ARGUMEN YANG CERDAS

KOSAKATA
Wangye : Yang Mulia Pangeran
Gongzhu : Tuan Putri
Muhou : Imperial Mother
Fuhou : Imperial Father
Bixia : Yang Mulia Kaisar
Jiejie : Kakak perempuan
Didi : Adik laki-laki

***
"Bagaimana Jiejie bisa tahu kalau aku akan melakukan kudeta?" tanya Xiaojian dengan wajah pucat menatap kakak perempuannya. Luna menatap kedua bola mata adiknya itu erat. Sedangkan pikirannya seketika runyam. Luna tidak tahu harus memberi jawaban apa kepada adik laki-laki Qiuyue ini.

"Mimpi. Aku melihatnya di mimpi," jawab Luna setelah diam beberapa saat. Dia merasa lebih baik menjawab dengan jawaban yang konsisten. Bukankah sebelumnya dia bercerita kalau dia bermimpi buruk.

"Mimpi? Jiejie bermimpi aku melakukan kudeta?" tanya Xiaojian dengan kening berkerut. Luna menundukkan kepalanya. Dia tahu jawabannya barusan tidak bisa diterima Xiaojian.

Tiba-tiba Luna ingat dengan perkataan Lihua saat dia terbangun karena mimpi buruk. Lihua berkata kalau Qiuyue bersikeras untuk menemui Xiaojian dan terjatuh dari kuda dalam upayanya melarikan diri dari rumah peristirahatan. Luna ingat cuplikan ingatan yang muncul di rumah peristirahatan, tempatnya diasingkan. Cuplikan dimana Xiaojian berkata akan membalas sakit hati Qiuyue. Nampaknya Qiuyue curiga adiknya akan melakukan hal buruk sehingga bersikeras menemui Xiaojian untuk menghentikannya.

"Saat kamu mengunjungiku, bukankah kamu berkata akan membalas sakit hatiku? Lalu aku bermimpi buruk kalau kamu dihukum mati karena melakukan kudeta. Aku pikir, mungkin mimpi itu adalah petunjuk dari Yang Maha Kuasa makanya aku bersikeras untuk menemuimu untuk menanyakannya langsung. Dan kamu menjawab 'bagaimana Jiejie tahu.', bukankah itu cukup membuktikan rencana konyolmu itu?" ucap Luna panjang lebar. Berusaha memberi jawaban yang masuk akal dan Xiaojian menundukkan kepalanya.

"Aku tidak bisa melihat Jiejie diberlakukan seperti ini," ucap Xiaojian dengan suara yang lirih. Luna terkesima melihat reaksi Xiaojian. Penulis FateWarning menggambarkan Xiaojian sebagai laki-laki yang haus kekuasaan dan bersikap dingin. Namun, dibalik alasan kudeta itu ternyata adalah kesedihan Xiaojian melihat kakaknya dihukum. Xiaojian masih sama seperti dia masih kecil dulu, mengutamakan  Qiuyue.

"Xiaojian, kamu tahu kalau kita tidak punya banyak pendukung di Istana. Sejak Ibu kita dilengserkan dari posisi Permaisuri, pendukungnya banyak yang mengundurkan diri. Ibu kita berada di Istana Dingin, tempat para perempuan Kaisar diasingkan. Ibu tidak lagi memiliki pengaruh yang bisa membuatmu berhasil melakukan kudeta. Kudeta yang kamu rencanakan hanyalah tindakan bunuh diri," ucap Luna setelah berpikir beberapa saat. Dia bicara dengan menggunakan fakta yang dia dapat dari kisah Autumn Moon. Disana memang dikatakan kalau Ibu dari Xiaojian dan Qiuyue dihukum untuk tinggal di Istana Dingin dan sangat jarang bertemu dengan suaminya.

"Namun, informan yang kutemui mengatakan kalau akan ada yang mendukung tindakanku ini," ucap Xiaojian, bersikeras dengan niatnya.

"Aku tidak tahu siapa yang menjadi informanmu. Apakah kamu sudah memastikan kalau dia orang yang benar-benar bisa dipercaya? Atau jangan-jangan dia sengaja memberi informasi palsu untuk menjebakmu? Karena bisa saja ada orang yang mencari panggung dengan membuat drama kudeta dimana orang itu membunuh pengkhianatnya demi mendapat penghargaan dari Bixia," ucap Luna. Sebenarnya dia asal bicara saja mengenai 'orang yang mencari panggung'. Tujuan utamanya saat ini adalah membatalkan rencana kudeta Xiaojian. Bagaimana pun caranya.

"Aku memang belum terlalu jauh menyelidiki informanku. Namun, dia pernah menyelamatkan diriku makanya aku percaya kepadanya," jawab Xiaojian. Jawaban adiknya itu membuat Luna terkejut sesaat.

Penulis FateWarning mengatakan kalau Xiaojian tidak saja haus kekuasaan, tetapi juga licik. Bagaimana bisa orang licik begitu naif seperti saat ini? Mempercayai orang karena pernah menyelamatkan nyawanya sekali? Bukankah itu naif namanya. Di dunia nyata, Luna selalu bersikap hati-hati. Tidak mudah baginya percaya kepada orang, termasuk orang yang menolongnya jika mereka tidak terlalu saling mengenal.

"Sebaiknya kamu menyelidiki informanmu itu, Xiaojian. Bagaimana jka dia memang berniat menjebakmu?" ulang Luna dan Xiaojian menganggukkan kepalanya.

"Aku juga memikirkan Muhou. Jika aku berhasil merebut tanta, Muhou bisa kita keluarkan dari Istana Dingin," ucap Xiojian dan Luna mengerti satu hal lagi yaitu Xiaojian sangat menyayangi ibunya.

"Xiaojian, apakah kamu masih sedih karena Muhou dibuang oleh Fuhou?" tanya Luna dan Xiaojian yang menunduk tadi, menegakkan kepalanya. Menatap wajah kakaknya tajam.

"Dia tidak pantas dipanggil dengan sebutan Fuhou. Bukankah kita bersepakat untuk memanggilnya Bixia saja? Apa yang dilakukannya kepada Muhou terlalu kejam. Bagaimana bisa laki-laki yang dulu mencintainya berubah kejam dan membuangnya?" ucap Xiaojian dan kata-kata yang keluar dari mulut adiknya itu bagaikan tusukan jarum di telinga Luna. Kata-katanya penuh kebencian dan sakit hati.

"Aku tahu Muhou menderita. Namun, Muhou seharusnya memang tidak melakukan tindakan tidak terkontrol terhadap Ibu Rufen," ucap Luna.

"Jiejie membela Rufen? Perempuan yang membuatmu seperti ini!" keluh Xiaojian dengan wajah yang memerah. Luna sadar dia telah salah bicara. Dia tidak sadar mengungkapkan empatinya kepada tokoh Rufen di Autumn Moon.

Luna menghela nafas. Bingung harus menjawab apa. Dia mengingatkan dirinya sendiri kalau tujuannya ke Jian Wangfu adalah mencegah laki-laki tampan di hadapannya ini mati dengan sia-sia. Bagaimanapun, Xiaojian adalah adik Qiuyue alias adiknya Luna di dunia ini. Nyawanya berarti bagi hidupnya. Luna memarahi dirinya sendiri, dia seharusnya hati-hati berbicara dan tidak membuat Xiaojian kesal.

"Apa yang sebaiknya aku katakan? Bagaimana caranya supaya Xioajian yakin untuk tidak melakukan kudeta?" tanya Luna didalam hati.

"Aku juga sedih dengan keadaan Muhou. Aku juga sedang memikirkan cara supaya Muhou dibebaskan dari Istana Dingin. Namun, kudeta bukan jalan keluarvyang kupilih. Itu hanya tindakan sia-sia," ucap Luna setelah diam cukup lama untuk memikirkan jawabannya.

"Aku memikirkan hal apa yang bisa aku lakukan dan membuat Bixia terkesan memberikan anugerah kepadaku untuk meminta apa saja. Jika itu bisa terjadi, aku akan meminta kebebasan Muhou," ucap Luna, sedangkan Xiaojian menghela nafas panjang setelah mendengar perkataannya.  Di masa Kerajaan, biasanya Raja punya kuasa memberikan pengampunan sebagai hadiah.

"Seandainya aku laki-laki, aku akan pergi berperang dan menghabisi musuh Bixia. Bukankah itu hal yang sangat bagus? Bixia tentu memberikan apa yang aku minta termasuk kebebasan Muhou," ucap Luna dan melirik adik laki-lakinya itu. Xiaojian terlihat berpikir keras. Keningnya yang berkerut, membuatnya terkesan lebih tua dari usianya yang baru delapan belas tahun.

"Apakah Jiejie menginginkanku menumpas pemberontakkan?" tanya Xiaojian akhirnya dan Luna menganggukkan kepalanya. Dia yakin Xiaojian mampu melakukannya. Di kisah Autumn Moon, Xiaojian berhasil menguasai Istana beberapa minggu sebelum dikalahkan Jendral Shaoqian. Bukankah itu artinya Xiaojian juga punya kemampuan berperang yang lumayan?

"Xiaojian, umurmu baru delapan belas tahun. Kamu belum pernah pergi jauh melihat dunia luar. Memberantas pemeberontak tidak hanya akan membuatmu disukai Bixia, tetapi juga membuatmu melihat dunia yang luas dan menambah wawasanmu," ucap Luna dengan suara yang setenang mungkin. Xiaojian menundukkan kepalanya lagi.

"Kamu juga tidak usah memikirkan perasaanku. Sebulan di rumah peristirahatan membuatku bisa berpikir lebih tenang. Aku memang bersalah. Seharusnya aku tidak meracuni Rufen. Aku pantas dihukum," ucap Luna.

"Jiejie, mengapa aku merasa Jiejie berubah drastis? Aku mendapat kabar kalau Jiejie jatuh dari kuda. Apakah hal itu membuat Jiejie berubah? Biasanya Jiejie akan mengutuki Rugen setiap kita membicarakannya" tanya Xiaojian membuat Luna terkejut. Lagi-lagi dia melakukan kesalahan yaitu tidak sengaja mengungkapkan empatinya kepada Rufen lagi. Namun, Luna langsung menguasai diri untuk tidak terlihat terlalu terkejut.

"Aku memang jatuh dari kuda. Kecelakaan itu sempat membuatku bingung, tetapi sekarang aku sudah sehat dan pikiranku juga," ucap Luna dan Xiaojian menyipitkan salah satu matanya.

"Jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Aku tidak akan lama menjalani hukumanku ini. Percayalah!" ucap Luna lagi untuk meyakinkan adik laki-lakinya itu.

"Sebaiknya Jiejie tidak langsung pulang hari ini. Istirahatlah di Wangfu ini. Aku akan memanggil Tabib kepercayaanku, yang tidak akan membocorkan keberadaan Jiejie disini," ucap Xiaojian dan Luna menganggukkan kepalanya.

"Aku pergi dulu. Ada yang harus aku kerjakan. Jiejie, istirahat saja dulu. Nanti kita akan bertemu saat makan malam," ucap Xiaojian dan Luna mengangukkan kepalanya. Kemudian dipegangnya tangan adiknya.

"Didi harus berjanji. Didi akan memikirkan perkataan Jiejie-mu ini. Jiejie tidak mau hal buruk terjadi padamu. Jika sesuatu yang buruk terjadi kepadamu, Jiejie tidak punya alasan untuk hidup," Luna dengan tenang mengucapkan ancamannya.

Luna tidak asal bicara saja kalau dia tidak punya alasan untuk hidup jika terjadi hal buruk kepada Xioajian. Dalam kisah Autumn Moon, kematian Xiaojian membuat Qiuyue merancang kudeta. Kudeta yang membuat Qiuyue dihukum mati.

Fakta yang baru disadarinya, kalau dirinya dan Qiuyue berbagi perasaan dan ingatan membuat Luna takut. Luna takut, jika dia terbawa perasaan Qiuyue dan turut merasakan dendamnya jika Xiaojian dihukum mati karena melakukan kudeta. Karena itulah dia harus mencegah Xiaojian melakukan kudeta. Hal itu yang paling logis yang bisa dia pikirkan saat ini.

"Aku akan memikirkannya," ucap Xiaojian dan pemuda yang tampan itu pun melepas tangan Luna dengan lembut. Dia pun keluar dari ruangan tempat Luna berbaring.

Luna menghela nafas. Dia berharap Xiaojian bisa menerima semua argumennya. Ditatapnya langit dari jendela yang terbuka. Merenungi keadaannya yang rumit, terlebih perasaannya. Saat ini Luna masih bisa mengendalikan perasaannya sehingga tidak sepenuhnya dikuasai perasaan Qiuyue.  Bagaimana jika nantinya dia kehilangan kemampuan itu dan membuat perasaan Qiuyue mendominasi hidupnya?

Dia tidak mau perasaannya dipenuhi dendam dan rasa sakit hati yang menyiksa batin Qiuyue. Sudah cukup rasa kesepian yang dia rasakan karena tidak memiliki keluarga di dunia nyata. Dia tidak mau menambah kepedihan hatinya dengan dendam. Lalu mati sia-sia karena dendam itu.

Luna berdoa di dalam hati supaya Yang Maha Kuasa membawanya kembali ke dunia nyata secepatnya. Sebelum perasaan dan pikiran Qiuyue mendominasi pikiran dan perasaannya.

***

Xiaojian keluar dari ruangannya dengan hati yang penuh tanda tanya. Sambil berjalan menuju ruang belajarnya, dia memikirkan hal-hal yang baru terjadi. Sifat Kakak perempuannya terlihat berubah drastis. Tidak berbicara dengan penuh emosi seperti dulu. Sekarang bicaranya lebih tenang dan dengan bijaksana menyampaikan argumennya.

Ucapan kakak perempuannya tadi sangat mempengaruhi pikirannya. Benar, dia belum menyelidiki terlalu jauh informannya. Jadi tepatlah yang dikatakan kakaknya kalau informannya itu bisa jadi malah mau menjebaknya. Begitu banyak bangsawan di Kerajaan ini berebut perhatian dari Bixia. Tidak mustahil jika diantaranya ada yang membuat siasat licik dengan membuat seakan-akan terjadi pristiwa kudeta lalu memberantasnya.

Kakaknya juga benar dengan mengatakan kalau pengaruh Ibu mereka sangatlah sedikit. Sejak ibunya dihukum ke Istana Dingin,  satu persatu keluarga Bangsawan menarik dukungannya. Hanya yang setia kepada keluarga asal Ibunya yang bertahan. Dengan dukungan yang sedikit dari Bangsawan, kudeta bisa jadi merupakan langkah bunuh diri.

Hal yang menganggu pikiran Xiaojian adalah sikap kakak perempuannya yang terlihat berempati kepada Rufen, perempuan yang membuatnya dihukum seperti saat ini. Xiaojian tahu kalau Jiejie-nya itu dihukum karena meracuni Rufen, tetapi sebagai seorang adik, dia tidak bisa melihat kakaknya dihukum seperti saat ini. Tinggal jauh dari Ibu Kota dan suami yang dicintainya, bukankah itu menyiksanya batin kakaknya itu? Namun, kakaknya itu sekarang terlihat bisa menerima keadaan.

Kakaknya bahkan terlihat tidak membenci ayah mereka dan membenarkan hukuman yang diberikan Bixia kepada ibu mereka. Padahal dulu, dia ngat membenci ayah mereka karena hukuman yang diberikannya kepada ibu mereka. Sebenarnya, Xiaojian pernah mengutarakan niat kudeta ini kepada ibunya. Ibunya juga saat itu menentang dengan keras karena bagaimana pun Bixia adalah ayah Xiaojian. Namun, saat Jiejie-nya dihukum, ibunya terlihat bimbang dengan keputusannya semula dan mulai mendukung rencana Xiaojian.

Sekarang kakak perempuannya malah terlihat bisa menerima keadaan. Bahkan dengan yakinnya, Jiejie-nya itu berkata kalau dia tahu apa yang harus dia lakukan. Xiaojian sebenarnya meragukan ucapan kakaknya itu, karena biasanya tindakan kakaknya yang implusif itu membuat keadaan menjadi kacau.

Xiaojian menghela nafas. Memikirkan usul terakhir yang mengejutkan dari kakak perempuannya. Jiejie-nya itu mengusulkan supaya Xiaojian menumpas pemberontak di Kerajaan. Padahal Xiaojian malah memikirkan cara supaya bisa bekerja sama dengan pemberontak untuk melakukan kudeta.

"Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, aku tidak punya alasan untuk hidup," ucapan Qiuyue terngiang di benak Xiaojian. Xiaojian tahu maksud perkataan kakak perempuannya itu. Jika kudeta yang dilakukan Xiaojian gagal seperti yang dilihat kakaknya itu di dalam mimpi, maka ibunya dan kakak perempuannya itu akan turut menerima akibatnya. Mereka berdua bisa dituduh ikut bekerja sama dalam melakukan kudeta kemudian dihukum mati.

"Wangye, mengapa Anda melamun?" tanya seorang laki-laki yang muncul tiba-tiba. Laki-laki itu adalah bagian dari pasukan bayangan yang dimilikinya dan telah menjadi orang kepercayaannya sejak tiga tahun yang lalu. Pertanyaannya membuat Xiaojian sadar kalau dia telah melewati ruang belajar yang dia tuju.

"Weiyuan, aku tidak melamun. Ada hal yang mengganjal pikiranku," ucap Xiaojian dengan suara yang berat.

"Apakah itu Wangye?"

"Aku mulai meragukan kredibilitas informanku. Selidiki lebih dalam lagi, siapa dia? Aku khawatir kalau dia sedang menjebak kita," ucap Xiaojian dan laki-laki bernama Weiyan itu menganggukkan kepalanya.

"Juga selidiki kekuatan pemberontak di Selatan. Apakah kita punya cukup kekuatan untuk memberantasnya?" ucap Xiaojian lagi.

"Maaf, Wangye. Bukankah Anda berniat melakukan kerjasama dengan pemberontak itu untuk melanjutkan rencana Anda?" tanya Weiyan dengan wajah keheranan. Xiaojian menghela nafas lagi.

"Aku meragukan rencanaku itu, Weiyan. Aku sadar, aku tidak punya cukup kekuatan untuk melakukan rencana itu. Jika kita kalah, banyak orang di pihak kita akan menderita," ucap Xiaojian dan Weiyan membungkukkan badannya dan mengantupkan kedua tangannya membuat kowtow.

"Saya rela jika harus mengorbankan nyawa saya untuk Wangye," ucap Weiyan.

"Namun, aku tidak rela kalau nyawamu dan nyawa orang-orangku hilang dengan sia-sia, Weiyan," ucap Xiaojian dengan tegas.

"Lagipula, jika kita berhasil mengalahkan pemberontak, hal itu akan membuat kita mendapat dukungan dan tidak dipandang sebelah mata lagi," lanjut Xiaojian yang membuat Weiyan menganggukkan kepalanya.

"Saya akan melaksanakan perintah Wangye," ucap Weiyuan dan dengan kungfu yang dimilikinya, segera meninggalkan Xiaojiam dengan cepat seakan menghilang ditelan bumi.

"Aku harus memanggil Tabib juga," ucap Xiaojian lagi mengingat kondisi kakaknya yang mendadak jatuh tidak sadarkan diri tadi. Xiaojian pun melangkahkan kakinya menuju ruangan tempat kasim yang menjadi kepala pelayan wangfu tempatnya tinggal. Supaya Kasim itu memanggil Tabib kepercayaannya di kota untuk datang ke Wangfu.

***

Luna menyantap makan malamnya dengan penuh semangat. Semua makanan yang disajikan terasa enak baginya, membuatnya menambah porsi makannya. Tidak peduli dengan wajah keheranan adik laki-lakinya ataupun wajah kebingungan kedua pelayannya.

Hatinya juga sedang senang karena misinya berhasil. Tadi sebelum makan malam, Xiaojian berkata kalau argumennya benar dan akan mengikuti nasihatnya. Itu artinya, Luna telah berhasil merubah keadaan. Mau kembali atau tidak ke dunia nyata, dia akan aman. Xiaojian tidak mati, Qiuyue tidak akan balas dendam dan artinya semua hidup dengan aman.

Luna bersyukur. Dia sekarang mengerti mengapa para tokoh utama kisah fiksi yang dibacanya bisa berhasil merubah keadaan. Bukan karena kemampuan bela diri atau kejeniusan mereka. Namun, keberanian mereka untuk mencoba merubah keadaan yang membuat mereka berhasil. Kalau putus asa sejak awal dan tidak mencoba berusaha, kejeniusan ataupun kemampuan bela diri mereka akan sia-sia saja.

Luna mensyukuri kenekatannya kali ini. Si tukang ambil jalan aman ini akhirnya berani ambil resiko dan berhasil. Kejadian ini meningkatkan rasa percaya dirinya. Luna bahkan berpikir kalau tinggal di dunia fiksi ini tidak semenakutkan yang dia pikirkan. Jika dia tidak menemukan jalan pulang, bertahan disini pun tidak masalah.  Mungkin yang sedikit mengganjal adalah pernikahan Qiuyue dengan Shiaoqian. Suami Qiuyue tidak mencintai Qiuyue bahkan membencinya.

"Masalah Shaoqian, aku tidak usah terlalu memikirkannya. Jika dia mencintai Rufen ya sudah. Aku tinggal bercerai saja darinya. Aku bisa menemukan cinta yang baru atau hidup sendiri dengan bebas selamanya," pikir Luna dengan hati yang riang. Dia tidak mengenal Shaoqian. Sekalipun penulis Fate Warning mengatakan kalau Shaoqian itu tampan, Luna tidak peduli. Buat apa laki-laki tampan dipertahankan jika mencintai orang lain? Lagipula Shaoqian memang lebih cocok jika tetap menikah dengan Rufen karena masa lalu mereka.

"Jiejie, setelah makan malam, Tabib akan memeriksa kesehatanmu," ucap Xiaojian, membuyarkan lamunan Luna. Luna pun menganggukkan kepalanya dengan santai dan kembali menikmati makan malamnya. Dia sebenarnya tidak merasa sakit. Dia tadi pingsan karena ingatan Qiuyue yang menyerbu pikirannya dan membuatnya shock.

Setelah puas makan, Luna kekenyangan. Dia mengantuk dan ingin tidur. Namun, adik laki-lakinya menarik tangannya untuk tetap duduk di ruang makan. Seorang laki-laki dengan pakaian serba putih masuk. Laki-laki itu sudah tua. Dari ambang pintu, dia memberi hormat.

"Hormat kepada Jian Wangye dan Yue Gongzhu," ucap laki-laki itu dan setelah Xiaojian menggerakkan tangannya menyuruhnya masuk, laki-laki itu mendekat.

Dengan lembut Tabib tua itu mengangkat tangan Luna dan meletakkanya di atas meja. Luna tersenyum dan sedikit tertarik dengan cara Tabib itu memeriksa kesehatannya. Tidak menggunakan stetoskop seperti di dunia nyata. Luna jadi ingat dengan Sinse yang bekerja di Toko Obat Tradisional Tiongkok di Medan. Beberapa kali, Luna menemani pemilik salonnya  yang berasal dari etnis Tionghoa untuk mengunjungi Toko Obat. Disana dia melihat Sinse itu melakukan hal yang sama dengan Tabib yang sedang memeriksanya saat ini.

Tabib didepannya tampak sekali berhati-hati. Bukan saja berhati-hati, tetapi berulang kali seperti meragukan hasil yang didapatinya. Berkali-kali juga melirik Xiaojian dan Luna. Lalu akhirnya menghela nafas dan menatap dengan perasaan lega.

"Bagaimana keadaan Jiejie-ku?" tanya Xiaojian yang terlihat sudah tidak sabar.

"Sebenarnya ini kabar baik, Wangye," ucap Tabib itu dan tersenyum dengan tulus.

"Katakanlah!"ucap Xiaojian.

"Yue Gongzhu sedang mengandung tiga bulan dan syukurlah keadaan janinnya sehat-sehat saja," ucap Tabib itu membuat Xiaojian langsung tersenyum lebar.

"Bagus! Aku senang dengan berita baik ini. Aku akan menghadiahimu lima puluh tael perak. Kepada semua pelayan di Wangfu ini akan mendapat lima tael perak," ucap Xiaojian dengan wajah yang gembira kemudian menatap Luna.

"Jiejie, ternyata ini cara yang kamu sebutkan tadi. Dengan begini, Bixia tidak akan menghukummu lagi," ucap Xiaojian dengan ceria dan Luna dengan terpaksa tersenyum. Dalam hatinya merutuk. Dia lupa dengan bagian Qiuyue hamil di dalam cerita Autumn Moon.

Luna menatap ke arah lain. Tidak mau raut wajahnya yang tidak senang terlihat orang-orang. Sebenarnya dia sedih mendengar kabar ini. Dia tidak punya orang tua, bagaimana bisa menjadi Ibu? Kehamilan ini sangat membuatnya takut. Lagipula, Qiuyue tidak dicintai oleh suaminya jadi bagaimana dia bisa membesarkan seorang anak tanpa dukungan suaminya sendiri? Bahkan, Luna tidak tahu wajah Shaoqian itu seperti apa.

Luna merutuk di dalam hati. Membatalkan keputusannya yang semula, kalau tidak apa baginya jika tidak bisa kembali ke dunia nyata. Sekarang dia harus menemukan cara untuk pulang ke dunia nyata secepatnya. Sebelum kandungannya semakin besar lalu melahirkan. Memikirkan kata melahirkan saja sudah membuat bulu kuduk Luna merinding. Luna benar-benar ingin menangis sekarang.

Sumatera Utara, 22 Juni 2018
Pembaca yang kusayang,
Karena sedang mood saja aku nerusin cerita ini. Cerita yang lain, aku belum dapat feelingnya. Sabar ya. Terimakasih untuk dukungannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top