📷 Bab 2. Kata Mereka

"Jangan terlalu percaya dengan apa yang terdengar. Kadang, bisa saja tak sejalan dengan apa yang terlihat di mata."

"Paparazi? Gevan?" Nara benar-benar terkejut. Matanya membulat. "Dia aja nggak mau difoto, masa gue mau jadi paparazi-nya?"

"Iya itu tantangannya," ucap Dero tak acuh sambil melipat tangan di dada.

Cowok berambut cepak yang masih setia duduk di depan mereka kini tertawa geli. "Ahahahaha. Semoga pipi lo nggak bonyok ya, Ra."

"Ish, apa sih lo?!" Tangan Nara mengepal mengancam cowo itu agar terdiam.

"Tapi, Ro, masalahnya...."

"Kenapa?"

"Itu...."

"Lo takut ditonjok? Tenang, ada gue."

"Bukan."

"Terus kenapa?"

"Gue nggak tau wajah Gevan," ucap Nara polos.

"Hah?" Dero nampak terkejut. "Lo nggak tau wajah cowo breng--" Dero sontak melirik kedua temannya. Ia lalu mengehela napas kasar.

"Nggak jadi," lanjutnya sebelum bangkit meninggalkan Nara dan cowo cepak itu.

"Eh, lo mau ke mana?" Nara ikut berdiri. Dia mengekor Dero dari belakang hingga keluar kelas.

"Sumpah, Ro. Gue nggak tau muka cowok itu. Gue nggak pernah masuk kelas XI IPA 1. Gevan juga nggak pernah ikut event-event sekolah atau kegiatan anak angkatan." Nara masih menjelaskan semuanya sambil berusaha menyejajarkan langkah dengan Dero.

Dero masih fokus berjalan. Ia tak menghiraukan sama sekali ocehan gadis di sebelahnya.

"Bahkan di sosmed, dia kayak nggak pernah ninggalin jejak digital sama sekali, Ro."

Dero pun akhirnya berhenti dan menoleh. Kepalanya lalu mendongak, melihat sesuatu di atas ruangan ekstrakurikuler seni tari. "Lo liat anak di balkon itu?"

"Hah?" Nara menghentikan langkah dan mengikuti arah pandang Dero. Kepalanya ikutan mendongak dan matanya sedikit menyipit. Benar saja, ada seorang cowo berambut tebal dan berbadan tegak sedang berdiri di balkon membelakangi mereka.

"Itu yang namanya Gevan?" tanya Nara kembali menatap Dero.

Dero mengangguk.

"Tapi tetep aja mukanya nggak keliatan. Cuma punggung doang."

Dero lalu menyubit hidung Nara gemas. "Ngeluh mulu lo. Usaha dong, Sayang."

Nara menepis tangan Dero. Ia menatap Dero kesal. Gadis itu lalu memutuskan untuk naik ke balkon agar bisa melihat wajah Gevan dengan jelas.

Setelah menapaki beberapa anak tangga, akhirnya gadis itu tiba di atas. Banyak kursi dan meja yang sudah terbengkalai yang Nara lihat sekarang. Di antara benda tak terpakai itu, cowok dengan rambut berantakan akibat tertiup angin deras, berdiri memegang sesuatu sambil menunduk. Mendengar langkahan kaki Nara, Gevan terperanjat. Ia lalu menatap Nara curiga.

Mata mereka pun beradu, membuat Nara terdiam tak berkutik. Rupanya ia pernah melihat Gevan sebelumnya. Entah di kantin atau perpus. Yang jelas, dulu ia tak tahu kalau ternyata cowok itu lah cowok yang bernama Gevan yang terkenal anti sosial.

Mata Nara tak sengaja kini turun ke bawah. Melihat sebuah benda yang digenggam sangat erat oleh cowok itu, tabung bening berisikan beberapa tablet obat. Tapi tiba-tiba tabung itu di sembunyikan ke dalam kantong celana oleh sang pemilik. Nara lalu menatap Gevan heran.

Sedetik, dua detik, tiga detik, kemudian mata Nara menyerah. Ia semakin takut oleh mata elang nan hitam milik Gevan. Seolah mata itu menenggelamkan semua yang ia lihat. Dengan segera gadis itu berjalan ke sisi balkon yang lain, menjauhi cowok itu.

Nara menghembuskan napas perlahan. Beberapa menit ia tak mendengar apapun, hanya suara angin yang mengisi telinga gadis itu. Ia kembali menoleh. Benar dugaannya, cowok itu sudah tidak ada di sana.

***

Satu lembar uang dua ribuan di sodorkan perlahan di meja Dero.

"Enggak, apaan kaya buat pengamen."

Nara lalu merogoh saku bajunya lagi. Uang kertas lima ribu pun ia sodorkan.

"Enggak."

Sekarang, uang sepuluh ribu rupiah.

"Enggak."

Nara menghela napas kasar. Ia akhirnya mengeluarkan uang dua puluh ribu rupiah.

Dero mengambil paksa uang itu. Ia tersenyum puas. "Deal!"

"Awas lo ya kalo tulisan lo nggak mirip sama gue, lo harus neraktir gue seminggu!"

"Dih ngancem lo?" Dero terkekeh. "Tenang, tugas hukuman karena lo telat masuk tadi pagi pasti beres sama gue."

"Beneran lo ya?!"

"Iya, Cantiiik."

"Oke, gue keluar dulu," pamit Nara lalu segera bangkit dan melangkah keluar kelas.

Jam istirahat kali ini, harus Nara gunakan dengan baik. Gadis itu harus mencari informasi mengenai Gevan sebanyak-banyaknya. Tujuannya ya cuma satu, supaya ia bisa dengan mudah menyelesaikan dare Dero tanpa takut pipinya bonyok karena ketahuan. Walaupun tentang obat milik Gevan masih mengganjal pikirannya. Tapi tidak, dia harus menyelesaikan dare Dero terlebih dahulu. Itu yang terpenting sekarang. Karena hanya itu caranya agar ia tahu, siapa gadis yang Dero suka selama ini.

Nara pun akhirnya tiba di kelas XI IPA 1. Kelas IPA yang katanya paling berisik seangkatan anak IPA. Banyak yang bilang, kelas ini hampir mau dijadikan kelas IPS 4 kalau mereka tidak segera bertaubat. Itu sih kata gosip dari Fani. Tentu saja itu candaan belaka.

"Yen! Hai!" sapa Nara kepada cewek bermata sipit itu sambil melambaikan tangan di ambang pintu.

"Nara? Hai!" jawab Yeni tak kalah ramah. "Sini masuk."

Nara pun masuk. Beberapa anak yang masih di dalam kelas hanya melirik sekilas lalu kembali melakukan aktivitasnya masing-masing.

"Tumben lo ke sini." Yeni menepuk bangku sebelahnya agar Nara duduk di sana.

"Iya, pengen ngobrol sama lo lagi. Semenjak MOS selesai, kita kayaknya nggak pernah ngobrol bareng lagi, 'kan?" Nara pun menarik bangku sebelah Yeni ke belakang dan mendudukinya.

"Ahahaha, iya, kelas kita lumayan jauh soalnya ya."

Nara ikut tertawa sambil mengangguk-angguk setuju. "By the way, Yen, gue pengin nanya sesuatu."

"Nanya apa?"

"Anak kelas lo ada yang baru ninju orang ya?"

Raut Yeni berubah serius. "Lo tahu dari mana?"

"Gosip anak kelas gue."

Yeni menggigit bibirnya. Lalu memajukan badan seperti orang hendak berbisik. "Iya, ngeri banget emang si Gevan." Mata Yeni kini melirik cowok yang duduk di barisan tengah paling belakang itu.

Nara pun mengikuti arah pandang Yeni. Benar saja, cowok yang waktu itu ia temui di balkon sedang duduk sambil sibuk membaca sebuah buku.

"Sekarang gue tau, kenapa tuh cowok anti sosial banget dari kelas sepuluh. Ternyata karena dia nggak percaya diri sama dirinya sendiri," jelas Yeni dengan tatapan masih terpaku pada Gevan.

Nara kembali menatap Yeni. " Nggak percaya diri?"

"Iya, buktinya masa cuma difoto Fadil dia sampe ninju Fadil. Terus juga dia nggak mau nampilin fotonya, di IG SMARA."

Nara terdiam. Ia merasa aneh dengan dengan pemikiran Yeni. "Kayaknya bukan karena itu deh...."

"Gimana?" Yeni pun meninggalkan perhatiannya pada Gevan.

"Enggak. Nggak apa-apa, hehe. Oiya, Yen, jadi Gevan anak ansos?" tanya Nara mengalihkan perhatian. Padahal ia sendiri tau jawaban dari pertanyaannya itu.

"Iya, dia itu anak ansos se-SMARA deh kayaknya. Dia itu lebih suka baca buku dari pada punya temen.

Tiba-tiba saja gadis berambut sebahu di sebelah Yeni menyosor ke meja mereka. "Iya! Dia itu hobinya nambah musuh, bukan nambah temen!"

"Eh, Le, ngagetin aja!" sembur Yeni.

"Hehe, maaf, Yen, habis tadi kayak ada bau-bau gibah, jadi gue langsung deket." Gadis yang dipanggil Le itu lalu menatap Nara. "Nama lo siapa?"

"Nara, hehe. Eh lanjutin dong yang tadi, kenapa cowok itu hobi nambah musuh?"

"Iya, setiap orang yang berusaha ngajak Gevan ngomong, pasti dijawab ketus sama tuh cowok. Bikin nyelekit hati deh pokoknya. Kan jadi ga ada yang mau ngomong sama dia. Mana nggak pernah senyum lagi. Kayak orang marah tiap hari."

Nara hanya bisa terdiam. Pikirannya bergelut mengenai cowok itu. Terlalu misterius untuk ia pecahkan sendiri. Ia lalu kembali melihat Gevan. Kini cowok itu tak sendirian. Ada seorang cowok di sebelahnya yang sedang merangkul bahunya.

"Itu siapa yang di sebelahnya Gevan?" tanya Nara.

Mereka berdua kompak menoleh ke belakang.

"Hah? Itu bukannya Fadil? Kok dia malah akrab banget sama Gevan sekarang?" heran teman Yeni yang membuat Nara semakin dibuat bingung oleh teka-teki cowok itu.

Author Note

Hai! Maaf ya updatenya lama, kelas online menyita banyak waktu:(
Btw, gimana bab 2 nya? Suka nggak? Kalo suka jangan lupa vote ya sama komen biar aku semangat ngelanjutinnya wkwk
Terima kasih🌈✨


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top