kalau di dunia nyata, dia tidak bisa melihat bulan sejelas ini karena polusi udara.

"Yue, bulan. Namamu berarti bulan, bukan?" Shaoqiang berkata dan Luna menganggukkan kepalanya.

"Namaku yang sebenarnya pun berarti bulan. Luna adalah bulan dalam bahasa latin," ucap Luna di dalam hati. Dia baru menyadari kalau nama aslinya memiliki arti yang sama dengan pemilik tubuhnya saat ini. Luna tersenyum.

***

Shaoqiang melihat Qiuyue yang tersenyum pada saat memandang bulan. Hatinya senang melihat Tuan Putri arogan itu tersenyum seperti saat ini. Jika dia mengingat masa lalu, istrinya ini sangat jarang tersenyum. Jika dia tersenyum maka senyumannya itu seperti sedang meremehkan orang lain. Namun, kali ini Qiuyue tersenyum dengan lembut.

"Apakah kamu tahu mengapa Bixia memberi nama Qiuyue kepadamu?" Shaoqiang bertanya dan Qiuyue menggelengkan kepalanya. Shaoqiang tersenyum.

"Aku mendengarnya dari Bixia langsung. Dia menceritakan hari kelahiranmu. Pada saat itu, Kerajaan dalam keadaan kacau. Pemberontak mulai memasuki Ibu Kota. Tiba-tiba, ibumu merasakan sakit tanda akan melahirkan. Bixia terpaksa meninggalkannya di Istana dan maju ke depan gerbang kota. Dia terus berjuang menghabisi pemberontak," Shaoqiang menceritakannya dengan antusias. Dia berhenti sejenak lalu melanjutkkannya lagi.

"Saat dia hendak menyerah karena lelah, bulan yang tertutup mendung muncul. Sinarnya yang sangat cerah membuat Bixia ingat kepada anaknya yang akan lahir. Dia berjuang lagi sampai pasukan dari kota lain datang membantu. Setelah itu, pemberontakan dapat diatasi. Dia kembali ke Istana dan mendengar kalau anaknya yang lahir adalah perempuan. Dia langsung menamai anak itu dengan nama Qiuyue," Shaoqiang menceritakannya sambil menatap bulan.

"Bixia berkata kalau dia akan selalu menghadap ke bulan, ketika kamu sakit. Jika dia melihat bulan bersinar dengan cerah maka dia akan tenang. Namun, jika bulan tidak bersinar dengan terang, dia akan memanggil semua tabib untuk mengawasi keadaanmu," Shaoqiang melanjutkan ceritanya sambil mengingat ekspresi ayah mertuanya pada saat menceritakan kisah itu kepadanya. Saat itu Bixia bercerita dengan penuh ekspresi. Shaoqiang meniru nada bicaranya.

Akan tetapi, Qiuyue tidak menanggapinya sehingga Shaoqiang merasa dia telah salah bicara. Qiuyue yang dia kenal memang tidak suka jika dia menyebut Bixia dalam pembicaraan mereka. Qiuyue itu sangat membenci ayahnya. Shaoqiang menatap wajah istrinya itu lagi. Dia terkejut karena melihat Qiuyue menangis.

"Mengapa kamu menangis?" Shaoqiang bertanya sambil menyentuh pipi istrinya yang sudah basah dengan air mata.

"Tidak apa-apa, Houye. Aku hanya terharu mendengar kisah yang kamu ceritakan," Qiuyue berkata dengan suara yang lirih.

"Aku tidak tahu kalau Bixia ternyata menyayangi Qiuyue. Mungkin dia memaksa memberi gelar Yue untuk mengingat pristiwa itu, bukan?" Qiuyue melanjutkan perkataannya.

"Yang aku tahu Bixia sangat menyayangimu, Qiuyue," Shaoqiang berkata dengan tegas. Dia merasa harus membuat istrinya itu yakin dengan perkataannya.

"Sebenarnya, Bixia mengajakku bicara baru-baru ini. Dia memintaku menjauhi Rufen karena memikirkanmu," Shaoqiang berkata lirih.

Sekalipun perkataannya itu terasa menyakitkan untuk dia ucapkan oleh dirinya sendiri, tetapi itu adalah kenyataan. Dia diminta oleh Bixia secara langsung untuk tetap bersama Qiuyue. Sekalipun Qiuyue sudah melanggar salah satu aturan Konfusius yaitu dilarang untuk cemburu, Bixia tidak memintanya untuk menceraikan putrinya ini. Bixia hanya memberi hukuman pengasingan dan itu pun tidak akan lama mengingat kondisi Qiuyue pada saat ini.

"Fuhou berkata begitu?" Qiuyue bertanya lagi. Shaoqiang menganggukkan kepalanya.

"Qiuyue bodoh! Mengapa kamu tidak menyadari kasih sayang ayahmu sendiri," Qiuyue berkata dengan suara yang tinggi sambil memukul pipinya sendiri. Shaoqiang terkejut dan langsung menarik tangan Qiuyue. Tidak tahan melihat istrinya itu terus menangis, dia menariknya ke dalam pelukannya.

"Jangan menyakiti dirimu sendiri. Xiaobao akan sedih," Shaoqiang berkata lembut sambil menepuk punggung istrinya itu dengan lembut. Seperti harapannya, Qiuyue berhenti menangis. Shaoqiang melepas pelukannya dan berjalan menuju meja. Mengambil teko dan menuang teh ke dalam cawan lalu memberikannya kepada Qiuyue.

"Minumlah!"

"Terimakasih, Houye," Qiuyue menerimanya lalu meminum isinya.

"Aku rasa kamu harus istirahat,"

"Saya belum mengantuk,"

"Kamu berbaring saja, nanti kamu akan tertidur dengan sendirinya," Shaoqiang memaksa. Dia takut kalau istrinya itu menjadi lemah setelah menangis. Namun, Qiuyue menggelengkan kepalanya. Shaoqiang menarik tangan Qiuyue dan membawanya ke tempat tidur. Dia memaksa istrinya itu tidur.

"Aku akan tidur di ruangan lain setelah kamu tidur. Jangan khawatir," Shaoqiang berkata setelah melihat ekspresi cemas Qiuyue. Setelah percakapan mereka di ruang belajar, Shaoqiang sadar kalau Qiuyue menganggapnya sebagai orang asing. Setelah berkata seperti itu, Qiuyue terlihat lega dan berbaring dengan tenang.

"Apakah kamu mau mendengar suara serulingku? Aku cukup pandai memainkan seruling," Shaoqiang memberi tawaran sambil menarik seruling dari baja yang berada di pinggangnya. Seruling itu tidak saja berfungsi sebagai alat musik. Shaoqiang menggunakan sebagai alat memberi aba-aba dalam peperangan juga menjadi senjata di saat terdesak. Bahannya yang dari baja membuatnya menjadi senjata yang ampuh untuk menghadang pedang.

"Jika Houye tidak keberatan," Qiuyue menjawab dengan antusias. Shaogiang menarik kursi ke dekat tempat tidur lalu memainkan serulingnya dengan antusias. Dia memilih nada-nada yang lembut. Perlahan, istrinya itu mengatupkan mata lalu tidur dengan nyenyak. Shaoqiang tersenyum melihatnya.

Dia merapatkan selimut Qiuyue. Setelah memperbaiki posisi tidur istrinya dan menyelimuti tubuh istrinya itu dengan benar, Shaoqiang berdiri lalu meninggalkan kamar istrinya itu. Dia sudah berjanji untuk tidur di ruangan lain dan dia tidak mau melanggar janjinya. Dia menutup pintu perlahan.

Saat berjalan dari kediaman Qiuyue menuju kediamannya pribadi, dia melihat bulan sejenak. Dia mengingat ekspresi Qiuyue.

"Mungkin sikapmu menjadi buruk karena kamu tidak tahu perasaan orang-orang yang sebenarnya untukmu, Qiuyue," Shaoqiang bicara lirih.

Dia merasa kasihan kepada istrinya itu. Dia ingat pertama kali bertemu dengannya dulu. Qiuyue berbicara kepadanya dengan sangat angkuh. Namun, matanya yang mirip dengan mata Rufen itu terlihat sendu. Seakan ada kesedihan yang dalam.

Dia mengerti sekarang kalau Qiuyue berusaha menutupi kesedihannya dengan bersikap arogan pada saat itu, tetapi matanya tidak bisa berbohong.

"Hari ini, mungkin ekpresimu ini adalah ekspresi dirimu yang sebenarnya, Yue Gongzhu,"

***

Dear Pembaca yang kusayang,

Mumpung masih ada waktu. Mumpung masih ada ide. Lanjut publish aja ya. Thanks untuk dukunggannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top